03 October 2009

Isu Terorisme dan Serangan Terhadap Islam

Apakah anda orang yang mengatakan bahwa berjihad menegakkan Syari’ah Islam dan khilafah Islamiyah di bumi Allah adalah tindakan Terorisme ?. Jika demikian, berarti anda belum mengerti tentang jihad Islami yang merupakan mukjizat Allah Subhanahu wa Ta’ala .

Jihad adalah usaha serius untuk membumikan wahyu Allah di muka bumi sehingga tidak ada lagi kezaliman dan fitnah terhadap Islam dan ummatnya. Renungkan firman Allah dalam QS. Al Baqarah 2:193 dan QS Al Anfal 8:39.

Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim. (QS. Al Baqarah 2:193)

Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari kekafiran), Maka Sesungguhnya Allah Maha melihat apa yang mereka kerjakan. (QS. Al Anfal 8:39)

Fitnah adalah kezaliman dan sifatnya lebih kejam dari pembunuhan, karenanya "Allah mengharamkan kezaliman sampai datangnya hari qiyamat." (HR Muslim)

Allah Subhanahu wa Ta’ala . memerintahkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. dan ummatnya agar terus memerangi orang kafir dan zalim yang selalu menimbulkan fitnah kepada Islam dan ummatnya. Al-Qur’an mengingatkan:

"Wahai Nabi berjihadlah melawan orang-orang kafir dan munafiqien itu dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka jahannam. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali." (QS. At Taubah 9:73 dan QS 66:9)

Terorisme dan Ketidakadilan Global

Masalah yang jarang disentuh oleh media massa ketika mengangkat isu terorisme adalah ketidakadilan global. Padahal faktor ketidakadilan global menjadi salah satu pemicu serangan terhadab barat atau objek-objek yang dianggap berhubungan dengan barat. Penjajahan yang dilakukan barat di dunia Islam, termasuk dukungan membabi buta barat terhadap penjajahan zionis Israel di Palestina, merupakan cerminan dari ketidakadilan itu.

Ketika 9 orang terbunuh akibat pengeboman di hotel JW Marriot dan Ritz-Carlton, banyak orang yang mengecam aksi tersebut. Sikap yang sama seharusnya muncul ketika ratusan ribu umat Islam terbunuh pasca invasi AS di Iraq. Mengutip laporan yang dimuat Jurnal Lancet, lebih dari 650 ribu warga sipil Iraq tewas sejak invasi AS pada tahun 2003 dan jumlah itu tentu saja terus saja bertambah hingga kini.

Amerika serikat dimaklumi marah saat gedung WTC diserang yang menyebabkan sekitar 3000 orang terbunuh. Sebaliknya, tentu bisa dimaklumi juga umat Islam marah ketika pasukan Amerika terus menerus membunuh rakyat sipil di Afghanistan dan Pakistan. PBB mengatakan jumlah penduduk sipil yang tewas di Afghanistan tahun ini meningkat 24 % dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Laporan PBB menyebutkan lebih dari 1.000 orang tewas dalam enam bulan pertama tahun ini. Jumlah korban serangan AS terhadap rakyat sipil di perbatasan Pakistan-Afghanistan pun terus meningkat.

Bandingkan pula sikap dunia barat ketika Israel menyerang Gaza. Angka korban serangan Israel ke jalur Gaza sejak 27 desember 2008 hingga 18 januari 2009 malah mencapai 1313 atau rata-rata 59 orang tewas perhari atau setiap jam lebih 2 orang tewas. Tidak hanya itu, Israel juga mengakui menggunakan senjata kimia yang mengerikan, yakni fosfor putih. Belum lagi yang terbunuh akibat isolasi jalur Gaza oleh Israel. Alih-alih mengecam Israel, Amerika, Inggris dan sekutunya malah membela Israel. Untuk kasus Indonesia, ketidakadilan itu juga tampak dari sikap yang diskriminatif terhadap pembunuhan umat Islam di Ambon, Poso, atau kerusuhan di Sampit.

Berkaitan dengan pengeboman pada juli 2005 di London, pemerintahan Inggris memberikan peringatan bahwa keterlibatan dalam invasi AS ke Iraq telah meningkatkan adanya ancaman serangan balasan terhadap Inggris. Laporan yang bocor dari Joint Terrorims Center (JTAC) Inggris, yang mendahului serangan tersebut, memperingatkan: "peristiwa-peristiwa yang terjadi di Iraq semakin menjadi motivasi dan fokus sejumlah teroris berkaitan dengan aktivitas di Inggris."

Pada april 2005, sebuah laporan yang ditulis oleh Joint Intelligence Committee (JIC) berjudul "International Terrorism Impact of Iraq" bahkan lebih eksplisit menyatakan: “kami menilai bahwa konflik yang terjadi di Iraq telah memperburuk ancaman terorisme internasional dan akan terus memberikan dampak dalam jangka waktu yang lama. Konflik tersebut telah memperkuat kegigihan para teroris yang telah melakukan serangan ke negara-negara barat dan memotivasi orang-oran lain yang tidak melakukannya.”

Seharusnya siapapun yang menginginkan kekerasan global dihentikan, juga harus dengan tegas meminta AS dan negara-negara imperialis lainnya menghentikan kebijakan yang eksploitatif dan diskriminatif terhadap dunia Islam. Masyarakat barat sendiri seharusnya meminta penguasa mereka agar menarik tentara negaranya dari Iraq, Afghanistan, dan negeri Islam lainnya. Termasuk menghentikan dukungan membabi buta terhadap Israel.

Bagi umat Islam, ketidakadilan global ini harus dihentikan. Berharap pada negara-negara imperialis untuk menghentikan kejahatan mereka sangatlah sulit. Karena selama barat masih mengadopsi ideologi kapitalisme, penjajahan akan menjadi metode baku yang tidak berubah. Tidak ada pilihan lagi, kecuali umat Islam bersatu membangun kekuatan global khilafah Islam yang akan melindungi umat Islam dari bulan-bulanan negara imperialis..

Isu Terorisme dan Serangan Terhadap Islam

Sebenarnya isu memerangi terorisme yang dilancarkan Amerika dan sekutu-sekutunya adalah perang melawan Islam dan kaum Muslimin. Musuh-musuh Islam mencoba membidik Islam dan kaum Muslimin di balik isu terorisme. Mereka takut dengan bangkitnya kaum muslimin. Dengan demikian mereka berusaha sekuat tenaga dan dengan berbagai macam cara untuk menghancurkan kebangkitan kaum Muslimin, salah satunya dengan melancarkan perang melawan terorisme.

Saat ini umat Islam menjadi tertuduh dan semua ketakutan dengan segala hal tentang Islam, karena selalu dikait-kaitkan dengan isu terorisme. Para pelajar, aktivis Islam dan semisalnya menjadi resah. Mereka khawatir dituduh dan dianggap sebagai sarang dan penyedia serta membantu aktivitas terorisme.

Gerakan-gerakan dakwah pun dicurigai meskipun gerakan dakwah itu terbuka dan tak ada sangkut pautnya dengan teroris. Beberapa orang pun mengawasi ketat anak remajanya yang mau berangkat mengaji. Padahal hal itu tak pernah terjadi sebelumnya. Mereka menanyakan ngajinya sama siapa, tempatnya di mana, dan segala macam secara berulang-ulang.

Bahkan di sebuah wilayah, beberapa orang yang hendak melakukan khuruj (aktivitas yang rutin dilakukan oleh Jama’ah Tabligh) di sebuah masjid, ditolak warga setempat pasca pengeboman di hotel JW Marriott dan Ritz Carlton. Warga setempat tak mau daerahnya dijadikan tujuan orang luar. Mereka takut orang-orang tersebut terlibat terorisme.

Sikap paranoid ini muncul belakangan di beberapa daerah. Ini terjadi setelah televisi dengan sangat gencar menyebarkan berita terorisme sejak penyerbuan di Temanggung, Jawa Tengah. Bukannya obyektif, pemberitaan di media massa cenderung menstigmatisasi negatif Islam dan kaum muslimin.

Belum jelas benar siapa pelakunya, media massa langsung menyorot pesantren. Pesantren dianggap mengajarkan jihad dan ini menjadi inspirasi para teroris. Media massa pun sibuk mencari latar belakang orang-orang yang diduga teroris dengan melakukan interogasi dan inkuisisi terhadap almamater, keluarga, dan para tetangga.

Tampa disaring, berita isu langsung disiarkan. Padahal tidak semua sumber berita yang didapatkannya layak disiarkan.

Hal yang sama tidak pernah dilakukan terhadap para koruptor. Adakah media massa yang pernah mengaitkan koruptor dengan almamaternya? Kemudian menyatakan bahwa unversitas X telah mengajarkan korupsi? Atau mencari guru dan dosennya karena dianggap sebagai inspirasi untuk korupsi?

Sikap media ini tidak lepas dari upaya pihak-pihak tertentu untuk menjadikan media sebagai corong dalam menyerang Islam dan kaum muslimin. Lihat saja bagaimana media massa seolah jadi ‘orang bodoh’ dan menurut saja dengan arahan sumber-sumber mereka. Sikap kritis mereka hilang. Bahkan untuk mencari alternatif narasumber lagi. Sampai-sampai ketika sumber-sumber berita mereka memberitakan berita yang salah pun, ditelan mentah-mentah. Perhatikan ketika penyerangan di Temanggung terjadi, dalam siaran langsungnya, mereka seperti koor menyanyikan lagu bahwa teroris yang terbunuh adalah gembong teroris Noordin M Top. Ternyata bukan.

Telah terjadi trial by the press (pengadilan oleh meda massa), yang dampaknya jauh lebih kejam. Media pun tergiring oleh frame berpikir musuh-musuh Islam yang menggeneralisasi para teroris dengan Islam. Isu memerangi terorisme yang dilancarkan Amerika dan sekutu-sekutunya disebarluaskan dan dikerjakan oleh media massa yang pada hakikatnya untuk menghilangkan kebangkitan Islam.

Ironisnya, media massa seolah maklum saja dengan tindakan brutal Amerika dan sekutunya menebar bom dan kematian di mana-mana. Media massa tidak pernah menyebut mereka sebagai teroris, meski korban tewas jauh lebih banyak dan massif.

Media memang telah menjadi alat bagi kapitalisme global dalam mempertahankan hegemoninya. Di era informasi dimana kemenangan ditentukan oleh penguasa sumber-sumber informasi, media massa adalah salah satu pilar kapitalisme.

Barat paham betul bahwa Islam adalah musuh berikutnya setelah komunisme runtuh. Islam adalah ancaman. Karenanya, kebangkitan Islam mesti dihalang-halangi. Caranya bisa melalui hard dan soft power. Untuk itu barat dan antek-anteknya mendekonstruksi persepsi masyarakat terhadap Islam untuk melahirkan sikap moderat bahkan liberal. Mereka tidak mau Islam tampil apa adanya sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sikap moderat dan liberal ini dianggap pas dengan hegemoni dan determinasi barat.

Sangat tidak mengherankan bila di tengah isu terorisme yang sedang hangat sekarang tiba-tiba muncul pernyataan beberapa tokoh yang mencoba menggeneralisasi bahwa terorisme itu adalah keinginan menerapkan syariah Islam dalam Daulah Islam. Mereka mencoba menebar ‘pukat harimau’ untuk menjaring aktivis pergerakan Islam.

Mereka sepertinya tutup mata-atau memang sengaja terhadap fakta bahwa tidak semua gerakan yang memperjuangkan syariah Islam dan khilafah setuju dengan aksi terorisme. Modus mereka ini sama dan sebangun dengan gaya Amerika dan barat umumnya melihat Islam pasca tragedi WTC pada September 2001.

Tak mengherankan bila banyak pihak yang menganalisis bahwa aksi-aksi terorisme di Indonesia ini sengaja dimainkan oleh pihak asing. Tujuannya adalah melemahkan umat Islam Indonesia sehingga Islam tidak bisa bangkit menjadi sebuah kekuatan yang besar di negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia ini.

Oleh karena itu perlu waspada terhadap segala tipu daya musuh-musih Islam tersebut. Para pengembang dakwah harus terus istiqomah mendakwahkan Islam dan mengembalikan kejayaan Islam dengan metode dakwah yang dicontohkan oleh Rosulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Siapa Teroris Sebenarnya ? Sadarlah Wahai Kaum Muslimin…!

Jadi, siapakah terorisme yang sebenarnya ? Kalau kita mau meneliti sejarah, maka terlalu banyak dan panjang catatan peristiwa sejarah Amerika yang dapat membuktikan bahwa Amerika adalah teroris sejati. Amerika dengan dukungan sekutunya NATO, berhasil menekan PBB untuk mengembargo Irak.

Jika definisi teror adalah membunuh rakyat sipil yang tak berdosa; anak-anak, wanita dan orang tua, maka mereka atau Amerika adalah teroris paling pertama, teratas dan terjahat yang dikenal oleh sejarah umat manusia. Mereka telah membantai jutaan rakyat sipil tak berdosa di seluruh dunia; Jepang, Vietnam, Afghanistan, Iraq, Palestina, Chechnya, Indonesia dan banyak negara lainnya.

Jika definisi teror adalah membom tempat-tempat dan kepentingan-kepentingan umum, mereka adalah pihak yang pertama, teratas dan terjahat yang mengajarkan, memulai dan menekuni hal itu.

Jika definisi teror adalah menebarkan ketakutan demi meraih kepentingan politik, maka merekalah yang pertama, teratas dan terjahat yang melakukan hal itu di seluruh penjuru dunia.

Jika definisi teror adalah pembunuhan misterius terhadap lawan politik, maka mereka adalah pihak pertama, teratas dan terjahat yang melakukan hal itu.

Jika definisi mendukung teroris adalah membiayai, melatih dan memberi perlindungan kepada para pelaku kejahatan, maka mereka adalah pihak yang pertama, teratas dan terjahat yang melakukan hal itu. Mereka bisa berada di balik berbagai kudeta di seluruh penjuru dunia. Aliansi Utara di Afghanistan, John Garang di Sudan, Israel di bumi Islam Palestina, Serbia dan Kroasia di bekas negara Yugoslavia, dan banyak contoh lainnya merupakan bukti konkrit tak terbantahkan bahwa The Real Terrorist adalah Amerika dan sekutu-sekutunya!

Dengan demikian, setelah ummat mengetahui rencana apa di balik isu terorisme, siapa teroris sebenarnya, maka mereka juga harus tetap sabar, tawakal, dan yakin bahwa Islam pasti menang. Hal ini sebagaimana janji Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firmanNya :

“Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al-Qur’an) dan agama yang benar (Islam) untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.” (QS At Taubah, 9 : 33 & QS Ash Shaff, 61 : 9)

Wallahu’alam bis Showab!

* Artikel ini merupakan ringkasan dari Khutbah Ust. Abu Muhammad Jibriel (Wakil Amir Majelis Mujahidin) pada Bulan Syawwal di beberapa Masjid di Jakarta. (arrahmah.com)