08 October 2009

Efek Domino Bom di JW Marriot dan Ritz Carlton

Tepat hari Jum’at. Hari, di mana umat Islam biasanya akan melaksanakan shalat Jum’at, dan hari itu selalu mempunyai konotasi dengan umat Islam. Tiba-tiba terjadi ledakan di dua hotel bertarap internasional, yaitu JW. Marriot dan Ritz Carlton, kedua hotel itu pusatnya di AS.

Tentu, yang menjadi teka-teki, bagaimana "teroris" dapat masuk di hotel itu, yang memiliki sistem penjagaan dan keamanan yang sangat ketat, dan berlapis-lapis. Bahkan, JW. Marriot sudah pernah mengalami pengeboman sebelumnya, tapi masih bisa "ditembus" oleh para pengebom teroris?.


Ledakan ini momentumnya usai pemilihan presiden, yang sekarang belum selesai penghitungannya oleh KPU. Tentu, ledakan di JW.Marriot dan Ritz Carlton ini membuyarkan perhatian masyarakat yang ingin mendapatkan hasil akhir penghitungan KPU, dan peristiwa ini akan mempunyai efek domino. Ada dua peristiwa penting akhir-akhir ini, yang menjadi pusat perhatian masyarakt luas, dan ingin mendapat kejelasan. Pertama, masyarakat ingin mendapat hasil akhir tentang penghitungan suara pilpres.

KPU sampai hari ini belum dapat memberikan hasil yang sifatnya final, khususnya tentang hasil penghitungan suara pilpres.Persoalan pemilihan umum kali ini, betul-betul menjadi salah satu persoalan yang sangat serius, karena mempunyai implikasi terhadap legitimasi sistem demokrasi.

Karena, diawali dengan adanya ketidak beresan alias “amburadulnya” Daftar Pemilih Tetap (DPT), yang sampai menjelang pemilu, belum berhasil diperbaiki. Meskipun, ada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang berdasarkan keputusan MK itu, dibolehkan warga negara dengan menggunakan KTP dan Paspor untuk memilih, dan itupun sudah sangat terlambat, karena hanya satu hari menjelang Pemilihan Presiden. Sehingga, keputusan MK itu, tidak banyak mempengaruhi bagi para pemilih yang akan menggunakan haknya.

Memang, dari hasil “Quick Count” lembaga-lembag survei dan KPU, semuanya menempatkan pasangan SBY-Boediono mendapatkan dukungan suara mayoritas. LSI pasangan SBY-Boediono 60,85 persen, sedangkan LRI 61.11 persen, dan KPU 61.66 persen. Sedangkan pasangan Mega-Prabowo dari LSI 26,56 persen, LRI 27,02 persen, dan KPU 28, 57 persen. Kemudian, pasangan JK-Win dari LSI 12,59 persen, LRI 11,87 persen, dan KPU 9,77 persen. Dari hasil sementara itu, sudah dapat dipastikan, Pilpres ini akan hanya berlangsung satu putaran. Seperti, skenario sebelumnya yang menggunakan berbagai gerakan yang disebut “Gerakan Satu Putaran”, dan mengiklankan diberbagai media, dan sekarang dibuktikan oleh lembaga survei dan KPU.

Tapi, dari sumber lainnya, yang sekarang juga menjadi perhatian masyarakat, yaitu hasil dari IFES, yang sudah dipublikasikan berbagai media, menyebutkan hasil pilpres 2009 ini, pasangan SBY-Boediono mendapat 47, 32 persen, pasangan Mega-Prabowo mendapat 32.15 persen, sedang pasangan JK-Win mendapat 20, 53 persen. Maka, kalau benar hasil penghitungan yang dilakukan IFES ini, sejatinya pemilu harus berlangsung dua putaran. Rakyat menginginkan siapapun yang menjadi pemenangnya, tidak masalah,tapi asas pemilihan yang jujur, adil, bebas, dan rahasia, haruslah menjadi pegangan utama semua yang terlibat dalam proses politik ini. (Detik News, 15/7/2008)


Belakangan ini, perhatian masyarakat juga tertuju kepada KPK, di mana dari pernyataan berbagai tokoh penggiat dibidang kemasyarakatan, mempunyai kecurigaan bahwa KPK eksistensinya akan “Dihabisi”, karena KPK ini telah banyak memakan korban.

Banyak pejabat dan keluarga pejabat, yang masuk “Bui” akibat perbuatan mereka, melakukan “Korupsi” alias mencuri uang rakyat, yang jumlahnya sangat besar.

Nampaknya, banyak kalangan yang tidak siap menerima keradaan KPK sekarang ini, yang terus memakan korban, terutama mereka yang terlibat dalam pencurian uang negara.

Maka, sekarang ini muncul gerakan dari berbagai tokoh dan kalangan LSM, yang melakukan pembelaan terhadap eksistensi KPK, yang belakangan ini menghadapi persoalan sulit, sejak Ketuanya Antasari Azhar, ditahan, akibat peristiwa pembunuhan Nazaruddin Syamsudin beberapa waktu yang lalu.

Tapi, yang pasti, Undang-Undang Tipikor, sampai hari ini belum selesai, dan masa bakti DPR periode 2004-2009, sudah akan habis. Jika undang-undang Tipikor ini tidak selesai dibahas, KPK akan menjadi macan “Ompong”, dan tidak bergigi lagi.

Ditengah-tengah situasi yang belum pasti dan tidak menentu sebagai akibat hasil Pilpres, dan mencuatnya soal KPK belakangan ini, terjadi ledakan bom di hotel JW.Marriot dan Ritz Carlton, yang menghentakkan kesadaran dan perhatian masyarakat, dan sekarang mengalihkan seluruh perhatian masyarakat ke arah peristiwa pemboman di dua tempat itu.

Lalu, Presiden SBY di Istana Merdeka, Jum’at, pukul 14.31, memberikan keterangan pers, yang menyatakan: “Ada kegiatan kelompok teroris yang melatih menembak dengan foto SBY jadi sasaran”, kata SBY. Lebih lanjut, SBY menunjukkan sebuah foto dan tampak dua orang memaki seragam dan topeng hitam tengah membidikkan senjata kearah foto dia. “Ini untuk pertama kalinya saya pertunjukkan foto-foto itu”, tambah SBY. “Ini laporan Intelijen, bukan fitnah bukan isu. Ada rekaman videonya, ada fotonya. Saya mendapatkan laporan beberapa saat lalu”, tambahnya pula. Dan, masalah teroris akan menjadi topik berita dan menghiasi halaman-halaman depan media. Tidak lagi masalah-masalah politik, dan pasti akan ada yang menjadi “tersangka”,dan sebagai pelaku maupun dalangnya.

Dengan peristiwa yang terjadi di Hotel JW.Marriot dan Ritz Carlton ini, pasti akan menutup semua perdebatan tentang hasil pemilu, yang sampai hari ini belum “Clear”, termasuk belum adanya pengakuan dari pihak Mega-Prabowo.

Peristiwa pilpres dan KPK yang belakangan ini, banyak mendapatkan perhatian masyarakat, dan pasti akan terkubur dengan peristiwa “bom” yang meledak di dua tempat itu. Dan, yang tinggal nantinya hanya kata : “Lanjutkan”, untuk Pak SBY. Wallahu a’lam. (eramuslim.com)