12 October 2009

Pers Release: Penggerebekan Ciputat


Ahad 11 Oktober 2009 bertempat di Masjid Baitussalam, Tipes-Surakarta; ISAC, LUIS dan SPII melaksanakan jumpa pers terkait penembakan Densus 88 di Ciputat hari Jum'at 9 Oktober 2009 kemarin yang menewaskan dua orang tersangka "teroris", yang disinyalir sebagai Saefudin Jaelani dan M. Syahrir.

PERS RELEASE

Islamic Study and Action Center (ISAC)
Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS)
Solidaritas Pemuda Islam Indonesia (SPII)



POLRI DI NILAI LANGGAR HAM,
KEJAHATAN KEMANUSIAAN DAN SYARIAT ISLAM



Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. (QS. An Nisaa':93)

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu Qishos berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh. (Q.S Al-Baqoroh:178)

Sejak penggrebekan Jati Asih, Temanggung, Mojosongo dan Ciputat oleh Densus 88 Anti Teror, tidak ada satupun orang yang disangkakan sebagai pelaku peledakan yang ditangkap hidup-hidup. Mulai dari Ibrahim, Noordin M.Top, Bagus Budi Pranoto alias Urwah, Aryo Sudarso alias Aji, diduga Syaifudin Jaelani dan diduga M. Syahrir Semua DPO ditembak mati.

Polri cenderung brutal dan militeristik. Polri tidak mampu menangkap tersangka hidup-hidup, melimpahkan ke Kejaksaan kemudian membuktikan di Pengadilan. Dalam hal ini Polri kelihatan ada beban (takut/kawatir/tidak percaya diri) untuk membuktikan mereka di Pengadilan.

Mestinya Polri bisa lebih jernih dalam berfikir dan bijak dalam bertindak. Polri semestinya juga bisa membedakan langkah terbaik: kapan harus ditembak peringatan, kapan harus ditembak melumpuhkan, dan kapan harus ditembak mati.

Mengapa dalam kasus ini tersangka teroris harus selalu ditembak mati, apa statusnya, apa peranannya, siapa saksinya, apa buktinya dan bagaimana itu bisa terjadi serta apa yang melatarbelakanginya?.

Benarkah mereka itu pelaku peledakan di hotel JW. Marriot dan Ritz Carlton yang sesungguhnya?.

Mestinya pertanyaan-pertanyaan ini harus di jawab oleh para saksi dan tersangka, bukan asumsi Polisi.

Perlu kita ingatkan juga, Polri juga telah menembak mati warga masyarakat yang sama sekali tidak terkait dengan peledakan di hotel Marriot dan Ritz Carlton. Air Setiawan, Eko Sarjono dan Susilo adalah korban (dikorbankan) dari penanganan terorisme oleh Densus 88 Anti Teror. Mereka terbukti bukan DPO apalagi tersangka.

Mereka dibunuh dengan sengaja tanpa ada alasan hukum yang kuat. Mereka adalah warga biasa yang tetap bersosialisasi di masyarakat, taat beribadah dan jauh dari karakter seorang penjudi, pemabuk, beking maksiat, menerima suap, korupsi apalagi pembunuh.

Kami sedang mengupayakan langkah-langkah hukum terhadap pembunuhan Air Setiawan, Eko Sarjono maupun Susilo baik dari tinjauan hukum positif maupun syariat Islam.

Kami memandang ada pelanggaraan hukum dugaan adanya Kejahatan Kemanusiaan yang telah dilakukan oleh Densus 88 Anti Teror, mengingat mereka tidak terbukti melakukan kesalahan.

Jika pembunuhan terhadap aktifis muslim (penduduk sipil) ini terus menerus dilakukan, tanpa ada alasan yang dibenarkan oleh hukum dan syariat Islam, maka jelas-jelas ini adalah Pelanggaran Hukum secara sistematis yang dilakukan oleh Polri terhadap kelompok tertentu di masyarakat Indonesia. Selanjutnya kami akan berkoordinasi dengan Komnas HAM dan DPR RI untuk segera membentuk Tim Ad Hoc atas dugaan Kejahatan Kemanusiaan.

Kami juga segera berkoordinasi dengan MUI Pusat terkait Kasus Pembunuhan Air Setiawan, Eko Sarjono maupun Susilo. Mereka seorang Muslim yang tidak terbukti melakukan kesalahan, namun Densus 88 Anti Teror telah menghilangkan nyawanya.

Membunuh adalah perbuatan dosa besar. Dalam hal ini terdapat beberapa jawaban yang memungkinkan bagi si Pembunuh, yaitu Qishosh (darah dengan darah), atau membayar ganti rugi/Diyat setara 100 onta atau keluarga memaafkan.

Terkait dengan ini kami meminta :

1. DPR RI segera merevisi UU Terorisme yang lebih manusiawi, penangkapan 7x24 jam merupakan pelanggaran HAM, karena didalamnya terdapat penyiksaan dan merendahkan martabat manusia. Dan hilangnya hak-hak seseorang

2. Presiden RI segera Membubarkan Densus 88 Anti Teror karena telah melanggar UUD pasal 28 tentang HAM dan membentuk lembaga/komisi independen yang dapat dipertanggungjawabkan baik secara hukum maupun moral.

3. Meminta mundur dengan hormat kepada Kapolri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri, sebagai bentuk pertanggungjawaban secara moral terhadap warga negara yang telah dibunuh oleh Densus 88 Anti Teror tanpa ada alasan hukum yang kuat.

4. Komnas HAM segera membentuk Tim Ad Hoc meneliti dan menyelidiki dugaan pelanggaran HAM Berat, dan pelanggaran Kejahatan manusia yang telah dilakukan oleh Densus 88 Anti Teror Mabes Polri.

5. MUI Pusat untuk menyikapi pembunuhan beberapa orang Muslim oleh Densus 88 Anti Teror Mabes Polri tanpa ada dasar hukum yang kuat.


Surakarta, 11 Oktober 2009

Ditandantangi oleh:

Ketua ISAC Muh. Kurniawan, S.Ag; SH; MH
Ketua LUIS Edi Lukito, SH
Ketua SPII Drs. Yusuf Suparno



(voa-islam.com/muslimdaily.net)