22 October 2009

Si Pandir Dan Kelompoknya Yang Kapitalis


Oleh: Munarman

Sungguh banyak manusia pandir di dunia ini. Kepandiran ini tentu saja bukan karena manusia-manusia tersebut tak berilmu atau bukan karena mereka orang bodoh. Kepandiran tersebut dikarenakan mereka kafir terhadap hukum-hukum Allah. Beberapa contoh tingkah pola kepandiran tersebut adalah, apa yang saat ini baru saja menjadi headline di berbagai surat kabar. Yang pertama adalah mengenai hasil pertemuan G-20 dan hasil pertemuan APEC, sedang yang kedua adalah mengenai heboh Adam Malik sebagai agen CIA.

Terhadap kepandiran yang dipetontonkan oleh manusia yang mengaku sebagai pemimpin negara-negara yang tergabung dalam G-20 dan APEC baru-baru ini adalah berupa, pernyataan resmi hasil pertemuan tingkat tinggi tersebut bahwa negara-negara tersebut akan tetap menggunakan kapitalisme pasar bebas sebagai basis sistem ekonomi bagi negara masing-masing dan melarang proteksionisme dalam menjalankan roda ekonomi.

Dari dua pernyataan pokok tersebut dapat kita baca sebagai berikut; pertama bahwa kapitalisme pasar bebas yang berbasiskan rente atau riba tetap akan menjadi tiang utama atau dasar bagi pengelolaan ekonomi dunia.

Yang kedua, negara dilarang ikut campur dalam proses ekonomi, baik dalam membuat aturan main maupun menegakkan aturan main. Dengan demikian proses ekonomi sepenuhnya diserahkan pada para pelaku ekonomi. Ini sama saja dengan menerapkan hukum rimba dalam mengatur ekonomi, yaitu siapa yang kuat dia yang akan menang, siapa yang punya modal besar dia yang akan mendikte pasar.

Padahal jelas-jelas krisis ekonomi yang dirasakan dunia sekarang ini adalah akibat sistem ekonomi kapitalisme yang berbasiskan riba dan mengharamkan campur tangan negara dalam proses ekonomi. Akan tetapi karena kepandiran para pemimpin tersebut, mereka malah bersepakat untuk tetap mempertahankan sistem yang telah membuat APBN mereka terkuras dan rakyat mereka masing-masing harus membiyai krisis tersebut. Sementara para pemimpin pandir tersebut selesai masa jabatannya malah ikut menjadi penikmat rente kekayaan yang dikumpulkan selama menjabat.

Sebagai ilustrasi, krisis ekonomi dunia saat ini bermula dari Kredit Macet di sektor Perumahan (subprime mortagage) di Amerika Serikat, hal ini sama persis dengan yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 yang lalu. Kredit macet ini menjadi sumbu peledak bagi krisis ekonomi, yang berarti kredit macet tersebut mengakibatkan krisis financial dan berimbas pada krisis ekonomi. Dalam siklus krisis jelas terlihat, bahwa sektor keuangan pasti terlebih dahulu mengalami krisis yang kemudian akan mengakibatkan krisis yang lebih besar pada keseluruhan ekonomi.

Padahal dalam kenyataannya, uang riel yang dipinjamkan kepada para debitur/nasabah untuk membeli rumah tersebut langsung jatuh ke tangan para developer, nasabah atau Debitur hanya menerima rumah yang diinginkan dan kemudian membayar cicilan berikut bunga tinggi yang ditetapkan pihak bank, yang pada akhirnya si pemilik rumah akibat tidak mampu membayar cicilan berbunga tersebut, menyerahkan rumahnya untuk disita pihak bank. Hal ini berarti baik pihak developer maupun pihak bank sama sekali tidak dirugikan sedikitpun, dalam arti tidak ada uang yang hilang dari mereka ini. Pihak bank walaupun membayarkan sejumlah uang kepada pihak developer akan tetapi masih mendapatkan rumah sebagai ganti dari kredit macet tersebut dan kemudian mendapatkan subsidi dari pemerintah dalam bentuk dana talangan, baik bernama bail out di Amerika Serikat atau Eropa maupun bernama BLBI di Indonesia.

Dana talangan tersebut tentu saja kembali menjadi tanggungan rakyat keseluruhan karena dana tersebut diambil dari APBN masing-masing negara. APBN tersebut dipungut dari pajak yang dibayarkan oleh rakyat dalam setiap aktivitas ekonomi mereka.

Modus operandi pemerasan oleh pemilik modal besar tersebut terus dijalankan diseluruh dunia untuk memeras dan menjadikan sebagaian besar manusia sebagai sapi perah para pemilik modal besar atau para kapitalis. Sebab para pemilik modal tersebut, melalui jaringan perbankan dan perusahaan financial yang mereka operasikan diseluruh dunia, baik melalui mekanisme bursa saham maupun mekanisme jual beli langsung dengan perusahaan-perusahaan lokal. Kelompok pemodal besar internasional ini akan terus mendorong tingkat konsumsi tinggi yang akan dibiayai oleh jaringan perbankan milik mereka dan kemudian pada gilirannya akan mengakibatkan kredit macet kembali, dan negara-negara yang mengalami krisis financial tersebut akan kembali dipaksa untuk mengambil alih dan membiayai melalui APBN masing-masing. Sementara para pemilik modal tersebut sama sekali tidak kehilangan uang mereka karena uang terebut hanya berputar dalam sistem ekonomi yang mereka ciptakan, uang tersebut hanya menghilang dari catatan administrasi perbankan sebagai biaya krisis ekonomi. Dan para pemilik modal tersebut makin bertambah saja kekayaannya. Perlu kiranya kita semua mengetahui bahwa pemegang hampir 65% kekayaan dunia adalah 300 keluarga yahudi yang menjadi motor utama penggerak ekonomi riba.

Demikianlah rente/bunga/riba dalam sistem ekonomi kapitalisme tersebut bekerja sebagai sebuah siklus yang tetap, menggerogoti dan menghisap mayoritas umat manusia tanpa mendapat protes sedikitpun apalagi perlindungan dari para pemimpin negara-negara yang tergabung dalam G-20 atau APEC. Kita tentu maklum apabila para pemimpin tersebut berasal dari negara-negara kafir yang memang menjadikan riba sebagai tulang punggung ekonomi mereka, tapi di antara para pemimpin negara yang tergabung dalam G-20 maupun APEC tersebut terdapat pemimpin dari negara yang mayoritas berpenduduk muslim. Namun itulah bentuk kepandiran para pemimpin dari negeri muslim tersebut, mereka manut dan katut saja kepada agenda dan kepentingan dari negara-negara kafir imperialis. Itulah yang dinamakan pemimpin pandir. Padahal riba jelas-jelas telah diharamkan oleh Allah sebagaimana yang termuat dalam QS. 2:275-276, 278-279, QS. 3:130.

Akan tetapi para pengikut para pemimpin Pandir ini, akan marah-marah dan sewot bila dikatakan bahwa para pemimpinnya adalah Antek Asing atau Agen Asing, sebagaimana yang terjadi pada kasus Bung Adam Malik. Ramai-ramai para pemimpin pandir dan para pengikutnya meminta bukti dan membela mati-matian bahwa si Bung bukan agenm asing. Padahal dalam kasus krisis ekonomi yang saya kemukakan tadi, jelas bahwa negara-negara kafir imperialis tersebut telah dijadikan panutan dan acuan bagi si pandir. Secara tegas saya ingin menyatakan bahwa, para pemimpin pandir itulah yang meletakkan dasar-dasar ekonomi dan politik serta menjadikan negara kafir imperialis sebagai pemimpin mereka. Kepemimpinan tersebut terwujud dari persamaan agenda ekonomi dan politik serta menjadikan ideologi dienunas sebagai jalan hidup mereka. Jadi tidak perlu ada bukti kartu anggota CIA atau bukti formulir pendaftaran sebagai agen untuk menyatakan bahwa para pemimpin pandir tersebut adalah agen asing.

Cukuplah dilihat perbuatan para si pandir tersebut, apakah selalu menjadi pengekor, pengikut dan pengagum kafir imperialis atau menentang dan menghadapi kafir imperialis. Jangankan pemimpin di bidang politik, pemimpin ormas yang berbasiskan Islam saja, bila dia penjadi pengusung dan penyebar ideologi kafir imperialis, memberikan loyalitas pada sistem kufur seperti demokrasi, pluralisme, liberalisme dan kapitalisme maka dia adalah agen asing. Sebab Allah jelas-jelas melarang kaum mukmin dan mukminat memberikan wala (loyalitas) kepada orang-orang kafir beserta seluruh sistem kehidupannya sebagaimana difirmankan dalam QS. 3:28, 118, 120, 149; QS 4:137-138, 145; QS. 5:54, 55; QS. 58:14-19; QS. 60:1, 9, 13.

Oleh karenanya mari kita kembali pada Islam sebagai sistem, baik sebagai sistem akidah maupun sebagai sistem ekonomi, sistem politik, sistem pemerintahan, sistem sosial, sistem hukum dan sistem pendidikan. Agar kehidupan kita barokah dunia dan akhirat. Allahu Akbar..! (suaraislam)