06 October 2009

Jum'atan Amina Wadud


Amina Wadud bikin ulah lagi. Sebelumnya, wanita berfaham Liberal ini telah menggemparkan dunia Islam di tahun 2005, dengan mengadakan shalat jum’at heboh, yang dipimpinnya sendiri dan dihadiri oleh sekitar 100 orang jamaa’ah laki-laki dan wanita di sebuah gereja katedral di Sundram Tagore Gallery 137 Grene Street, New York.

Kini, wanita penulis buku “Qur’an and Woman : Rereading the Sacred Text from a woman’s Perspective”, ini kembali menggelar acara serupa, sebuah ibadah yang tidak pernah terjadi selama kurun waktu 1400 tahun dalam sejarah Islam, yakni menjadi imam sekaligus khatib dalam shalat jum’at.

Wadud menyelenggarakan Jum’atan heboh di Pusat Pendidikan Muslim di Oxford dengan makmum jamaah laki-laki dan perempuan, dan tentu saja dia pula yang memberikan khutbah singkat pada para jama’ah di aula MEC (Muslim Educational Center) Oxford. Shalat jum’at ala Amina Wadud ini menjadi pembuka konferensi Islam dan feminisme yang digelar di Wolfson College, Oxford.


Tentu saja, sebagaimana sikap kaum Muslimin di Amerika dan di dunia, kaum Muslimin di Inggris pun menolak aksi melawan syari’at yang ditunjukkan oleh Amina Wadud ini. Maryanne Ramzy dengan nada marah mengatakan seperti yang dikutip situs BBC News : "Apa yang ia (Wadud) lakukan bertentangan dengan Islam. Saya tidak sepakat dengan cara-cara seperti itu,"

Mengapa seorang Amina Wadud berani menyelenggarakan jum’atan heboh dan menentang syariat Islam ? Apa dalil yang dipakainya ? Apa agenda tersembunyi gerakan yang dipeloporinya ? Berikut analisis jum’atan heboh Amina Wadud berikut pembongkaran agenda tersembunyi yang dibawanya.

Jumat, 18 Maret 2005, di sebuah gereja katedral di Sundram Tagore Gallery 137 Greene Street, New York, untuk pertama kalinya selama kurun waktu 1400 tahun sejarah Islam, Dr. Amina Wadud, profesor Islamic Studies di Virginia Commonwealth University, menjadi wanita pertama yang memimpin shalat Jumat. Dalam shalat Jumat yang dihadiri oleh sekitar 100 orang jamaah laki-laki dan wanita, Dr. Amina Wadud juga menjadi khatib Jumat dan sebelumnya adzan dikumandangkan juga oleh seorang wanita, tanpa penutup kepala. Dalam melaksanakan aktivitasnya yang kontroversial tersebut, Dr. Amina Wadud, penulis buku “Qur’an and Woman : Rereading the Sacred Text from a woman’s Perspective”, disponsori oleh “Muslim Progressive” sebuah kelompok Islam Liberal yang ada di AS, dan aktif menyebarkan pemikiran-pemikirannya melalui situs Muslim WakeUp!.

Harian “Gulf Daily News”, Cairo, memberitakan kemarahan yang sangat terhadap apa yang dilakukan oleh Amina Wadud dan menganggap hal tersebut sebagai sebuah “serangan” terhadap Islam. Mufti Besar Saudi Arabia, Syaikh Abdul Aziz al-Shaikh, mengatakan “Those who defended this issue are violoating God’s law. Enemies of Islam are using women’s issues to corrupt the community.” Amina Wadud adalah ‘musuh Islam yang menentang hukum Tuhan.”

Sementara itu, masih menurut Gulf Daily News, Syaikh Sayed Tantawi, Imam Masjid Al-Azhar mengatakan bolehnya wanita menjadi imam sholat bagi wanita lain tetapi tidak meliputi atau untuk kaum laki-laki. Abdul Moti Bayoumi, dari Pusat Riset Islam Al-Azhar mengatakan : Wadud had carried out “ a bad and deviant innovation” Hal ini (tindakan Wadud) bertentangan dengan apa yang dikatakan dan dilakukan Rasulullah saw.

Beberapa koran di Mesir dan Arab Saudi menempatkan berita di halaman utama, dan menganggap Amina sebagai “wanita sakit jiwa” yang berkolaborasi dengan Barat kafir untuk menghancurkan Islam (Associated Press, 19/3). Amina bukan hanya dicaci-maki dan dikecam, tapi juga diancam bunuh karena dianggap telah merusak Islam (Daily Times, 23/3).

Tindakan Dr. Amina Wadud tidak dilakukannya sendiri dan tidak terjadi dengan sendirinya. Ada Hidden Agenda di balik peristiwa tersebut. Ada ‘kekuatan’ tertentu yang secara sistematis melakukan hal tersebut. Ustadz Syamsi Ali, seorang ustadz asal Indonesia yang mukim di Amerika, mengatakan, acara jumatan Amina Wadud didalangi oleh sebuah organisasi yang berbasis dunia maya, Wake Up, yang beranggotakan sekelompok muslim dengan pandangan-pandangan radikal untuk merombak tradisi-tradisi Islam yang ada, termasuk masalah-masalah ritual.


Beberapa pekan setelah Amina Wadud mengadakan “Jumatan Heboh”, “pentolan” muslim wakeup yang juga seorang feminis radikal, Asra Q. Nomani kembali menggelar jumatan heboh. Selang waktu seminggu, Jumatan heboh kembali dilakukan. Asra Q. Nomani rencananya menjadi imam sekaligus khatib, dengan mengambil tempat di gereja Italian Unity, Morgantown, West Virginia, Amerika Serikat.

Selasa 23 Maret 2008 lalu, Asra Q Nomani juga mengimami shalat Isya’ dengan makmum lintas gender. Tempatnya di ruang Pusat Riset dan Studi Wanita, Universitas Brandeis, Waltham, Massachusetts. Jamaahnya dua pria dan tiga wanita. Pada shalat ketika itu, Asra menutup kepalanya dengan topi yang terangkai pada sweater merah jambu yang ia kenakan. Namun rambutnya masih tampak menjuntai di leher.

Dalam kasus jumatan Amina Wadud, ada dua hal dasar yang harus dipahami, yaitu : hukum dan teologi feminisme. Dalam masalah hukum dibahas perbedaan hadits seputar bolehkah wanita menjadi Imam sholat bagi makmum laki-laki atau campuran. Di sisi lain, tulisan ini membuktikan bahwa tindakan Amina Wadud menjadi imam shalat jum'at, tidak terlepas dari teologi feminisme global. Faktanya, Amina Wadud adalah seorang tokoh feminisme yang mendapat penghargaan dari gerakan feminis internasional dengan tindakannya menjadi imam shalat Juma't beserta aktifitasnya yang lain. Di belakang Amina Wadud, sederet aktifis feminis (juga dari kalangan laki-laki) baik lokal dan internasional mendukung tindakan nyleneh tersebut. Bukan tidak mungkin, di Indonesia tindakan Amina Wadud segera diikuti dan dilaksanakan, misalnya oleh Musdah Mulia untuk menjadi imam shalat jumat di Indonesia. (arrahmah.com)


*****