31 October 2009

Kaidah Takfir

Kaidah Mengkafirkan Orang Tertentu 1

Oleh: Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan, “… Padahal aku senantiasa -dan orang yang selalu mendampingiku selalu mengetahuinya- termasuk orang yang sangat melarang untuk menisbatkan orang tertentu dengan kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan. Kecuali jika orang itu telah nyata baginya kebenaran ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , yang barangsiapa menyalahinya, kadangkala bisa menjadi kafir, fasik, atau pelaku maksiat. Dan aku menjelaskan bahwa Allah Ta’ala mengampuni kesalahan (yang tidak disengaja) bagi umat ini. Pengampunan tersebut meliputi kesalahan dalam masalah Khabariyyah Qauliyyah (keyakinan) dan masalah-masalah ‘amaliyyah. Para ulama Salaf masih banyak berbeda dalam masalah ini, tetapi tidak seorang pun di antara mereka yang menyatakan kafir, fasik, atau pelaku maksiat terhadap seseorang.” 2

Beliau rahimahullah berkata, adapun mengkafirkan orang tertentu yang telah diketahui keimanannya -dengan adanya kerancuan dalam imannya itu-, maka ini adalah perkara yang besar. Telah tetap di dalam ash-Shahih (Shahih al-Bukhari), dari Tsabit bin adh-Dhahhak, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:

“… Dan melaknat seorang Mukmin seperti membunuhnya. Siapa saja yang menuduh seorang Mukmin dengan kekafiran, maka ia seperti membunuhnya”.3

Dan telah tetap di dalam kitab ash-Shahih, bahwa barangsiapa yang berkata kepada saudaranya “hai kafir”, maka ucapan itu akan mengenai salah seorang dari keduanya.4

Apabila mengkafirkan orang tertentu –dengan maksud mencelanya saja- seperti membunuhnya, lantas bagaimana keadaanya, apabila pengkafirannya itu didasari dari keyakinannya? Tentunya itu lebih dahsyat daripada membunuhnya. Karena, setiap orang yang kafir boleh untuk dibunuh, namun tidak semua orang yang boleh dibunuh berarti dia orang kafir. Terkadang orang yang mengajak kepada bid’ah (ahlul bid’ah) dibunuh dengan sebab usahanya dalam menyesatkan dan merusak manusia, padahal mungkin saja Allah Ta’ala akan mengampuninya di akhirat karena keimanan yang ada padanya.

Karena, terdapat nash-nash yang Mutawatir yang menjelaskan bahwa, akan keluar dari neraka orang yang terdapat keimanan seberat biji Dzarrah di dalam hatinya.5

Sesungguhnya syari’at Islam dibangun di atas pokok yang agung, yang tegak dengan pokoknya sendiri, yaitu apa yang dijelaskan oleh Syaikhul- Islam Ibnu Taimiyyah, beliau berkata: “Sesungguhnya pengkafiran yang umum –seperti ancaman yang umum- wajib mengatakan dengan kemutlakan dan keumumannya. Adapun hukum terhadap orang tertentu bahwa ia kafir, atau dipersaksikan dengan masuk neraka, maka ia harus didasari pada dalil orang tertentu, karena hukum ini tegak dengan adanya syarat-syarat dan tidak adanya penghalang”.6 (Selesai dari kitab at-Tabshir, hlm. 35).

Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah berkata tentang hukum mengkafirkan dan memfasikkan, “Hukum kafir dan fasik bukanlah hak kita. Itu kita kembalikan kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Hukum ini termasuk hukum-hukum syari’ah yang dasar rujukannya al Qur`an dan as-Sunnah. Untuk itu dalam masalah ini wajib bersikap sangat hati-hati. Tidak boleh dihukumi kafir atau fasik, kecuali orang yang ditunjukkan oleh Kitab dan Sunnah atas kekafiran atau kefasikannya.

Pada prinsipnya, seorang Muslim yang menunjukkan kelakuan baiknya adalah tetap Muslim dan dapat diterima kesaksiaannya, hingga hal tersebut benar-benar tidak ada lagi berdasarkan dalil syar’i. Kita tidak boleh gegabah dalam menghukumi kafir atau fasik, karena tindakan ini dapat mengakibatkan dua resiko berat yang wajib dihindari. Pertama. Melakukan pendustaan terhadap Allah Ta’ala dalam hukum dan terhadap orang yang dihukumi dalam tuduhan yang dilontarkan kepadanya. Kedua. Terjerumus sendiri dalam tuduhan yang dilontarkan kepada saudaranya yang muslim tersebut, bilamana diri orang yang dituduh itu bersih (dari tuduhan).

Diriwayatkan dalam Shahih Muslim dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Bila seseorang mengkafirkan saudaranya (yang Muslim), maka pasti seseorang dari keduanya mendapatkan kekafiran itu.7 Dalam riwayat lain: Jika seperti apa yang dikatakan. Namun jika tidak, kekafiran itu kembali kepada dirinya sendiri”.8

Diriwayatkan pula dalam Shahih Muslim dari Abu Dzarr Radhiyallahu ‘anhu , Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa memanggil seseorang dengan kafir atau mengatakan kepadanya “hai musuh Allah”, padahal tidak demikian halnya, melainkan panggilan atau perkataannya itu akan kembali kepada dirinya”.9

Berdasarkan ini, sebelum menghukumi seorang Muslim dengan kafir atau fasik harus diperhatikan dua perkara.

1). Dilalah (penunjuk) Kitab dan Sunnah, bahwa perkataan atau perbuatan itu mengakibatkan menjadi kufur atau fasik.
2). Inthibaq (ketepatan/kesesuaian) hukum yang diberikan ini terhadap si pelaku. Yaitu, apabila telah terpenuhi syarat-syarat pengkafiran dan tidak adanya suatu halangan apa pun.

Di antara syarat terpenting ialah, si pelaku mengetahui kalau ia melakukan suatu perbuatan yang dapat mengakibatkan dia menjadi kafir atau fasik. Karena, Allah Ta’ala berfirman,

“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” [QS. an-Nisa‘:115]

“Dan Allah sekali-kali tidak akan menyesatkan suatu kaum, sesudah Allah memberi petunjuk kepada mereka sehingga dijelaskan-Nya kepada mereka apa yang harus mereka jauhi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” [QS. at-Taubah:115]

Oleh karena itu, para ulama mengatakan, tidak dihukumi kafir orang yang mengingkari faraidh (kewajiban-kewajiban) manakala ia baru masuk Islam, sebelum diberikan penjelasan kepadanya. Dan termasuk penghalangnya ialah, bahwa apa yang mengakibatkannya kafir atau fasik terjadi tanpa keinginannya atau di luar kesadarannya. Di antaranya:

a). Adanya unsur paksaan. Si pelaku melakukannya karena dipaksa, bukan karena suka untuk berbuat itu. Maka ketika itu dia tidak kafir, berdasarkan firman Allah Ta’ala.

“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang dilapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya adzab yang besar” [QS. an-Nahl:106]

b). Tertutup pikirannya sehingga tidak lagi menyadari apa yang dikatakan, disebabkan terlalu senang, sangat sedih, panik, takut dan lainnya. Dasarnya hadits yang diriwayatkan dalam shahih Muslim, dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Sesungguhnya Allah Ta’ala lebih senang terhadap taubat hamba-Nya daripada senangnya seseorang karena menemukan kembali binatang tunggangannya. Orang itu bepergian dengan menaiki binatang tunggangannya, tetapi kemudian hilang terlepas di tengah padang pasir, padahal makanan dan minumannya ada pada binatang tunggangannya. Karena merasa putus asa, ia berteduh dan beristirahat di bawah sebuah pohon. Dia telah putus asa untuk mendapatkan binatang tunggangannya. Tatkala dalam keadaan demikian itu, tiba-tiba binatangnya berdiri di hadapannya, maka ia segera memegang tali pelananya, kemudian karena amat senanganya ia mengatakan, ‘Ya Allah, Engkau hambaku dan aku adalah Rabb-Mu’, dia salah berkata karena sangat senang”. 10

Syaikhul Islam Ibnu Tanimiyah rahimahullah menjelaskan, “Adapun takfir (pengkafiran), maka yang benar ialah, bahwa barangsiapa dari ummat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berijtihad dan bertujuan mencari al-Haq kemudian salah, maka tidak dikafirkan. Sedangkan siapa yang mengetahui secara jelas apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian menentangnya setelah nyata kebenaran baginya dan mengikuti selain jalan kaum Mukminin, maka ia adalah kafir. Dan barangsiapa mengikuti hawa nafsunya, tidak bersungguh-sungguh mencari al-Haq, dan berbicara tanpa dasar ilmu, maka ia telah berbuat maksiat dan dosa. Selanjutnya ia bisa menjadi Fasik, dan bisa juga ia mempunyai kebaikan-kebaikan yang dapat mengalahkan keburukannya”. 11

Beliau rahimahullah juga mengatakan, “Padahal aku senantiasa –dan orang yang selalu mendampingiku selalu mengetahuinya- termasuk orang yang sangat melarang untuk menisbatkan orang tertentu dengan kekafiran, kefasikan, dan kemasiatan ; kecuali jika orang itu bahwa telah nyata baginya kebenara ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang barangsiapa yang menyalahinya kadangkala bisa menjadi Kafir, Fasik, atau pelaku Maksiat. Dan aku menjelaskan bahwa Allah Ta’ala mengampuni kesalahan (yang tidak disengaja) bagi ummat ini. Pengampunan tersebut meliputi kesalahan dalam masalah Khabariyyah Qauliyyah dan masalah-masalah Amaliyyah. Para salaf masih banyak berbeda dalam masalah ini, tetapi tidak seorangpun di antara mereka yang menyatakan Kafir, Fasik, atau pelaku Maksiat terhadap seseorang”. 12

Setelah menunjuk beberapa contoh, selanjutnya beliau rahimahullah mengatakan : “Dan pernah aku terangkan bahwa, apa yang diberitakan dari para salaf dan imam-imam, yaitu pernyataan secara umum bahwa kafirlah orang yang mengatakan ini atau… ; itu benar.

Namun harus dibedakan antara pernyataan yang bersifat umum dan pernyataan yang sifatnya tertentu”.

Beliau menjelaskan lebih lanjut, “Dan takfir termasuk al-Wa’id (ancaman). Karena, meskipun ucapan tersebut pendustaan terhadap apa yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi orang itu mungkin saja baru masuk Islam atau dibesarkan di perkampung terpencil. Seperti ini tidak kafir hanya disebabkan mengingkari sesuatu yang diingkarinya sebelum jelas baginya hujjah. Dan mungkin pula, orang ini belum mendengar nash-nash itu, atau ia telah mendengarnya namun menurut dia belum kuat, atau menurut dia ada suatu penghalang yang menghalanginya, kemudian mesti di takwil, sekalipun sebenarnya ia salah

Aku pun selalu menyebutkan hadits yang diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim tentang orang yang berkata.

“Apabila aku mati, maka bakarlah aku dan perabukan, kemudian kuburkan aku di lautan. Demi Allah, jika Allah berkuasa membangkitkan diriku, niscaya Dia akan menyiksaku dengan siksaan yang tidak Dia kenakan kepada seorangpun dari makhluk-Nya”, maka mereka pun melakukan pesannya itu. (Pada hari Kiamat) Allah Ta’ala berfirman kepadanya : “Apa yang mendorongmu berbuat demikian?”. Dia menjawab, “Yakni rasa takutku kepada-Mu”, akhirnya Allah mengampuninya”. 13

Dia ini adalah orang yang masih ragu terhadap kekuasaan Allah Ta’ala dan kemampuan-Nya untuk mengembalikan dirinya (yang sudah menjadi abu) bila telah ditaburkan. Dia mempunyai suatu keyakinan bahwa ia tidak akan dikembalikan. Ini adalah Kufur menurut kesepakatan kaum Muslimin. Akan tetapi, orang tersebut bodoh, tidak tahu hal itu, padahal ia seorang mukmin yang takut akan siksaan Allah. Disebabkan iman dan rasa takutnya itu, Allah Ta’ala pun mengampuninya.

Sedangkan pentakwil dari kalangan ahli Ijtihad yang bersungguh-sungguh mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih patut mendapat ampunan daripada orang seperti ini.

Dengan penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ini, jelaslah adanya perbedaan antara perkataan dan orang yang mengatakannya, antara pebuatan dan si pelakunya. Maka tidak semua perkataan atau perbuatan yang menjadikan kafir atau fasik, orang yang mengatakannya atau si pelakunya dihukumi demikian pula.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Dasar masalah ini ialah bahwa perkataan yang merupakan kufur kepada Kitab, Sunnah, dan Ijma’ disebut sebagai kufur dari segi perkataannya, dikatakan sebagaimana yang ditunjuk oleh dalil-dalil syari’at. Karena, iman termasuk hukum-hukum yang diambil dari Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, bukan termasuk hukum manusia atas dasar dugaan dan hawa nafsu mereka. Setiap orang yang mengatakan perkataan kufur tidak mesti dikatakan kafir hingga terpenuhi pada dirinya syarat-syarat takfir dan tidak ada halangan-halangannya.

Contoh:
Orang yang berkata bahwa Khamr atau Riba adalah halal, disebabkan baru masuk Islam atau dibesarkan di perkampungan terpencil atau mendengar perkataan tersebut berasal dari Al-Qur’an atau dari hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seperti halnya ada di antara para Salaf yang mengingkari suatu perkara sampai nyata benar bagi dirinya bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mensabdakannya. Mereka itu tidak dihukumi kafir hingga jelas bagi mereka Hujjah yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana telah difirmankan oleh Allah Ta’ala.

“Agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya Rasul-Rasul itu” [QS. an-Nisa:165]

Dan Allah telah mengampuni untuk ummat ini kesalahan dan kehilafan (lupa)”. 14

Dengan demikian jelaslah bahwa, suatu perkataan fasik atau kafir tidak mesti pelakunya menjadi Fasik atau Kafir karenanya. Sebab tidak terpenuhi syarat-syarat takfir atau tafsik, atau ada suatu penghalang syar’i yang menghalanginya. Adapun orang yang telah jelas al-Haq baginya, tetapi masih saja menentangnya karena mengikuti keyakinan yang dianutnya atau panutan yang diagungkannya, atau karena kepentingan duniawi yang lebih diutamakannya, maka ia berhak mendapatkan akibat penentangannya itu, yaitu Kekafiran atau Kefasikan.

Oleh karena itu, seorang mukmin wajib menjadikan aqidah dan amal perbuatannya tegak di atas Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, menjadikan keduanya sebagai panutannya, berpelita dengan cahaya kebenarannya, dan berjalan di atas manhaj keduanya. Inilah jalan yang lurus yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya.

“Dan bahwa yang Kami perintahkan ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah ia; dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepada kalian agar kalian bertakwa”. [QS. al-An’am:153]

Hendakalah ia menjauhi apa yang dilakukan sebagian orang, yakni mendasarkan aqidah dan amalnya atas suatu madzhab tertentu. Maka bila medapati nash-nash Kitab dan Sunnah tidak sesuai dengan madzhabnya, dia berusaha memalingkan nash-nash ini agar sesuai dengan madzhabnya itu dengan memberikan pentakwilan yang dibuat-buat. Akibatnya, Kitab dan Sunnah dibuat menjadi penganutnya, bukan menjadi panutannya. Ini adalah salah satu cara orang-orang yang mendahulukan Hawa Nafsu, bukan orang-orang yang mengikuti tuntuntan kebenaran. Allah Ta’ala mencela cara seperti ini dalam firman-Nya.

“Andaikata kebenaran itu mengikuti hawa nafsu mereka, pasti hancurlah langit dan bumi ini serta semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan peringatan (Al-Qur’an) kepada mereka, tetapi mereka berpaling dari peringatan itu”. [QS. al-Mu’minun:71]

Orang yang mengadakan studi tentang madzhab-madzhab dalam masalah ini, akan mendapati sesuatu yang sangat menakjubkan dan akan tahu, betapa perlunya ia mendekatkan diri kepada Rabb untuk memohon hidayah dan ketetapan hati, tegak di atas kebenaran, dan berlindung kepada-Nya dari penyimpangan dan kesesatan.

Barangsiapa yang memohon kepada Allah dengan tulus dan meinta kepada-Nya dengan meyakini kemahacukupan Rabb-nya dan kebutuhan ia kepada Rabb-nya, maka ia patut untuk dikabulkan oleh Allah Ta’ala permintaannya. Allah Ta’ala berfirman.

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia berdo’a kepada-Ku, maka hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. [QS. al-Baqarah:186]

Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita termasuk orang yang melihat kebenaran sebagai suatu kebenaran dan mengikutinya, serta melihat kebathilan sebagai suatu kebathilan dan menjauhinya, orang baik-baik yang melakukan perbaikan, dan tidak menyesatkan hati kita setelah ditunjuki-Nya dan memberi kita rahmat. Sesunggunya Dia Maha pemberi.

Segala puji bagi Allah Rabb sekalian alam, dengan nikmat-Nyalah setiap kebaikan menjadi sempurna. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi pembawa rahmat, penunjuk ummat ke jalan Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Terpuji, dengan izin Rabb-nya, dan semoga tercurah pula kepada keluarga beliau, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan sampai hari pembalasan. 15

[Dinukil dari Majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun XI/1428H/2007M. Judul Lengkapnya Hakikat Iman, Kufur, Dan Takfir Menurut Ahlus Sunnah Wal Jama'ah & Menurut Firqah-Firqah Yang Sesat. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Almat Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183. telp. 0271-5891016]
__________
Foot Note
  1. Dinukil dengan ringkas dari at-Tabsghir bi Qawa’idit-Tafsir, Syaikh Ali Hasan Ali ‘Abdul Hamid, halaman 31-35.
  2. Majmu Fatawa’:III/229.
  3. HR al-Bukhari:6105; dan Muslim:110,146.
  4. HR. al-Bukhari:6104; dan Muslim:60, dari Sahabat ‘Abdullah Ibnu ‘Umar.
  5. Al-Istiqamah:I/165-166.
  6. Majmu Fatawa’:XII/498.
  7. HR. al-Bukhari:6104; Muslim:60,110, dan at-Tirmidzi:2637.
  8. HR. Muslim:60.
  9. HR. al-Bukhari:3508;dan Muslim:61, 112.
  10. HR. Muslim:2747.
  11. Majmu Fatawa’:XII/180.
  12. Majmu Fatawa’:III/229.
  13. HR. al-Bukhari:7506; dan Muslim:2756, dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu
  14. Majmu Fatawa’:XXXV/165.
  15. Al-Qawa’idul-Mutsla fi Shifatillahi wa Asma-ihil-Husna, Ta’liq : Abu Muhammad Asyraf bin ‘Abdil Maqshud, Maktabah Adhwa-us-dalaf, Cetakan Tahun 1416H, halaman 148-154.

Download E-book: Prinsip dan Kaidah Takfir

Pengakuan Amaq Bakri sebagai Nabi Resahkan Masyarakat

Ketua Mejelis Ulama Indonesia (MUI) Nusa Tenggara Barat (MUI) Prof. H. Syaiful Muslim menilai pengakuan Amaq Bakri (60) sebagai Nabi itu sangat meresahkan masyarakat.

“Itu merupakan yang pertama terjadi di NTB, karena itu pemerintah diminta segera menghentikan ajaran yang disebarkan Amaq Bakri, sekaligus mencabut pernyataannya sebagai Nabi untuk menghindari amuk massa,” katanya kepada Antara News di Mataram, Jumat.

Amaq Bakri yang mengaku sebagai Nabi setelah Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan telah melakukan Mi`raj pada Rabu (14/10) itu telah dipanggil Camat Sambelia dan disidang di depan anggota Muspika, sekaligus menjelaskan ajarannya.

“Amaq Bakri harus membuat pernyataan tertulis, sekaligus bertobat atas ajaran yang disebar dan kembali ke ajaran yang benar, yakni ajaran Islam,” katanya.

Jika hal itu dibiarkan, maka tidak menutup kemungkinan masyarakat bisa berbuat anarkis terhadap Amaq Bakri.

Tindakan anarkis di Lombok sudah sering terjadi terhadap siapa saja yang mengaku sebagai umat Islam tetapi ajarannya menyimpang dari Agama Islam, termasuk Ahmadiyah.

“Buktinya hingga kini sekitar 130 orang jemaat Ahmadiyah masih ditampung di asrama Transito, Majeluk Mataram setelah rumahnya di Gegerung, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat di rusak dan di bakar massa empat tahun lalu,” katanya.

Jika Amaq Bakri tetap saja mengaku sebagai Nabi, maka dia sudah menjadi kafir, sebab Nabi terakhir yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

Dalam pertemuan dengan Camat Sambelia dan anggota Muspika Amaq Bakri tidak hanya mengaku sebagai Nabi, tetapi juga mengatakan bahwa al-Qur’an yang dijadikan pegangan umat Islam bukan berasal dari firman Allah.

“Al-Quran adalah hasil buatan atau karya alim ulama sebab al-Qur’an yang sesungguhnya berada dalam diri manusia yang tidak bisa dimiliki sembarang orang,” kata Amaq Bakri.

Ia menambahkan untuk mendapatkan al-Qur’an yang asli harus melalui ritual yang hanya dilakukan pada setiap tanggal 12 Rabiul ‘Awwal atau bulan Maulid pada malam Jumat. (antaranews.com)

MUI Jatim Haramkan Paham Santriloka


Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur mengharamkan paham Kalam Santriloka yang berkembang di Kota Mojokerto karena dianggap menyimpang dari 10 pedoman pokok.

Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi MUI Jatim, Rachman Aziz, di Surabaya, Jumat, mengatakan, saat ini pihaknya sedang menunggu hasil pemeriksaan dari MUI Kota Mojokerto.

“Dari informasi yang kami dapatkan, ajaran tersebut menyimpang dari 10 pedoman pokok yang disepakati MUI seluruh Indonesia,” katanya.

Dalam 10 pedoman pokok yang menjadi acuan MUI itu menyebutkan, ajaran Islam dinyatakan sesat, bila tidak percaya pada salah satu Rukun Iman dan Rukun Islam, tidak percaya pada Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam sebagai Nabi terahir, mempercayai adanya kitab terakhir selain al-Qur’an, dan menghina Nabi.

“Paham Santriloka jelas sesat karena tidak mempercayai Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam sebagai nabi yang terakhir,” katanya.

Selain itu, Santriloka juga meyakini adanya Nabi terakhir setelah Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, yakni Syaikh Siti Jenar dan Syaikh Maulana Malik Ibrahim.

Selain itu, syarat masuk Islam tidak harus dengan bersyahadat, namun cukup dengan menggunakan bunga tertentu.

Dalam aliran itu juga tidak mewajibkan jama’ahnya untuk berpuasa pada bulan kesembilan pada penanggalan tahun Hijriyah, namun dapat diganti pada tanggal 1-9 bulan pertama Hijriyah.

Paham itu juga tidak mewajibkan shalat lima waktu karena cukup diganti dengan kontak batin.

Perguruan Ilmu Kalam Santriloka memiliki sekitar 700 pengikut, dan aktif menggelar pengajian setiap malam Jumat Legi. Kegiatan itu dilakukan berpindah-pindah.

Oleh sebab itu, MUI Jatim meminta kepada pejabat daerah setempat untuk menindak aliran tersebut, sedangkan para tokohnya diminta bertobat dan kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya.

“Aliran itu dapat dituntut dengan dasar hukum penistaan agama, sehingga dapat dipenjarakan apabila tidak mau bertobat,” kata Rachman seraya mengimbau masyarakat untuk bisa menahan diri dan tidak main hakim sendiri.

Sementara itu, Wakil Gubernur Jatim, Saifullah Yusuf, menyatakan, aliran yang dikembangkan oleh Ahmad Nafan itu di luar syariat Islam sehingga sangat menyesatkan.

“Ini sungguh menyesatkan. Tetapi kami mengimbau supaya pengikutnya disadarkan dengan cara-cara yang persuasif. Tidak perlu dengan kekerasan,” katanya.

Kegiatan-kegiatan ritual atau keagamaan dengan pemahaman yang dangkal dan jauh dari ajaran Islam, lanjut dia, sebenarnya sangat merugikan umat. (antara.co.id)

*****

Ahmad Naf'an

Perguruan Santriloka: Al-Qur’an Itu Sesat dan Membahayakan Persatuan Indonesia !!!

Ada-ada saja aliran sableng di Indonesia. Sebuah perguruan Ilmu Kalam Santriloka menganggap sebagian isi Al-Qur’an sesat dan membahayakan persatuan. Perguruan ini juga mengecam ibadah haji yang dianggap sebagai pembodohan Bangsa Arab terhadap Bangsa Indonesia.

"Al-Qur’an sebagian salah dan sesat, sebagian benar. Seperti Surat al-Kafirun, itu sesat. Bukan kalam Allah tapi suara orang Arab," kata Pengasuh Perguruan Ilmu Kalam Santriloka Kiai Ahmad Naf'an di Padepokan Santriloka, Kelurahan Kranggan gang 5, Kota Mojokerto, Rabu (28/10/2009).

Menurut pria yang biasa dipanggil Gus Aan ini, Surat Alkafirun menyerukan perpecahan, bukan persatuan. "Bagaimana, kok bisa Tuhan Allah mengecam dan menyuruh orang agar memusuhi orang yang dianggap kafir," jelas Aan sebagaimana dikutip dari detik.com.

Terkait dengan Alquran yang beredar di Indonesia, Gus Aan menyatakan salah. Menurutnya, Alquran bukan dari Bahasa Arab. Melainkan Bahasa Kawi, Bahasa Sansekerta dan Bahasa Jawa Kuno. Alquran merupakan buatan orang Arab untuk menjajah Bangsa Indonesia.

"Alquran yang ada ini, dimodifikasi oleh orang-orang untuk merusak Majapahit, Jawa dan Pancasila. Siapa yang bertanggungjawab, kalau Alquran ini salah. Apa nabi mau tanggungjawab," tambah Aan sambil menunjuk Alquran yang ada di depan kakinya.

Terkait ibadah haji, Gus Aan juga menganggap ibadah haji saat ini tidak sesuai dengan inti ajaran Islam. "Siapa yang menyuruh ke Makkah. Dulu banyak orang mati di Terowongan Mina. Begini kok katanya perintah Allah," kata Gus Aan berapi-api.

Menurut Aan, ibadah haji sebenarnya tidak harus pergi ke Makkah dan sekitarnya. "Sudah dikatakan, kalau Allah itu dekat seperti urat nadi, kenapa umat Islam mengitari batu, dan mau dibodohi orang Arab," kata Gus Aan menambahkan.

Sebelumnya Pondok Pesantren dan MUI di Mojokerto meminta polisi melacak keberadaan pengajian Ilmu Kalam Santriloka. Ajaran pengajian komunitas itu dianggap sesat karena tidak mewajibkan puasa Ramadan dan salat 5 waktu. (muslimdaily.net)

*****

Perguruan Santriloka Klaim Salat Bukan Perintah Allah

Mojokerto - Pengasuh Perguruan Ilmu Kalam Santriloka, Kiai Ahmad Naf'an (Gus Aan) menyatakan salat seperti yang dilakukan umat Islam bukan perintah Allah. Karena bukan perintah, Gus Aan menyarankan para santrinya tidak perlu salat.

"Sejak kecil saya dididik dan sudah pernah salat. Sekarang pertanyaannya, apakah masih salat. Saya jawab sekarang tidak perlu, karena bukan perintah Allah," kata Gus Aan kepada detiksurabaya.com, Rabu (28/10/2009).

Dalam perbincangan dengan detiksurabaya.com di Padepokan Santriloka, Kelurahan Kranggan Gang 5, Kota Mojokerto, Gus Aan menyatakan siap salat, jika ada pahala dari Allah. "Berhubung ini bukan perintah Tuhan, buat apa kalian lakukan salat," tegas Gus Aan.

Menurut Gus Aan, salat merupakan ajaran budi pekerti. Bukan ajaran fisik yang dimulai takbiratul ihram dan diakhiri salam. "Seperti salat Dhuhur. Bukan 4 rakaat yang diminta Tuhan. Melainkan yang diminta Tuhan agar kita berbudi luhur," kata Gus Aan.

Gus Aan menyatakan tidak ada pahala bagi orang yang salat. "Kalau salat 4 rakaat diberi pahala oleh Tuhan, saya akan salat 8 rakaat. Kira-kira diberi berapa kilo oleh Tuhan. Apa Anda dapat pahala selama ini," kata Gus Aan kepada detiksurabaya.com dengan nada penuh tanya.

Komunitas Perguruan Ilmu Kalam Santriloka ini juga memperkenalkan 4 jenis salat. Yaitu Salat Maghrib, Isya, Subuh dan Dhuhur. Namun ke-4 jenis salat itu, tidak sama dengan salat umat Islam. Begitu pula salat Ashar juga tidak dikenal di komunitas ini.

Menurut Aan, Maghrib berarti Mageri Urip (Membentengi hidup) dengan budi pekerti, Isya berarti isak-isakno (Sebisa mungkin) berbuat baik kepada sesama, Subuh berarti ojo kesusu labuh (Jangan mudah percaya) dan Dhuhur berarti nduweni budi luhur (Bermoral).
Jika sudah bisa melakukan 4 jenis salat itu, maka tidak perlu salat Ashar, yang berarti ojo kesasar (Jangan tersesat). "Karena salat Ashar itu perintah agar tidak tersesat, maka salat Ashar tidak ada," kata Gus Aan menyatakan salat komunitas ini tidak seperti umat Islam lainnya. (surabaya.detik.com)

Sekilas mengenai Baha’i, Aliran Sesat Sempalan Syi’ah


Berikut adalah sedikit informasi mengenai Baha’i, aliran sesat sempalan Syi’ah. Tulisan ini kami ambil dari buku “Aliran dan Paham Sesat di Indonesia” yang disusun oleh Ustadz Hartono Ahmad Jaiz dan diterbitkan oleh Pustaka al-Kautsar (ISBN: 979-592-187-8).

Baha’iyah atau baha’isme ini menyatukan agama-agama: Yahudi, Nasrani, Islam dan lainnya menjadi satu. Hingga aliran ini jelas-jelas dinyatakan sebagai non-Islam.

Prof. Dr. M. Abu Zuhrah, ulama Mesir dalam bukunya Tarikh al-Madzaahibil Islamiyyah fis-Siyaasah wal-’Aqaid menjelaskan secara rinci penyimpangan dan kesesatan Baha’iyah, dan ia nyatakan sebagai aliran bukan Islam, berasal dari Syi’ah Itsna ‘Asyariyah (Syi’ah Imamiyah yang kini berkembang di Iran).

Pendiri aliran Baha’i ini adalah Mirza Ali Muhammad asy-Syairazi, lahir di Iran 1252 H/1820 M. Ia mengumumkan tidak percaya pada Hari Kiamat, surga dan neraka setelah hisab (perhitungan). Dia menyerukan bahwa dirinya adalah potret dari Nabi-nabi terdahulu. Tuhan pun menyatu dalam dirinya (hulul). Risalah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan risalah terakhir. Huruf-huruf dan angka-angka mempunyai tuah terutama angka 19. Perempuan mendapat hak yang sama dalam menerima harta waris. Ini berarti dia mengingkari hukum al-Qur’an, padahal mengingkari hukum al-Qur’an berarti kufur, tandas Abu Zuhrah.

Mirza Ali di bunuh pemerintah Iran tahun 1850, umur 30 tahun. Sebelum mati, Mirza memilih dua muridnya, Subuh Azal dan Baha’ullah. Keduanya di usir dari Iran. Subuh Azal ke Cyprus, sedang Baha’ullah ke Turki. Pengikut Baha’ullah lebih banyak, hingga disebut Baha’iyah atau Baha’isme, dan kadang masih disebut Babiyah, nama yang di pilih pendirinya, Mirza Ali.

Kemudian dua tokoh ini bertikai, maka di usir dari Turki. Baha’ullah diusir ke Akka Palestina. Disana ia memasukkan unsur syirik dan menentang al-Qur’an dengan mengarang al-Kitab al-Aqdas diakui sebagai wahyu, mengajak ke agama baru, bukan Islam. Baha’ullah menganggap agamanya universal, semua agama dan ras bersatu didalamnya.

Ajaran Baha’ullah:
  1. Menghilangkan setiap ikatan agama Islam, menganggap syari’at telah kadaluarsa. Maka aliran ini tak ada kaitan dengan Islam. –Persamaan antara manusia meskipun berlainan jenis, warna kulit dan agama. Ini inti ajarannya.
  2. Mengubah peraturan rumah tangga dengan menolak ketentuan-ketentuan Islam. Melarang poligami kecuali bila ada kekecualian. Poligami ini pun tidak diperbolehkan lebih dari dua istri. Melarang talak kecuali terpaksa yang tidak memungkinkan antara kedua pasangan untuk bergaul lagi. Seorang istri yang ditalak tidak perlu ‘iddah (waktu penantian). Janda itu bisa langsung kawin lagi.
  3. Tidak ada shalat jama’ah, yang ada hanya shalat jenazah bersama-sama. Shalat hanya dikerjakan sendiri-sendiri.
  4. Ka'bah bukanlah kiblat yang diakui mereka. Kiblat menurut mereka adalah tempat Baha’ullah tinggal. Karena selama Tuhan menyatu dalam dirinya, maka disitulah kiblat berada. Ini sama dengan pandangan sufi (orang tasawuf) sesat bahwa qalbul-mukmin baitullah, hati mukmin itu baitullah.
Informasi Lainnya:
  1. Baha’ullah, pemimpin Baha’i (internasional) mati tahun 1892, kuburannya di Israel, tepatnya di Akka. (Inilah mungkin mengapa shalat mereka berkiblat ke Israel, wallahu a’lam).
  2. Kaum Baha’i percaya bahwa al-Bab (sama dengan Baha’ullah) adalah pencipta segala sesuatu dengan kata-katanya.
  3. Secara organisasi, Baha’i berpusat di Haifa, Israel. Baha’i tersebar di 235 negara melalui Baha’i International Community (BIC).
  4. Ajaran Baha’i masuk ke Indonesia sekitar tahun 1878 (sebelum matinya dedengkot Baha’i, Baha’ullah di Israel, 1892 — penulis buku) melalui Sulawesi yang dibawa dua orang pedagang; Jamal Effendi dan Mustafa Rumi. Melihat namanya tentu berasal dari Persia dan Turki. Ia berkunjung ke Batavia (Jakarta), Surabaya dan Bali.
  5. Baha’i dilarang di Indonesia sejak 15 Agustus 1962. Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden No. 264/Tahun 1962 yang berisikan pelarangan tujuh organisasi, termasuk Baha’i.
  6. Pusat kegiatan Baha’i ada di Chicago, Amerika Serikat.
  7. Aliran Baha’i diresmikan oleh Gus Dur (Abdurrahman Wahid, kiai(?) yang terkenal dengan pemikiran nyelenehnya itu) waktu ia menjabat sebagai Presiden, dan setelah itu pada hari berikutnya muncul pernyataan resmi dari NU (Nahdlatul Ulama) daerah Bandung yang menolaknya.
Demikianlah sekelumit informasi mengenai Baha’i. Untuk lebih lengkapnya silakan merujuk kepada buku tersebut diatas.

*****

Sekte Israel Salat 1 x Sehari, Kiblat ke Gunung

Sekte Baha’i yang diduga kuat berasal dari Israel tidak hanya memiliki kitab suci sendiri. Mereka juga memiliki dogma-dogma lain seperti, shalat menghadap ke arah Gunung Caramel.

Sekretaris MUI Kabupaten Tulungagung, Abu Sofyan Firojuddin menyatakan perbedaan sekte Baha’i dengan agama Islam juga terlihat pada aturan shalat. Umat Baha’i hanya shalat sekali dalam sehari. Kemudian puasa di bulan Ramadhan hanya 17 hari, dan arah kiblat dalam shalat bukan di Ka’bah.

“Sampai saat ini kita masih melakukan kajian mendalam. Kita tidak bisa membubarkan seenaknya. Warga juga menuding mereka (Baha’i) telah kumpul kebo, karena telah menerbitkan surat nikah sendiri,” papar Abu Sofyan di Jawa Timur.

Informasi yang dihimpun, masuknya ajaran Baha’i ke wilayah Kabupaten Tulungagung berlangsung cukup lama. Ajaran yang agak nyeleneh ini awalnya dibawa Slamet Riadi dan Sulur.

Saat ini keberadaanya telah berkembang pesat. Sedikitnya ada 13 tokoh Baha’i dengan jumlah pengikut sekitar 157 orang. Salah seorang tokoh ajaran Bahai Slamet Riyadi ketika ditemui menolak berkomentar. Ia juga menolak untuk di foto. (okezone.com)

*****

Setelah Tulungagung, Baha’i Menyebar ke Blitar

Pengikut ajaran Baha’i ternyata tidak hanya berada di wilayah Kabupaten Tulungagung. Bak cendawan di musim penghujan, pemeluk aliran yang beribadah salat dengan kiblat di Gunung Caramel Israel itu juga muncul di Blitar, Jawa Timur.

Sedikitnya ada 7 orang dari 2 kepala keluarga (KK) yang saat ini bermukim di Desa Pakisrejo, Kecamatan Srengat, Blitar yang menganut ajaran ini. Dari informasi yang berhasil dikumpulkan, salah satu dari kepala keluarga itu bernama Sahari alias Rebo.

Kepada setiap orang yang ditemuinya, Rebo secara terang-terangan mengakui bahwa dirinya seorang Baha’i. Rebo juga tak sungkan menjelaskan, bagaimana keyakinanya memiliki kemiripan dengan ajaran agama Islam dan Kristen.

Dia contohkan, untuk urusan hidup di dunia, kaum Baha’i diwajibkan untuk berikhtiar. Baha’i juga meyakini bahwa Tuhan itu ada di mana-mana. Sementara untuk urusan berhubungan dengan sesama, mereka melaksanakan pola ajaran cinta kasih.

“Namun untuk penyebutan nama Tuhan, Baha’i membebaskan umatnya. Misalnya untuk yang dulunya Islam menyebut dengan Allah. Sedangkan nasrani Tuhan Allah dan untuk Hindu serta Budha Sang Hyang Widi,” tutur warga Srengat yang mengaku kerap berkomunikasi intens dengan Rebo, Rabu (28/10/2009).

Seperti halnya Slamet Riyadi, pembawa ajaran Baha’i di Desa Ringinpitu, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung, Rebo juga dikenal militan melakukan penyebaran (syiar). Terlebih pekerjaanya sebagai pedagang barang rumah tangga dan mebel yang dikreditkan, membuat dirinya mudah bersinggungan dengan orang lain.

“Orangnya cerdas dan pandai berdiskusi. Setiap pembicaraan selalu menyisipi materi soal Baha’i,” papar warga yang tidak mau disebutkan namanya ini. Kepada orang lain, Rebo mengaku dulunya seorang muslim.

Namun karena dia membutuhkan Surat Izin Mengemudi (SIM), dan tidak mungkin mengisi kolom agama diisi dengan Baha’i, dia memilih mencantumkan agama Nasrani. “Dan menurut dia, seluruh keluarga dan kerabatnya yang Baha’i, di desanya juga menuliskan Nasrani sebagai agama mereka,” pungkasnya.

Sekretaris MUI Kabupaten Blitar Ahmad Su’udi ketika dikonfirmasi membenarkan hal tersebut. Ahmad mengakui bahwa di Desa Pakisrejo, Kecamatan Srengat, memang ada warga yang menjadi pengikut Baha’i. Saat ini MUI bersama Kesbanglinmas telah melakukan pemantauan, apalagi dengan munculnya pemberitaan Baha’i di Tulungagung yang secara geografis tidak jauh dari Srengat.

“Saat ini kita sedang melakukan pendekatan kepada mereka, mengenai ajaran yang dianut,” ujar Su’udi kepada wartawan. Untuk meminimalisir terjadinya penyebaran ajaran tersebut, MUI setempat akan menggandeng Depag dan Kantor Dispenduk Catatan Sipil untuk melakukan pendekatan persuasif dan pengawasan kepada mereka.

“Kami juga akan meminta kepada camat, kades dan perangkat desa untuk menolak mereka yang meminta mencantumkan Baha’i sebagai agama dalam KTP-nya,” terang Su’udi.

Mengenai keberadaannya Baha’i ini, Su’udi mengaku belum tahu pasti, apakah ini berasal dari Tulungagung atau daerah lain. “Kita masih menelusuri. Sebelumnya yang kita waspadai di daerah Blitar bagian selatan. Tidak tahunya di Blitar sebelah utara yang justru kemasukan paham seperti ini,” katanya. (okezone.com)

*****

Meski Meresahkan, Polisi Tak Bubarkan Sekte Yahudi

Kebeadaan sekte Baha’i yang berasal dari Israel telah diketahui pihak berwajib atas laporan warga setempat. Namun institusi Polri tidak bisa serta merta membubarkan sekte tersebut.

Aparat berdalih mereka hanya bisa melakukan pengawasan. “Karena keyakinan menyangkut hak asasi manusia,” ujar Kapolres Tulungagung Ajun Komisaris Besar Polisi Rudi Kristantyo di Jawa Timur.

Kapolres mengaku sudah melakukan cross-check ke lapangan terkait laporan warga setempat. Sebagai tindak lanjut, pihaknya telah merekomendasikan agar pihak-pihak yang berwenang turun tangan memberikan pembinaan.

“Kita sudah meminta Majelis Ulama Indonesia, Departemen Agama, dan Pemkab Tulungagung turun tangan mengambil langkah,” ujarnya. (okezone.com)

*****

Depag Tanggapi Dingin Sekte Israel

Keberadaan pengikut sekte Baha’i dengan kiblat Gunung Caramel Israel di Desa Ringinpitu, Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung ditanggapi dingin Departemen Agama (Depag) setempat.

Menurut Kepala Seksi Urusan Agama Depag Kabupaten Tulungagung Akhsan Tohari, pihaknya tidak bisa mengambil langkah apapun, selama ajaran Baha’i tidak menyimpangi dogma agama yang diakui pemerintah.

Kendati belum sepenuhnya memahami, sepengetahuan Akhsan, dirinya tidak menemukan kesamaan ajaran Baha’i dengan dogma yang dianut umat Islam, Nasrani, Katolik, Hindhu, Budha, dan Konghucu.

“Mereka memiliki ajaran sendiri yang tidak sama dengan agama yang diakui pemerintah. Jadi tidak bisa dikatakan menyimpangi. Saya melihat mereka ini hanya aliran, bukan agama,” ujarnya kepada wartawan, Minggu (25/10/2009) malam.

Yang bisa disikapi pada pemeluk Baha’i hanya terkait permintaan pencantuman agama Baha’i dalam KTP dan pembuatan surat nikah sendiri. Tindakan tersebut menurut Akhsan telah melanggar UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Sebab, didalamnya sudah diatur dengan jelas, pernikahan muslim dilakukan di KUA dan non muslim di Kantor Catatan Sipil. Dan itu menjadi tugas kepolisian. “Depag dan MUI menyerahkan sepenuhnya masalah ini ke Kepolisian,” pungkasnya. (okezone.com)

Aliran Hakekok Menyimpang dari Islam

Serang – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Banten menyatakan bahwa aliran Hakekok yang dianut sebagian warga Kabupaten Pandeglang merupakan aliran yang menyimpang dari ajaran Islam.

“Oleh karena itu MUI Banten mendesak Badan Koordinasi Penganut Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakorpakem) segera bertindak tegas,” kata Ketua MUI Banten KH Aminudin Ibrohim di Serang, Kamis.

Selain itu,lanjut Aminudin, aliran Hakekoh di Pandeglang adalah variasi dari tasawuf dan ritual menyimpang.

“Yang dimaksud menyimpang itu, beribadah cukup dengan niat dan dilakukan di tempat gelap. Selain itu laki-laki dan wanita yang bukan muhrimnya diperbolehkan bercampur (berhubungan badan-red),” kata Aminudin.

Dengan alasan itulah MUI Banten mendesak Bakorpakem dan kepolisian untuk segera mengambil tindakan tegas kepada aliran Hakekok ini. Sebab jika terlambat, dikhawatirkan akan lebih meresahkan masyarakat.

“Masyarakat juga bisa lebih anarkis lagi,jika pemerintah membiarkan hal ini terjadi,” terangnya.

Aminudin juga mengatakan, pihak MUI juga akan secepatnya mengambil langkah setelah Bakorpakem bertindak.

“Kami akan lakukan pembinaan kepada penganut aliran itu. Pembinaan ini juga kami lalukan kepada 40 orang penganut aliran Ahmadiyah. Dan hasilnya, Alhamdulillah mereka (penganut Ahamdiyah-red) bisa kembali ke jalan Islam,” kata bapak berkacamata tersebut.

Sementara dihubungi terpisah ketua Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Banten Fatah Sulaeman pihaknya masih melakukan pelacakan apakah jenis organisasi penganut Hakekok.

“Apakah organisasi mereka itu mirip pesantren, majelis ta`lim, atau lainya,” kata Fatah.

Hingga kini padepokan atau majelis zikir milik Syah (45) yang dibakar massa di Desa Sekong, Kecamatan Cimanuk, Kabupaten Pandeglang, Banten, hinggga saat ini masih dijaga ketat polisi. (antaranews.com)

Aliran Sesat Tajul Muluk Berkembang di Madura

Ajaran Tajul Muluk, yang diduga sebagai aliran ajaran sesat, berkembang di wilayah Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur.

“Ajaran ini kami anggap sesat karena tidak percaya shalat Tarawih dan menganggap bahwa shalat Tarawih itu tidak ada di zaman Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam,” kata tokoh ulama Pamekasan K.H. Munif Sayuti saat mendampingi warga Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben yang melaporkan keberadaan ajaran itu ke Mapolwil Madura, Jumat.

Menurut Munif, ajaran Tajul Muluk menganggap salat Tarawih hanya sebagai hasil kreasi ibadah Khalifah Umar bin Khattab, sehingga tidak perlu dilakukan.

Mereka bahkan menganggap shalat Tarawih tergolong bid’ah, yakni sebuah bentuk ibadah tambahan yang tidak diajarkan oleh Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan tidak tertulis dalam al-Qur’an maupun Hadits.

Selain itu, ajaran ini juga tidak mempercayai al-Qur’an yang ada sekarang ini karena dianggap tidak asli, mengingat telah terjadi penambahan dan pengurangan.

Yang mendasari ajaran Tajul Muluk bahwa al-Qur’an yang ada ini mengalami modifikasi, adalah karena mengalami revisi pada masa Khalifah Ustman bin Affan.

“Kami merasa ikut terpanggil untuk melaporkan persoalan ajaran sesat Tajul Muluk ini, karena sudah menyangkut hal-hal yang prinsipil di dalam Islam yang bisa menggoyahkan aqidah umat Islam,” kata K.H. Munif Sayuti, yang juga ketua Front Pembela Islam (FPI) Pamekasan itu.

Sebagian besar umat Islam di wilayah Kecamatan Omben Sampang, kini mengaku resah dengan ajaran Islam Tajul Muluk tersebut yang dianggapnya sangat berbeda jauh dengan pemahaman Islam mayoritas di wilayah tersebut.

Menurut K.H. Munif Sayuti, ada delapan ajaran pokok Islam Tajul Muluk yang berbeda dengan ajaran islam ahlus-sunah wal-jama’ah. “Yang sangat prinsipil dari delapan ajaran Tajul Muluk ini karena ia mengganggap al-Qur’an telah mengalami perubahan,” katanya.
Kapolwil Madura Kombes Pol Suro Jouhari menyatakan, akan segera menyelidiki kasus aliran Islam yang diduga sesat di wilayah Kabupaten Sampang tersebut.

“Sebagai antisipasi, kami telah memerintahkan personel untuk melakukan pengamanan agar tidak terjadi kerusuhan,” kata Kapolwil melalui saluran telepon.

Sebenarnya, lanjut dia, kasus dugaan ajaran sesat Tajul Muluk sudah diketahui masyarakat Kecamatan Omben, Sampang, sejak 2004 lalu. Namun ia menghentikan ajaran setelah mendapat protes warga.

Tahun 2006 lalu, ajaran ini kembali disebarkan kepada masyarakat umum. Namun berhasil dihentikan oleh masyarakat dan Tajul Muluk waktu itu berjanji akan menghentikan ajarannya.

Menurut Kapolwil, persoalan keyakinan dan pemahaman agama sangat krusial, sehingga pihaknya perlu bertindak cepat. “Tapi saya sangat berterima kasih kepada warga yang tidak main hakim sendiri dengan melaporkan kepada aparat kepolisian seperti ini,” katanya. (antaranews.com)

Usai Gempa Padang Jadi Kota Mati

Populasi Gempa Sumatera Barat

Rabu, 30 September 2009 22:08 WIB

Padang - Seusai gempa berkekuatan 7,6 SR yang mengguncang Sumatera Barat, kota Padang, Rabu, menjadi kota mati.

Informasi yang diterima Antara, mengatakan, arus listrik padam dan telepon terganggu, semnetara banyak warga tertimpa reruntuhan bangunan. Pasar Raya dan sejumlah gedung di kota itu terbakar.

Wali Kota Padang Fauzi Bahar dan wakilnya Mahyeldi Ansharullah memantau kota sambil menenangkan warga melalui stasiun RRI.


Garis Rawan Gempa

Naqsabandiyah Mulai Puasa Dua Hari Lebih Awal



Jum’at, 21 Agustus 2009 13:42 WIB

Meski pemerintah melalui Departemen Agama telah resmi mengumumkan awal puasa Ramadhan jatuh pada Sabtu tanggal 22 Agustus 2009 namun beberapa pengikut aliran ajaran islam tertentu memulai puasa Ramadhan lebih dulu dari jadwal puasa nasional. Seperti yang dilakukan oleh aliran ajaran tarekat Naqsabandiyah di Padang, Sumatera Barat, yang telah memulai puasa Ramadan pada Kamis (20′08). Pada Rabu malam, jemaah Naqsabandiyah juga telah melaksanakan salat tarawih di Masjid Baitul Makmur, Kecamatan Pauh, Padang. Berdasarkan metode penghitungan yang diyakini, para pengikut Naqsabandiyah selalu lebih awal melaksanakan puasa dibanding penetapan pemerintah. Hal ini sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu. (swaberita.com)

*****


Jamaah Naqsabandiyah Sumbar Rayakan Idul Fitri Hari Ini

Sabtu, 19 September 2009 14:35 WIB

Padang - Jamaah Tarikat Naqsabandiyah Kota Padang, Sumatera Barat Sabtu pagi telah merayakan Hari Raya Idul Fitri 1430 Hijriah.

Shalat Idul Fitri Jamaah Tarikat Naqsabandiyah digelar di surau Baitul Makmur dan surau Baru, Kelurahan Cupak Tangah, Kecamatan Pauh Padang, yang keduanya hanya berjarak sekitar 200 meter.

Di kedua tempat ibadah tersebut, sedikitnya 500 jamaah ikut melaksanakan ibadah Shalat Idul Fitri pada pukul 08.00 WIB.

Dari pantauan Antara, pelaksanaan shalat di kedua tempat tersebut berjalan lancar. Takbir terdengar berkumandang di kedua surau tersebut.

Di Surau Baitul Makmur tampil sebagai khatib Mursyid Syafri Malin Mudo.

Dalam khutbahnya dia berharap ibadah puasa tahun ini lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya. "Semoga kita bisa menjadi orang yang bertaqwa di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala", katanya.

Dia juga mengharapkan Jamaah Naqsabandiyah meningkatkan ibadah kepada Allah dengan senantiasa menguatkan akidah Islam.

Usai pelaksanaan shalat, para jamaah saling bersalaman sambil saling bermaaf-maafan dan dilanjutkan dengan halal bi halal dengan menyantap makanan yang dibawa masing-masing jamaah.

Nurizah (70), salah sorang jamaah mengungkapkan, mengikuti lebaran lebih awal karena sudah tradisi sejak tahun-tahun sebelumnya.

Aliran yang memiliki pengikut sekitar 3.000 orang tersebut sebelumnya melaksanakan puasa dua hari lebih cepat dari pengumuman pemerintah yang menetapkan 1 Ramadhan yang jatuh pada Sabtu, 22 Agustus 2009 lalu.

Penghitung hari puasa Jamaah Naqsabandiyah dilakukan dengan hisab Muhjid dimana pelaksanaan puasa dilakukan selama 30 hari.

Di Kota Padang selain di Kecamatan Pauh, Jamaah Naqsabandiyah juga terdapat di Kelurahan Tarantang, Baringin, Bandar Buat. Selain di Kota Padang, jamaah juga tersebar di Limapuluh Kota , Pesisir Selatan, Kabupaten Solok Selatan, Padang Pariaman, dan Pasaman.(antaranews.com)

Padepokan Zikir Naqsabandiyah Dibakar Massa


Jum'at, 11 September 2009 - 06:05 WIB

Pandeglang - Padepokan zikir Qodiriyah-Naqsabandiyah milik Ustadz Sahrudin (45) di Kampung Sekong Rt 01/01, Desa Sekong, Kecamatan Cimanuk, Kab. Pandeglang saat ini sudah rata dengan tanah. Padepokan itu dibakar massa karena diduga mengajari aliran sesat.

Warga emosi melihat padepokan yang berada menyendiri dari pemukiman warga itu karena sering melakukan ritual yang tidak lazim dilakukan ajaran Islam pada umumnya. Sebagai puncak kekesalan warga kemudian membakar padepokan hingga rata dengan tanah.

Aksi pembakaran ini dipicu karena kekesalan warga terhadap pemilik padepokan tersebut Sahrudin yang diduga mengajarkan aliran sesat.

Riyat (23) warga sekitar mengatakan, Sahrudin dianggap sesat dalam mengajarkan Islam karena melakukan aktifitas ibadah dengan cara yang aneh.

"Puluhan penganutnya dikumpulkan di padepokan dan hanya mengucap bacaan zikir saja tanpa melakukan salat, jadi kami terpaksa membakar tempat ini," kata Riyat ketika ditemui okezone, Kamis 10 September petang.

Menurut penuturan warga sekitar, para pengikut Sahrudin mayoritas berasal dari Jakarta. Bahkan, Sahrudin juga bukan warga asli desa setempat. Dia pendatang yang baru tinggal sekira empat tahun di Desa Sekong.

Saat ini Sahrudin harus digelandang ke Polres Pandeglang untuk dimintai keterangan atas kasus padepokan tersebut. (okezone.com)

Kufur Dan Takfir

Oleh: Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Definisi Kufur

Kufur secara bahasa, berarti menutupi. Sedangkan menurut syara’, kufur adalah tidak beriman kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam , baik dengan mendustakannya atau tidak mendustakannya 1. Orang yang melakukan kekufuran, tidak beriman kepada Allah dan Rasul- Nya disebut kafir.

Prinsip-Prinsip Ahlus Sunnah Dalam Masalah Kufur Dan Takfir

Masalah takfir (kafir-mengkafirkan) adalah masalah yang sangat berbahaya. Karena itu, para ulama sangat berhati-hati dalam masalah ini, sebagaimana penjelasan Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah : “Karena inilah, wajib berhatihati dalam mengkafirkan kaum Muslimin dengan sebab dosa dan kesalahan (yang dilakukan). Karena hal ini adalah bid’ah yang pertama kali muncul dalam Islam, sehingga pelakunya mengkafirkan kaum Muslimin dan menghalalkan darah serta harta mereka”.2

Di bawah ini saya akan jelaskan kaidah-kaidah menurut para ulama Ahlus Sunnah tentang masalah kufur dan takfir.

1. Masalah pengkafiran adalah hukum syar’i dan tempat kembalinya kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

2. Barangsiapa yang tetap keislamannya secara meyakinkan, maka keislaman itu tidak bisa lenyap darinya, kecuali dengan sebab yang meyakinkan pula.3

3. Tidak setiap ucapan dan perbuatan -yang disifatkan nash sebagai kekufuran- merupakan kekafiran yang besar (kufur akbar) yang mengeluarkan seseorang dari agama, karena sesungguhnya kekafiran itu ada dua macam, yaitu: kekafiran kecil (asghar) dan kekafiran besar (akbar). Maka, hukum atas ucapan-ucapan maupun perbuatan-perbuatan ini, sesungguhnya berlaku menurut ketentuan metode para ulama Ahlus Sunnah dan hukumhukum yang mereka keluarkan.

4. Tidak boleh menjatuhkan hukum kafir kepada seorang muslim, kecuali telah ada petunjuk yang jelas, terang dan mantap dari al-Qur‘an dan as-Sunnah atas kekufurannya. Maka, dalam permasalahan ini, tidak cukup hanya dengan syubhat dan zhan (persangkaan) saja.

Ahlus Sunnah tidak menghukumi atas pelaku dosa besar tersebut dengan kekafiran. Namun menghukuminya sebagai bentuk kefasikan dan kurangnya iman, apabila bukan dosa syirik dan dia tidak menganggap halal perbuatan dosanya. Hal ini karena Allah Ta’ala berfirman,

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar” [QS. an-Nisa‘:48]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam memperingatkan dengan keras tentang tidak bolehnya seseorang menuduh orang lain dengan “kafir” atau “musuh Allah”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

"Barangsiapa yang mengatakan kepada saudaranya “wahai kafir”, maka dengan ucapan itu akan kembali kepada salah satu dari keduanya, apabila seperti yang ia katakan; namun apabila tidak, maka akan kembali kepada yang menuduh”.4

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Dan barangsiapa yang menuduh kafir kepada seseorang atau mengatakan ia musuh Allah, sedangkan orang tersebut tidaklah demikian, maka tuduhan tersebut berbalik kepada dirinya sendiri”.5

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah seseorang menuduh orang lain dengan kefasikan ataupun kekufuran, karena tuduhannya akan kembali kepada dirinya, jika orang yang dituduh tidak seperti yang ia tuduhkan.6

5. Terkadang ada keterangan dalam al-Qur‘an dan as-Sunnah yang mendefinisikan bahwa suatu ucapan, perbuatan atau keyakinan merupakan kekufuran (bisa disebut kufur). Namun, tidak boleh seseorang dihukumi kafir, kecuali telah ditegakkan hujjah atasnya dengan kepastian syarat-syaratnya, yakni mengetahui, dilakukan dengan sengaja dan bebas dari paksaan, serta tidak ada penghalang-penghalang (yang berupa kebalikan dari syarat-syarat tersebut).7

Dan yang berhak menentukan seseorang telah kafir atau tidak adalah Ahlul ‘Ilmi yang dalam ilmunya, dan para ulama Rabbani 8 dengan ketentuan-ketentuan syari’at yang sudah disepakati.

6. Ahlus Sunnah tidak mengkafirkan orang yang dipaksa (dalam keadaan diancam), selama hatinya tetap dalam keadaan beriman. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman

“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya adzab yang besar”. [QS. an-Nahl:106]

7. Kufrun akbar (kekafiran besar) ada beberapa macam, sebagai berikut:

a. Juhud (mengingkari)
b.Takdzib (mendustakan)
c. Iba‘ (sikap enggan)
d. Syak (keraguan)
e. Nifaq (kemunafikan)
f. I’radh (sikap berpaling)
g. Istihza‘ (memperolok-olok)
h. Istihlal (penghalalan)

8. Sebab-sebab yang dapat membawa kepada kekafiran besar ada tiga macam, yaitu: perkataan, perbuatan, dan i’tiqad (keyakinan). Di antara kufur ‘amali (perbuatan) dan qauli (ucapan), ada yang bisa mengeluarkan pelakunya dari agama dengan sendirinya dan tidak mensyaratkan penghalalan hati. Yaitu sesuatu perbuatan atau perkataan yang jelas bertentangan dengan iman dari segala seginya, misalnya menghujat Allah Ta’ala, mencaci-maki Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersujud kepada berhala, membuang mushaf al Qur`an di tempat sampah, dan perbuatan-perbuatan lain yang semakna dengan itu.

Dijatuhkannya hukum kufur ini kepada orang-orang tertentu tidak boleh, melainkan setelah memenuhi syarat-syarat (kufur) yang bisa diterima, sebagaimana perbuatan-perbuatan lain yang menyebabkan kafir pelakunya.

9. Sesungguhnya amalan kekafiran adalah kufur dan bisa menyebabkan pelakunya kafir, sebab keadaannya menunjukkan kepada batinnya yang juga kufur. Ahlus Sunnah tidak mengatakan seperti ucapannya para ahli bid’ah: “Amalan kekafiran tidak kufur, tapi dia menunjukkan kepada kekufuran!” Perbedaan keduanya jelas.

10. Sebagaimana ketaatan merupakan sebagian dari cabang-cabang iman, demikian juga maksiat merupakan sebagian dari cabang kekafiran. Masing-masing sesuai dengan kadarnya.

11. Ahlus Sunnah tidak mengkafirkan seorang pun dari ahlul kiblat (kaum Muslimin), yang dikarenakan dosa-dosa besarnya. Mereka mengkhawatirkan terjadinya nash-nash ancaman kepada pelaku dosa-dosa besar, walaupun mereka tidak kekal di dalam neraka. Bahkan mereka akan bisa keluar dengan syafa’at para pemberi syafa’at, dan karena rahmat Allah Ta’ala disebabkan pada mereka masih ada tauhid. Pengkafiran karena dosa besar adalah madzhab Khawarij yang keji. 9

Perbedaan Antara Kufur Akbar (Besar) dan Kufur Asghar (Kecil)

1. Kufur besar mengeluarkan pelakunya dari agama Islam dan menghapuskan (pahala) amalnya, sedangkan kufur kecil tidak menjadikan pelakunya keluar dari agama Islam, juga tidak menghapuskan (pahala) amalnya, tetapi bisa mengurangi (pahala)nya sesuai dengan kadar kekufurannya, dan pelakunya tetap dihadapkan dengan ancaman.

2. Kufur besar menjadikan pelakunya kekal di dalam neraka, sedangkan kufur kecil, jika pelakunya masuk neraka, maka ia tidak kekal di dalamnya, dan bisa saja Allah Ta’ala memberi ampunan kepada pelakunya sehingga ia tidak masuk neraka sama sekali.

3. Kufur besar menjadikan halal darah dan harta pelakunya, sedangkan kufur kecil tidak demikian.

4. Kufur besar mengharuskan adanya permusuhan yang sesungguhnya, antara pelakunya dengan orang-orang mukmin. Dan orang-orang mukmin tidak boleh mencintai dan setia kepadanya, betapa pun ia adalah keluarga terdekat. Adapun kufur kecil, maka ia tidak melarang secara mutlak adanya kesetiaan, tetapi pelakunya dicintai dan diberi kesetiaan sesuai dengan kadar keimanannya, dan dibenci serta dimusuhi sesuai dengan kadar kemaksiatannya.10 Wallaahu a’lam.

[Dinukil dari Majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun XI/1428H/2007M. Judul Lengkapnya Hakikat Iman, Kufur, Dan Takfir Menurut Ahlus Sunnah Wal Jama'ah & Menurut Firqah-Firqah Yang Sesat. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Almat Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183. telp. 0271-5891016]
__________
Foot Note
  1. Majmu’ Fatawa’:XII/335, dan lihat ‘Aqidatut-Tauhid, Syaikh Shalih al-Fauzan, halaman 81.
  2. Majmu’ Fatawa:XIII/31.
  3. Majmu’ Fatawa’:XII/466.
  4. Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim:60, Abu ‘Awanah:I/23, Ibnu Hibban:250 at-Ta’liqatul-Hisan ‘ala Shahih Ibni Hibban), dan Ahmad:II/44; dari Sahabat ‘Abdullah Ibnu ‘Umar Radhiyallahu 'anhuma .
  5. Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim:61; dari Sahabat Abu Dzar Radhiyallahu 'anhu
  6. Hadits shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari:6045, dan Ahmad:V/181; dari Sahabat Abu Dzar Radhiyallahu 'anhu
  7. Syarat-syarat seseorang bisa dihukumi kafir: [1] mengetahui (dengan jelas), [2] dilakukan dengan sengaja, dan [3] tidak ada paksaan. Sedangkan Intifa’ul-Mawani’ (tidak ada penghalang yang menjadikan seseorang dihukumi kafir), yaitu kebalikan dari syarat tersebut di atas: [1] Tidak mengetahui, [2]. Tidak disengaja, dan [3] Karena dipaksa. Lihat Mujmal Masa’ilil Iman wal Kufr al-‘Ilmiyyah fi Ushulil-‘Aqidah as-Salafiyyah, Cetakan II Tahun 1424 H, halaman 28-35, dan Majmu’ Fatawa’:XII/498.
  8. Rabbani, adalah orang yang bijaksana, ‘alim, dan penyantun, serta banyak ibadah dan ketakwaannya. Lihat Tafsir Ibnu Katsir:I/405.
  9. Lihat bahasan kufur dan takfir dalam Majmu’ al-Fatawa:XII/498 dan Mujmal Masa’ilil-Iman wal-Kufr al-‘Ilmiyyah fi Ushulil-‘Aqidah as-Salafiyyah, oleh Musa Alu Nashr, ‘Ali Hasan al-Halabi al-Atsari, Salim bin ‘Ied al-Hilali, Masyhur Hasan Alu Salman, Husain bin ‘Audah al-‘Awaisyah, Basim bin Faishal al-Jawabirah - -, Cetakan II Tahun 1424 H, halaman 28-35. Lihat pula Al-Wajiz fi ‘Aqidatis-Salafish-Shalih, ‘Abdullah bin ‘Abdil Hamid al-Atsari, di muraja’ah dan di taqdim oleh beberapa ulama, Darur-Rayah, Cetakan II Tahun 1422 H, halaman 121-126, dan Fitnatut-Takfiir, oleh Muhadditsul‘Ashr Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, Taqdim : Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, dan Ta’liq : Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin , dikumpulkan oleh ‘Ali bin Husain Abu Lauz, Dar Ibnu Khuzaimah, Cetakan II Tahun 1418 H, dan Tabshir bi Qawa’idit-Takfiir, Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid, Cetakan I Tahun 1423 H.
  10. ‘Aqidatut Tauhid, Syaikh Shalih bin Fauzan bin ‘Abdullah al-Fauzan, halaman 84. Pembahasan tentang Pembatal-Pembatal Islam dapat dilihat pada buku saya, Prinsip Dasar Islam, Pustaka at-Taqwa, Bogor, Cetakan II.

Download E-book: Prinsip dan Kaidah Takfir

BEGINILAH KESESATAN TASAWUF


Perhatikan baik-baik penyimpangan ibadah hingga terjerumusnya ke dalam jurang kebinasaan iman, ada kemiripan dengan Yahudi.

Subhat: Muhammad Hisham Kabbani

A`udzu billahi min ash-shaytaan ir-rajiim
Bismillahi 'r-Rahmani 'r-Rahiim

Nawaytu'l-arba`iin, nawaytu'l-`itikaaf, nawaytu'l-khalwah, nawaytu'l-riyaadah, nawaytu's-suluuk, nawaytu'l-`uzlah lillahi ta`ala fii hadza'l-masjid. Ati` Allah wa ati` ar-Rasula wa uli 'l-amri minkum. Kita harus selalu patuh kepada Allah dan Nabi-Nya Sayyidina Muhammad sebagaimana Nabi katakan dalam hadist: “man ata`annii faqad ata`Allah”.

Dan Allah berfirman dalam Al Qur'an Suci: “man ata` ar-Rasul faqad ata`Allah”.

Dan Nabi menambahkan pada: "mana ata`a amiirii faqad ata`annii” (barangsiapa yang mematuhi amir-ku”. Seseorang yang aku tunjuk untuk bertanggung-jawab terhadap anggota kelompok itu jika di tunjuk seseorang "kau harus mematuhinya- kemudian kau akan mematuhi aku."

Dan dari sini kepatuhan kepada “Shuyukh”, kepada guru-guru menjadi sebuah hal penting. Dan kita bersyukur kepada Allah dengan berkah-berkah-Nya, Dia menuntun kita kedua Shuyukh, Grandshaykh, yang kita lihat dalam hidup kita, Sayyidina Shaykh Abdullah Faiz Daghestani yang sudah wafat dan meninggalkan dunia dan Mawlana Shaykh Muhammad (saw) Nazim al-Haqqani, Semoga Allah mengaruniai beliau umur panjang, kita harus patuh kepada beliau, meski pun dalam thariqah-thariqah berbeda, mereka harus mematuhi guru-guru mereka. Sebagaimana kau patuh kepada ayahmu, kau patuh kepada gurumu kemudian mereka akan membukakan kepadamu rahasia-rahasia yang disembunyikan dari kita.

Grandshaykh pernah berkata, semoga Allah memberkahi jiwa beliau, pernah berkata, bahwa: "Jangan pikir itu tidak penting untuk menghadiri dzikir dan kau tidak datang."

Sebagian orang dari kita sekarang ini berkata: "Aku sibuk, aku tidak bisa datang." Yang lain berkata: "Hari ini aku sakit, aku tidak datang." Yang lain berkata: "Hari ini aku ada urusan, aku tidak dapat datang."

Ada 3 pengecualian bagi seseorang untuk tidak menghadiri dzikir, jika dia sakit, jika dia dalam perjalanan dan jika dia mempunyai tamu penting. Lain dari itu sangat penting menghadiri dzikir. Karena sebagaimana dijelaskan dzikir bagaikan sebuah mesin cuci. Mengingat Allah akan menghapus semua kekotoran kita dan akan menjaga kita dari minggu ke minggu; tidak kotor dan tidak bau dan sampai minggu berikutnya dzikrullah itu akan membawa pergi semua kekotoran.

Dan Grandshaykh menambahkan "Jika seseorang akan memberitahukanmu aku mempunyai sebuah pekerjaan bagimu dan aku akan memberimu 2 buah koin emas untuk perkerjaan itu yang menghabiskan waktu satu jam, apakah kau lebih memilih melakukan dzikir atau apakah kau lebih memilih pergi dan mengambil 2 buah koin emas itu, kemudian jika seseorang berkata: “Aku lebih memilih 2 buah koin emas” maka dia menderita kehilangan yang besar.

Dzikir adalah penting seperti para malaikat melingkar hingga sampai langit, mereka ditugaskan melakukan dzikir bagi kita hingga Hari Perhitungan dan mereka terus melanjutkannya dari minggu ke minggu, itu semakin naik.

Itu hadist Nabi bahwa "Seseorang yang tidak duduk mengingat Allah sampai para malaikat akan mengelilingi mereka hingga ke Singgasana ('Arsy)." Jadi Allah Maha Pemurah, Dia tidak menghentikannya. Dia akan memberikan malaikat baru setiap waktu (yang baru) untuk melakukan dzikrullah hingga ke langit ke Surga dan rahasia-rahasia akan datang. Dan semua rahasia ini diakumulasikan dari dzikir ke dzikir dan semua rahasia ini akan dikirimkan oleh Allah kepada orang-orang yang hadir berdzikir, tetapi Allah tidak membukakan itu ke hati/qalbu mereka karena kita adalah orang-orang yang berlumuran dosa. Tapi mereka akan diakumulasikan dibawah Tangan Allah dan dibawa tangan Nabi dan tidak akan pernah hilang. Setiap minggu mereka terakumulasi hingga kau dipanggil dan mencapai 7 hembusan nafas terakhir lalu rahasia-rahasia itu akan dibukakan.

Aku tidak akan berlama-lama. Dan dalam perjalananku aku mendengar terlalu banyak orang berbicara mengenai Enneagram. Orang-orang disini mungkin tidak tahu tentang itu. Ini adalah sebuah ajaran bagaimana untuk membuka titik-titik penting, seperti titik-titik pin, kode pin. Kau katakan kode pin. Seperti kau menekannya seperti pada komputer kau menekan sebuah tombol, itu akan mengijinkanmu untuk menavigasi seluruh dunia.

Inilah titik-titik pin, 9 buah titik yang Allah karuniai rahasia kepada Thariqah sufi Naqsybandi dan dari sanalah orang-orang berusaha untuk berbicara tentang Enneagram tapi seungguhnya ini mengenggam tangan-tangan Grandshaykh.

Ada 9 buah titik yang 7 dari padanya ada di atas dada, 7 buah lapisan yang kita sebut “lataa'if”, lataa'if ini merupakan perwujudan (tajalli) halus dari tingkat-tingkat (maqam) berbeda yang akan terbuka satu per satu.

Dan lainnya, banyak orang berbuat kesalahan, mereka berkata lataa'if ini ada dalam perut atau dalam kepala. Tapi sebenarnya lataa'if ini ada dalam hati/qalbu dan dalam pikiran. Dan setiap dari mereka mempunyai warna berbeda-beda yang diketahui dan dipahami oleh “awliyaullah.


Jadi, inilah 9 buah titik bagaimana kita dapat menghitungnya. Kita hitung mereka 1, lalu 1+1, lalu kau tambah 1 maka menjadi 3, lalu setiap kali kau tambah 1.

Jadi kau harus menghitungnya 1,2,3,4,5,6,7,8,9 dan kemudian 10 dimana terdiri dari 1 dan nol. Nol adalah tidak ada keberadaan kecuali Allah, Sang Maha Esa.

Jadi dimulai dengan titik awal, titik ke 2, titik ke 3.

Seperti mereka kau menambahkan ke titik satu. Kau menambahkan identitasmu dalam Hadirat Illahiah. Disana kau melakukan syirik. Satu tidak bisa ditambahkan apa-apa. Satu adalah Allah swt, Ke-Esa-an-Nya ada dimana-mana.

Tapi lingkaran 9 buah titik ini akan dibukakan bagi kita, jika rahasia-rahasia dibukakan, itu Hadirat Illahiah. Dan Mawlana memberikan ijin untuk berbicara sesuatu malam ini; aku tidak akan berbicara. Jika kau mengambil penmu dan kertasmu dan tuliskan 1 dan kemudian tuliskan 2 didekatnya.

Lalu tuliskan 3 lalu tuliskan 4 lalu 5, lalu 6, lalu 7, lalu 8, lalu 9 dan lalu 0.

Kemudian 10 [yang berarti 0]: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0

Tuliskan dari kiri ke kanan atau dari kanan ke kiri, cara Inggris.

Jika kau melakukan ini bagi semua bilangan 1+1 = 2, 2+ 1= 3, 3+1 =4

Jika kau perhatikan 1, apa yang bisa dibagi dengan 1?. Ini 1. 1 dibagi 1.

Angka 2 apa yang membagi 2?. Ini bisa dibagi dengan 1 dan dengan 2. Benar?

Angka 3, ini bisa dibagi dengan 1 dan ini bisa dibagi dengan 3.

Angka 4 bisa dibagi dengan 1 dan bisa dibagi dengan 2 dan bisa dibagi
dengan 4.

Letakkan mereka dibawah masing-masing angka sehingga dibawah 4
adalah 1,2,4.

Angka 5 bisa dibagi dengan 1 dan 5.

Angka 6 bisa dibagi dengan 1, 2, 3 dan 6.

Gambarkan itu jadi dibawah setiap angka adalah angka-angka yang bias membaginya:

Jadi 114 adalah ayat-ayat Al Qu'an Suci dan jika kau meletakkan angka “0” sebelumnya maka akan menjadi 1140.

Jika kau menambahkan angkat-angka ayat surat ini, ayat-ayat mereka berjumlah 1140 ayat.

Jadi jika kita membaca sebanyak 1140 kali Nama-nama Indah dan Atribut-atribut yang mana pun, kemudian Nama-nama Indah danAtribut-atribut yang dibacakan lalu Allah akan mewujudkan (tajalli) Nama Indah itu atasmu. Jika kau membaca 1140 Surat al-Ikhlaas, lalu Allah akan mewujudkan (tajalli) rahasia Qur'an Suci atasmu.

Jadi, 9 titik ini ada di Enneagram, yang akhirnya menjadi angka-angka dari surat-surat Al Qur'an Suci dan mereka berakhir menjadi angka-angka dari ayat-ayat Al Qur'an Suci dari surat-surat itu. Dan awliyaullah mengunakan angka-angka ini untuk membuka rahasia-rahasia itu.

*****


*****


http://www.nurmuhammad.com/NaqshbandiSecrets/tafsirnabasecretsoftheheart.htm

*****


http://www.nurmuhammad.com/Meditation/Mainmeditationmuraqabah.htm

http://www.nurmuhammad.com/NurNabi/perfectionoftheholyface.htm

*****

Dan ini simbol YAHUDI laknatulloh
Star of David

Waspadai Upaya Pemurtadan Agama Berkedok Bantuan Gempa


Mantan Ketua Dewan Dakwah Islamiah Indonesia (DDII) Provinsi Sumatra Barat (Sumbar), Buya H. Mas`oed Abidin mengingatkan masyarakat daerah itu, terutama yang terkena bencana gempa bumi jangan sampai berubah aqidah karena berharap bantuan.

Buya Mas`oed Abidin menyatakan itu, ketika diminta tanggapannya adanya penyitaan 24 buah Injil, selebaran dan komik anak-anak oleh Polresta Padang Pariaman, Kamis (29/10). Dia sangat menyayangkan adanya relawan yang berkedok menyalurkan bantuan kemanusiaan untuk memurtadkan (mengkafirkan) masyarakat yang memeluk Islam.

“Betul sejumlah masyarakat Sumbar pasca gempa tengah berada dalam keadaan susah, lapar dan rumah rusak. Namun, bukan berharap bantuan untuk mengubah aqidah (agama) mereka,” kata buya menyesalkan ulah oknum tak bertanggung jawab tersebut.

Jadi, relawan yang ingin merusak aqidah masyarakat Minang, agar kembali sadar dan sebaiknya kembali bawa misi tersebut jauh-jauh. “Masyarakat korban benar berharap bantuan yang disalurkan dengan ikhlas tanpa ada iming-imingnya mengkafirkan,” katanya.

Ia menambahkan, kalau ada “udang dibalik batu” sebaiknya tak disalurkan bantuan. Justru itu, masyarakat Sumbar yang berada di daerah terkena bencana gempa beberapa waktu lalu, diminta tak terpengaruh dengan bantuan yang sampai merubah aqidah.

“Harga Islam bukanlah sebungkus mie instan. Lebih baik masyarakat makan tanah dan berlindung di bawah langit dari pada aqidah berubah,” katanya mengingatkan masyarakat.

Dugaan kasus pemurtadan di kawasan Patamuan, Padang Alai, Kabupaten Padang Pariaman, tercium pihak Polresta Pariaman. Polresta berhasil menyita 24 buah Injil. Selain itu, juga selebaran dan komik anak-anak dengan judul “Si Bodoh” dan “Bagaimana Caranya jadi Kaya” yang diduga komik itu disebarkan ke sekolah-sekolah. Selanjutnya, ketiga pelaku pemurtadan itu juga datang dalam rangka memberikan bantuan uang, yakni bagi orang dewasa Rp10 ribu/orang, anak-anak Rp5.000/orang.

Kasat Reskrim Polresta Pariaman, AKP Hendri Yahya, menyebutkan ada tiga orang pelaku, St dan RG asal California, AS didampingi penerjemah mereka Doni dari Jakarta. “Kita sudah mengopi paspor dan identitasnya mereka, kini tengah dilacak organisasi mereka,” katanya dan menambahkan, pihaknya belum bisa menetapkan tindakan atas kasus tersebut. Bila sudah, Mabes Polri yang akan menangani.

Tindak misionaris itu tercium ketika beredarnya video hasil rekaman ponsel berisi ajakan murtad berdurasi 48 detik di Kabupaten Padang Pariaman. (tvone.co.id)

30 October 2009

Misi Yahudi Merusak Agama

Bagi umat Islam, nama Free Masonry sudah tidak asing lagi. Organisasi ini pernah beroperasi di Indonesia selama 200 tahun. Dalam buku Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962, karya Dr. Th Steven dijelaskan misi organisasi yang memiliki simbol Bintang David ini: ”Setiap insan Mason Bebas mengemban tugas, dimana pun dia berada dan bekerja,untuk memajukan segala sesuatu yang mempersatukan dan menghapus pemisah antar manusia.”

Cermatilah misi Free Mason ini! Yakni, “menghapus pemisah antar manusia!”. salah satu yang sianggap sebagai pemisah antar manusia adalah ”agama”. Maka, jangan heran, jika banyak manusia berteriak lantang: ”semua agama adalah sama”. Atau, ”semua agama adalah benar, karena merupakan jalan yang sama-sama sah untuk menuju Tuhan yang satu.” Siapa pun Tuhan itu, tidak dipedulikan. Yang penting Tuhan! Ada yang menulis bahwa agama adalah sumber konflik, sehingga perlu dihapuskan secara perlahan-lahan. Free Mason menyatakan tidak memusuhi agama, tetapi misinya jelas menghapus pemisah antar manusia, termasuk di dalamnya adalah agama.

Sejak awal abad ke-18, Freemasonry telah merambah ke berbagai dunia. Di AS, misalnya, sejak didirikan pada 1733, Free Mason segera menyebar luas ke negara itu, sehingga orang-orang seperti George Washington, Thomas Jefferson, John Hancock, Benjamin Franklin menjadi anggotanya. Prinsip Freemasonry adalah “Liberty, Equality, and Fraternity”. (Lihat, A New Encyclopedia of Freemasonry, (New York: Wing Books, 1996).

Harun Yahya, dalam bukunya, Ksatria-kstaria Templar Cikal Bakal Gerakan Free Masonry (Terj.), mengungkap upaya kaum Free Mason di Turki Utsmani untuk menggusur Islam dengan paham humanisme. Dalam suratnya kepada seorang petinggi Turki Utsmani, Musthafa Rasyid Pasya, August Comte menulis, “Sekali Utsmaniyah mengganti keimanan mereka terhadap Tuhan dengan humanisme, maka tujuan di atas akan cepat dapat tercapai.” Comte yang dikenal sebagai penggagas aliran positivisme juga mendesak agar Islam diganti dengan positivisme.

Paham humanisme sekular adalah paham Free Mason, yang kemudian diglobalkan – salah satunya – melalui konsep HAM. Maka, jangan heran, jika Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang ditetapkan tahun 1948 sarat dengan muatan humanisme dan tidak berdasarkan agama tertentu. Karena itulah, sejumlah pasalnya jelas-jelas bertabrakan dengan konsep Islam. Kata mereka, konsep HAM itu universal dan bisa diterima semua umat manusia. Faktanya, dunia Islam menolak pasal 16 dan 18 DUHAM (tentang kekebasan perkawinan dan kebebasan untuk pindah agama). Dunia Islam mengajukan gagasan alternatif dalam Deklarasi Kairo yang tetap mempertahankan faktor agama dalam konsep perkawinan dan kebebasan beragama.

Kaum Yahudi tentu saja banyak yang aktif di organisasi seperti Free Mason ini. Di Turki Utsmani, tokoh-tokoh Yahudi di Free Mason memberikan pengaruh besar terhadap pemikiran para aktivis Gerakan Turki Muda. Bahkan, kuat sekali indikasinya, Yahudi merancang dan mendominasi arah organisasi lintas agama ini. Dan ini sangat bisa dipahami. Selama ribuan tahun Yahudi menjadi korban penindasan kaum Kristen di Eropa. Dengan berkembangnya aktivitas Free Mason, maka secara otomatis, penindasan terhadap Yahudi bisa semakin diminimalkan. Karena itulah, di Eropa organisasi yang membawa misi kaum Templar ini menjadi musuh Gereja.

Meskipun mengaku bukan sebagai satu agama tersendiri, tetapi Free Mason juga memiliki ajaran ketuhanan dan tata cara ritual tersendiri. Buku Dr. Th Steven dihiasi dengan banyak foto tempat-tempat pemujaan Free Mason di Jakarta, Surabaya, Makasar, Medan, Palembang, dan sebagainya. Sejumlah tokoh nasional juga disebutkan menjadi anggotanya. Siapakah Tuhan yang dipuja pengikut Free Mason? Tidak jelas!

Dengan memposisikan dirinya di luar agama-agama yang ada, maka Free Mason lebih mengedepankan problematika kemanusiaan, lintas agama. Humanisme menjadi paham panutan. Misi kemanusiaan yang tidak berdasarkan agama inilah yang ironisnya, kini dicoba dikembangkan dalam berbagai buku studi dan pemikiran Islam. Sadar atau tidak, masuknya misi ini dimulai dengan upaya untuk menghilangkan klaim kebenaran (truth claim). Jika umat beragama tidak lagi meyakini kebenaran agamanya sendiri, maka dia menjadi pembenar semua agama. Sikap netral agama dianggap sebagai sikap ilmiah, elegan, dan terpuji. Orang yang meyakini kebenaran agamanya sendiri dianggap sebagai orang jahat, arogan, dan tidak toleran.

Simaklah berbagai pernyataan berikut yang sejalan dengan pemikiran limtas agama gaya Free Mason. Dalam buku Agama Masa Depan, karya Prof. Komaruddin Hidayat (rektor UIN Jakarta) dan M. Wahyuni Nafis, ditulis: “Kebenaran abadi yang universal akan selalu ditemukan pada setiap agama, walaupun masing-masing tradisi agama memiliki bahasa dan bungkusnya yang berbeda-beda.” (hal. 130).

Komaruddin Hidayat

Dalam sebuah buku berjudul Kado Cinta bagi Pasangan Nikah Beda Agama (2008) dikatakan: “bila anda telah menancapkan komitmen untuk membangun rumah-tangga beda iman, jalani dengan tenang dan sejuk dinamika ini. Tidak perlu dirisaukan dan diresahkan. Yang terpenting, mantapkan iman anda dan lakukan amal kebaikan kepada manusia. Semua itu tidak percuma dan sia-sia. Beragama apapun anda, amal kebaikan dan amal kemanusiaan tetap amal kebaikan. Pasti ada pahalanya dan akan disenangi Tuhan.” (hal. 235).

Mudah-mudahan kita waspada dengan berbagai upaya untuk merusak agama, baik yang berasal dari kaum Yahudi atau yang para pengikut jejak Yahudi. (arrisalah.net)

*****

Hak Tasyri’

Yang dimaksud dengan Tasyri’ adalah pembuatan, penetapan dan pemutusan peraturan dan perundang-undangan yang dijadikan pedoman oleh manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia ini. Tasyri’ mencakup berbagai bidang kehidupan manusia, seperti ideologi (aqidah atau keyakinan), ibadah dan muamalat (hubungan sosial) dan sebagainya. Termasuk di dalam Tasyri’ ini adalah masalah penghalalan dan pengharaman sesuatu.

Dalam agama Islam, hak Tasyri’ ada di tangan Allah. Dengan kedudukan Allah sebagai Rabb, Tuhan yang mencipta dan mengatur, maka Allah mensyari’atkan hal-hal yang maslahat bagi manusia. Sedangkan kewajiban manusia sebagai hamba Allah adalah menerima syari’at itu. Tidak ada manusia yang berhak membuat aturan dan undang-undang, dengan mengesampingkan aturan dan syari’at Allah. Tidak seorang pun berwenang menghalalkan kecuali apa yang sudah dihalalkan Allah, juga tidak boleh mengharamkan kecuali apa yang sudah diharamkan Allah. Allah berfirman:

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “Ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah.” [QS. an-Nahl:11]

Katakanlah: ‘Terangkanlah kepadaku tentang rizki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal’. Katakanlah: “Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?”. [QS. Yunus:59]

Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa Allah telah melarang penghalalan dan pengharaman tanpa dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah. Allah menyatakan bahwa menghalalkan dan mengharamkan tanpa didasari dengan dalil adalah dusta atas nama Allah.

Firman Allah; “Hak memutuskan hukum itu hanyalah khusus kepunyaan Allah. Dia memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah dian yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. [QS. Yusuf:40]

Dalam firman-Nya “Dia memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia”, bermakna: Kalian diperintahkan untuk tidak menyandarkan hukum kecuali kepada Allah, karena Allah-lah yang berhak untuk membuatnya, untuk menentukannya. Dan dalam ayat ini penyandaran hukum kepada Allah disebut ibadah. Sebaliknya penyandaran hukum kepada selain Allah, baik kepada hukum raja, ataupun hukum rakyat, berarti telah melakukan tindak kesyirikan, karena memalingkan ibadah penyandaran hukum kepada selain Allah.

Adapun masalah semacam pengharaman rokok itu ada di dalam wilayah ijtihad. Di dalam berijtihad, seseorang berusaha dengan sekuat tenaga untuk merumuskan hukum fiqih suatu persoalan yang tidak disebutkan secara langsung di dalam al-Qur’an maupun sunnah. Namun berdasarkan kepada dalil-dalil umum yang ada di dalam al-qur’an dan sunnah, dikaitkan dengan metode-metode pemahaman al-Qur’an dan sunnah, semacam qiyas, lalu para ulama’ menyimpulkan suatu hukum tertentu.

Dan kesimpulan hukum ijtihad ini tidak boleh bertentangan dengan dalil al-Qur’an yang telah qath’iy (pasti). Jika ada dalil al-Qur’an atau hadis yang qath’iy, maka ijtihad menjadi gugur dengan sendirinya. Contoh, hukuman untuk pezina adalah dicambuk 100 kali, hukuman bagi pencuri adalah potong tangan. Dalil ini adalah qath’i. Ayat-ayat di dalam al-Qur’an tidak boleh ditafsirkan dengan makna yang lain. Apalagi kalau dikaitkan dengan praktek di zaman Rasulullah, maka makna yang shahih terhadap ayat tersebut adalah makna dhahir, tidak boleh ditafsirkan yang lain-lain.

Praktek penafsiran ayat dan hadis yang sewenang-wenang, sehingga melahirkan sebuah hukum baru yang berbeda dengan hukum di dalam al-Qur’an adalah sebuah penyimpangan. Praktik ini termasuk ke dalam bentuk pentasyri’an, sesuatu yang telah ada syari’atnya di dalam agama Islam. Padahal Allah telah memberitahukan bahwa siapa yang membuat syari’at di luar syari’at Allah maka berarti dia mengangkat dirinya sejajar dengan Allah. Siapa yang mewajibkan atau mengharamkan sesuatu tanpa dalil maka ia telah menjadikan dirinya sebagai sekutu Allah dalam hal Tasyri’. Allah berfirman:

Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?”. [QS. asy-Syura:21]

Dalam ayat tersebut, siapa saja yang membuat syari’at atau hukum atau undang-undang atau ajaran yang tidak diizinkan oleh Allah dinamakan syuraka (sekutu-sekutu), karena mereka memposisikan dirinya untuk diibadati dengan cara menggulirkan hukum agar diikuti. Mereka merampas hak pembuatan hukum dari Allah, mereka merancang, menggodok, dan menggulirkan di tengah masyarakat. Pembuatan syari’at bukan berarti membuat agama baru, tetapi cukup menyingkirkan salah satu ajaran Islam dan mengantikannya dengan syari’at yang baru. Kalau yang membuat syari’at di anggap sebagai tuhan tandingan bagi Allah, yang mentaati syari’at selain syari’at Allah juga di anggap telah menyekutukan Allah, Firman Allah;

dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.” [QS. al-An'am:121]

Ayat ini diturunkan berkaitan dengan sikap kaum Quraisy yang beralasan bahwa sembelihan manusia berarti kematian akibat tangan manusia. Lalu mereka mengatakan, bahwa bangkai itu adalah kematian akibat kehendak Allah. Jika kematian akibat kehendak manusia halal, mengapa yang dikehendaki Allah haram?

Pertanyaan ini maksudnya adalah hendak menghalalkan bangkai-bangkai yang sudah diharamkan Allah. Maka siapa yang menta’ati mereka yang menghalalkan bangkai itu dia telah musyrik.

Dalam kasus yang dialami oleh ahli kitab, Allah memberitahukan bahwa orang yang menta’ati para ulama dan rahib-rahib dalam hal menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan Allah, maka ia telah menjadikan mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah. Allah berfirman:

Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Mahaesa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” [QS. at-Taubah:31]

Dalam ayat ini Allah memvonis orang Nashrani dengan lima hal:

1. Mereka telah mempertuhankan para alim ulama dan para rahib
2. Mereka telah beribadah kepada selain Allah, yaitu kepada alim ulama dan para rahib
3. Mereka telah melanggar Laa ilaaha illallaah
4. Mereka telah musyrik
5. Para alim ulama dan para rahib itu telah memposisikan dirinya sebagi Rabb.

Imam at-Tirmidzi meriwayatkan, bahwa ketika ayat ini dibacakan oleh Rasulullah di hadapan ‘Adi ibnu Hatim (seorang hahabat yang asalnya Nashrani kemudian masuk Islam), ‘Adi ibnu Hatim mendengar ayat-ayat ini dengan vonis-vonis tadi, maka ‘Adi mengatakan: “Kami (orang-orang Nashrani) tidak pernah shalat atau sujud kepada alim ulama dan rahib (pendeta) kami”,

Jadi maksudnya dalam benak orang-orang Nashrani adalah; kenapa Allah memvonis kami telah mempertuhankan mereka atau kami telah beribadah kepada mereka padahal kami tidak pernah shalat atau sujud atau memohon-mohon kepada mereka. Maka Rasul mengatakan:

“Bukankah mereka (alim ulama dan para rahib) menghalalkan apa yang Allah haramkan terus kalian ikut menghalalkannya, dan bukankah mereka telah mengharamkan apa yang Allah halalkan terus kalian ikut mengharamkannya?”. Lalu ‘Adiy menjawab: “Ya”, Rasul berkata lagi: Itulah bentuk peribadatan mereka (orang Nashrani) kepada mereka (alim ulama dan para rahib) [Hadits Riwayat. At-Tirmidzi]

Syaikh Abdurrahman bin Hasan berkata, “Di dalam hadits tersebut terdapat dalil bahwa menta’ati ulama dan pendeta dalam hal maksiat kepada Allah berarti beribadah kepada mereka. Syirik ini di namakan syirik ketaatan (syirk at-tho’at), dan termasuk syirik akbar yang tidak diampuni oleh Allah. Karena akhir ayat tersebut berbunyi:

Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” [QS. at-Taubah:31]

Senada dengan itu adalah firman Allah:

Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.” [QS. al-An'am:121]

Kasus seperti ini banyak menimpa orang-orang yang bertaklid kepada ulama mereka. Sikap taqlid itu membuat mereka tidak melihat dalil lagi, meskipun ulama yang diikutinya itu telah menyalahi dalil.

Kadang-kadang kasus ini juga menimpa orang yang mengikut kepada pimpinan yang bermaksiat. Karena berprinsip pada wajibnya taat kepada pemimpin, maka apapun kata pemimpin diikutinya, meskipun bertentangan dengan dalil syara’. Apalagi di masa akhir zaman, ketika pemimpin yang diangkat bukan dari golongan orang yang memiliki ilmu syara’.

Tindakan seperti ini pun termasuk ke dalam syirik ketaatan. Karena itu seorang muslim dalam memilih pimpinan harus sesuai dengan tuntunan syara’. Sebab menta’ati dan konsisten terhadap syari’at Allah serta meninggalkan syari’at-syari’at lainnya adalah salah satu keharusan dan konsekuensi dari laa ilaaha illallah. Adalah sebuah musibah besar ketika seorang muslim mengangkat pimpinan tetapi pada akhirnya menyebabkan terjadinya kerusakan tauhid. Allahu a’lam bish-shawab. (abahzacky.wordpress.com)