14 October 2009

Nilai-nilai Barat Adalah Sesat

Ide bahwa nilai-nilai Barat adalah universal diciptakan untuk membuat propaganda dalam perang melawan yang disebut ‘terorisme’ (yang dikenal sebagai Islam dan penganutnya). Namun, itu tidak bisa dan tidak akan pernah mengurangi Ummat Islam untuk mengekspos kerusakan hukum buatan manusia dan kezaliman, yang keluar langsung darinya atau perlawanan untuk mencegah kemurnian pemahaman Islam dan kesucian Ummat Islam di mana saja mereka berada.

Faktanya adalah Ummat Islam diwajibkan untuk beriman secara total terhadap supremasi Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam semua kepentingan mereka, termasuk negara, yang menjelmakan dirinya dalam kedaulatan Syari’ah, dengan demikian semua hukum buatan manusia akan masuk kedalam tong sampah.

Namun, perselisihan ideologi dan peradaban nyata ini secara mutlak adalah satu-satunya prosedur untuk hanya satu kemenangan. Lebih lanjut, itu tidak mengejutkan Ummat Islam pada saat benteng "Demokrasi", "Kebebasan" dan "Sekulerisme" (wajah peradaban kediktatoran dan kezaliman dengan kata lain yang dikenal sebagai hukum buatan manusia) di Barat mencoba untuk menghubungkan otoritas global dan supremasi pada ide-ide kotor ini yang dicemari oleh ideologi kapitalisnya. Pesan ini adalah jelas: Nilai-nilai Barat adalah milikmu tidak masalah tentang apa yang Al-Qur’an dan Sunnah katakan, dan kami akan memerangi kalian untuk menjaganya tetap demikian.

Maka tepatnya apa yang kami minta berkaitan dengan masalah ‘universal’. Memandang sekilas pada masyarakat Barat, seperti US dan UK, menjalankan nilai-nilai Kebebasan, Sekulerisme dan demokrasi akan menampakkan kerusakan dalam sosial dan struktur moral dengan Homoseksualitas, Perzinahan, Pelacuran, Pornografi dan Aborsi, jangan lupa semua penyakit seksual yang datang bergandengan tangan dengan liberalisme. Sebuah rangkuman infrastruktur ekonomi akan menunjukkan jurang pemisah yang sangat dalam antara miskin dan kaya, mayoritas kekayaan beradaa di tangan beberapa individu dan investasi raksasa dalam ekspoitasi sia-sia yang disebut ‘industri’ yang hanya membawa keburukan, kesengsaraan dan pembinasaan hari demi hari seperti alkohol, perjudian, pornografi, kosmetik, fashion dan olah raga.

Semua ini mengekspos kegagalan pada bagian dari aturan-aturan itu dalam memelihara kesejahteraan masyarakat, dalam menyediakan kebutuhan pokok mereka dan melindungi warga negara dari pemerasan emosi dan hawa nafsu mereka, mendorong pada penyakit, tekanan dan kejahatan yang tidak terkendali yang tercermin dalam angka pembunuhan, pencurian dan pemerkosaan di Barat. Sebagai tambahan untuk hal ini sebuah kebijakan luar negeri berdasarkan pada pemaksakan kehendak terhadap tanah orang lain, tanpa mempedulikan dana untuk kehidupan atau penderitaan mereka, dan satu yang dibenci bahkan untuk mengatributkan kata ‘nilai’ pada apapun yang berasal dari Barat yang menganggap kesesatan ini sebagai nilai yang universal!.

Mencoba untuk meletakkan sistem berantakan ini di sampiang keelokan dan kesempurnaan ideologi Islam dan di sana benar-benar tidak bisa dibandingkan. Sebagai permulaan Islam tidak cocok dengan ‘kebebasan’ tetapi bahkan menuntut ketaatan penuh pada hukum Allah pada semua kepentingan masyarakat, apakah itu dalam hukum, sosial, ekonomi atau sistem pendidikan bahkan dalam kebijakan luar negeri negara Islam. Tidak ada paksaan bagi non-Muslim untuk memeluk Islam tetapi tidak ada kompromi dalam menaati hukum Allah, atas Ummat Muslim dan non-Muslim.

Demokrasi juga mengutuk Islam, karena Ummat Islam tidak beriman pada hukum mayoritas atau dalam pemilihan umum setiap 4 atau 5 tahun atau dalam kedaulatan bagi setiap orang atau sesuatu yang lain selain daripada Allah, apakah itu adalah orang-orang, pemerintahan mereka atau konstitusi manapun, yang bisa berwujud PBB, OKI, atau bentuk lainnya. Sebagaimana untuk sekulerisme, Islam menganggap orang-orang yang mengadopsi ide ini telah melakukan perbuatan murtad, karena menganggap semua bagian dari kepentingan kehidupan di luar dari kentuan hukum syara’ akan membuat seseorang menjadi murtad.

Sejarah menunjukkan pada saat tahun 1302 dimana Islam diterapkan sebagai sebuah hukum dan undang-undang, dari tahun 664 sampai 3 Maret 1924, Khilafah (Negara Islam) adalah sebuah rambu yang dinyalakan pada kegelapan dunia, sebuah bukti bahwa sistem ketuhanan bisa mencukupi kebutuhan semua warga negaranya, sebagai pengganti dari pemborosan kekayaan negara atas pornografi, kosmetik, perjudian, alkohol dan kewajiban untuk membayar atas konsekuensi busuk mereka, seperti pengejaran yang tidak pernah ada dalam negara Islam dan itu bisa lebih lanjut menanam modal dalam makanan yang pantas, pakaian dan tempat perlindungan bagi semua warganya dengan kepercayaan, kehidupan, pikiran, kekayaan dan perlindungan setiap orang. Dengan senang dan sentosa terjamin atas ummat Muslim dan non-Muslim, tanpa diskriminasi apapun atas dasar ras, warna kulit, atau jenis kelamin. Syari’ah menjamin bahwa setiap orang diberikan kepadanya atas hak ketuhanan.

Lebih lanjut, semua penyimpangan dari hukum ketuhanan, tidak terkecuali Khilafah, maka akan digantikan dengan paksa (kalau terbukti) dimana hal ini untuk memastikan bahwa kesejahteraan, manafaat dan kepuasan masyarakat teratur dengan baik di setiap waktu. Sebagaimana sebuah sistem sempurna dari pencipta manusia (Allah Subhanahu wa Ta'ala), kehidupan dan alam semesta telah dihadapkan dengan kasus pembuhunan, pencurian, pemerkosaan atau kriminalitas lainnya jarang ditemukan dalam kurun waktu 1302 sejarahnya, karena naluri, keinginan dan emosi masyarakat tidak diperbolehkan untuk dibangkitkan dan dieksploitasi sama sekali dan dibiarkan dengan sendirinya untuk keuntungan materi semata!

Tanpa negara secara khusus mengimplementasikan Syari’ah hari ini, maka tidak mengejutkan bahwa Ummat dan aktifis Muslim pada hari ini yang berjuang sekali lagi untuk menerapkan Khilafah. Menganggap bahwa eksistensi Khilafah akan mengartikan ketidakadaan semua hukum buatan manusia di bawah otoritasnya dan sebuah kebijakan luar negeri untuk mencaplok negeri lainnya padanya, maka tidaklah mengejutkan kalau rezim Barat tertarik pada globalisasi, yang telah memberi label ‘teroris’ pada yang menginginkan Syari’ah sebagai sebuah hukum dan undang-undang, seperti Taliban.

Dengan sebuah negara Islam suatu kemungkinan yang pasti terwujud dalam banyak negeri pada hari ini termasuk, Iraq, Somalia, Pakistan, Saudi Arabia, Sudan, Indonesia, Nigeria, Yaman dan Malaysia, maka selanjutnya tidak mengejutkan bahwa orang-orang seperti Blair, Bush dan sekutu mereka menjadi sangat keji untuk melanjutkan nilai-nilai busuk mereka sebagai sesuatu yang universal. (almuhajirun.com/arrahmah.com)


*****