11 October 2009

Teknologi Baju Anti PELURU

Prinsip awalnya telah lama dikembangkan semenjak abad pertengahan. Dimulai dari ksatria (knight) dengan jubah besinya, yang dapat mengurangi luka tusukan pedang atau luka bidikan panah. Sayangnya dengan perkembangan senjata api, perlindungan tersebut menjadi tidak berguna.

Baju "anti peluru" dibedakan menjadi dua, yaitu Soft Body Armor dan Hard Body Armor. Dalam tugas keseharian atau dalam tugas penyamaran (undercover) polisi/detektif lebih mengutamakan baju anti peluru yang ringan.

Bulletproff Vest

Ballistic Vest
[Di Desain untuk warga Sipil/Penyamaran]

Soft body armor umumnya sekarang terbuat dari serat Aramid (Aramid Fibres). Anyaman serat ini umumnya dikenal dipasaran dengan nama Kevlar. Satu lapisan Kevlar tebalnya kurang dari 1 mm, umumnya standar baju terdiri hingga 32 lapisan dan beratnya bisa mencapai 10 kg. Material ini ditemukan tahun 1964, oleh Stephanie Kwolek, seorang ahli kimia berkebangsaan Amerika, yang bekerja sebagai peneliti pada perusahaan DuPont.

Aramid adalah kependekan dari kata Aromatic Polyamide. Aramid memiliki struktur yang kuat, alot (tough), memiliki sifat peredam yang bagus (vibration damping) , tahan terhadap asam (acid) dan basa (leach) dan selain itu dapat menahan panas hingga 370°C, sehingga tidak mudah terbakar. Karena sifatnya yang demikian, aramid juga digunakan di bidang pesawat terbang, tank, dan antariksa (roket). Kevlar memiliki berat yang ringan, tapi 5 kali lebih kuat dibandingkan besi.

Ikatan Molekul Aramid

Kevlar

Prinsip Kerja Baju Anti Peluru

Prinsip kerjanya adalah dengan mengurangi sebanyak mungkin lontaran energi kinetik peluru, dengan cara menggunakan lapisan-lapisan kevlar untuk menyerap energi laju tersebut dan memecahnya ke penampang baju yang luas, sehingga energi tersebut tidak cukup lagi untuk membuat peluru dapat menembus baju.

Dalam menyerap laju energi peluru, baju (Kevlar) mengalami deformasi yang menekan ke arah dalam (shock wave), tekanan kedalam ini akan diteruskan sehingga mengenai tubuh pengguna. Batas maksimal penekanan kedalam tidak boleh lebih dari 4,4 cm (44 mm). Jika batasan tersebut dilewati, maka pengguna baju akan mengalami luka dalam (internal organs injuries), yang tentunya akan membahayakan keselamatan jiwa.

[ Serapan laju energi peluru yang menyebabkan lapisan kevlar mengalami Deformasi ]


[ Deformasi Kevlar yang menekan tubuh pengguna baju ]

Analoginya seperti laju bola yang dapat ditahan oleh jaring gawang. Jaring gawang terdiri dari rangkaian tali yang saling terhubung satu sama lain. Apabila bola tertangkap oleh jaring gawang, maka energi laju (kinetik) bola tersebut akan diserap oleh jaring gawang, yang menyebabkan tali disekitarnya bertambah panjang (extend) dan kemudian tekanan (tarikan) tali akan dialirkan ke tiang gawang.

Blunt Force Trauma

Gambar diatas menunjukan bahwa anggapan pemakai baju anti peluru dapat terhindar sepenuhnya dari cedera yang dihasilkan oleh tembakan adalah salah.

Perlu ditekankan sekali lagi, bahwa fungsi utama baju anti peluru hanyalah untuk menahan peluru; sehingga peluru tidak sampai masuk kedalam tubuh pemakai baju, yang dapat menyebabkan kematian.

Tidak jarang akibat "tekanan" yang ditimbulkan peluru tadi, pemakai baju akan menderita luka memar (blunt force trauma) hingga patah tulang.

Tentunya cidera juga tergantung dari jenis baju yang digunakan. Ini menunjukkan bahwa istilah baju/ rompi anti peluru (bullet proof vest) tidaklah tepat, istilah yang benar adalah baju/rompi balistik (ballistic vest).

Hard Body Armor

Dengan menambahi soft body armor dengan lapisan tertentu, dapat dihasilkan hard body armor. Umumnya lapisan terbuat dari keramik (Al2O3 atau Alumina), lempengan logam atau komposit.

Bentuknya yang tebal dan berat menjadikannya tidak comfort, hingga jarang dikenakan dalam tugas keseharian. Hanya dalam tugas khusus yang beresiko tinggi, seperti operasi militer atau operasi tim SWAT akan dikenakan. Tergantung lapisan yang dikenakan akan mempengaruhi tingkatan (level) body armor.

Level Baju Balistik

Standar baju balistik yang paling banyak digunakan adalah standar NIJ (National Institute of Justice) Amerika. Berdasarkan standar ini, baju balistik dibagi menjadi beberapa tingkatan (level), yaitu level I, II-A, II, III-A, III, dan IV. Level I adalah tingkatan yang terendah, baju hanya dapat menahan peluru yang berkaliber (berdiameter) kecil. Polister dari sejenis plastik (polymer) untuk mengurangi efek tekanan (shock wave) peluru. Mulai level III baju akan dilengkapi dengan lempengan besi, sehingga mampu untuk menahan shotgun.


Kemampuan Baju Balistik

Tingkatan Kemampuan Terhadap Terjangan Peluru

Poliester

Efek Terjangan Peluru
[ Kiri baju tanpa Poliester, kanan baju dengan Poliester ]

Lempengan Besi

Dengan menggunakan material yang sekarang, makin tinggi tingkat keamanan yang diberikan (makin tinggi level), maka akan semakin tebal dan berat baju yang harus dikenakan. Ini tentunya merupakan kekurangan dari material tersebut.

Atas dasar ini, pihak ilmuwan dan militer masih mengembangkan material baru yang lebih ringan dan juga lebih kuat.

Material lain selain Kevlar yang tengah dikembangkan adalah Vectran. Vectran adalah polymer kristal cair (liquid crystal polymer). Seratnya memiliki kekuatan hingga dua kali lipat dibandingkan dengan Kevlar.

Vectran

Benang Laba-laba (Spider Silk)

Benang laba-laba terdiri dari ikatan molekul Protein yang panjang. Benang ini tidak hanya memiliki kemampuan dapat menahan beban yang ekstrem, tapi juga sekaligus memiliki sifat elastis yang sangat tinggi, hingga kalau ditarik dapat memanjang sebanyak 40%. Sifat elastis ini berasal dari butiran-butiran cairan kecil yang terdapat pada benang, yang kalau dilihat bentuknya seperti kalung mutiara atau tasbih.

Setiap butiran ini didalamnya memiliki reserve benang, bila ada mangsa yang terjatuh kedalam jaring laba-laba, benang dalam butiran ini akan otomatis tertarik keluar, sehingga jaring tidak akan putus.

Di Kanada perusahaan yang bergerak dalam bidang bioteknologi Nexia dan militer Amerika telah berhasil mensintesa benang laba-laba dari susu kambing. Kambing sebelumnya di manipulasi (transgenic) dengan genetik laba-laba, sehingga susu yang dihasilkannya mengandung protein benang laba-laba. Dalam satu liternya terdapat 1-2 gram protein benang.

Setelah diolah (wet spinning) dapat dihasilkan benang dengan ukuran diamater 10-60 mikro meter, replika ini tentunya masih jauh lebih besar dari benang laba-laba asli yang memiliki diameter 2,5-4 mikro meter. Benang laba-laba sintesis ini dinamakan Biosteel.

Di Jerman, Dr.Thomas Scheibel peneliti dari Universitas Munich (Technischen Universität München) berhasil sebagai orang pertama di dunia yang dapat memecahkan informasi yang terkandung dalam kode genetik benang laba-laba, sehingga benang dapat di produksi secara labor (buatan).

Dengan memanipulasi genetik bakteri (satu liter cairan bakteri), dapat dihasilkan satu gram bahan pembuat benang (serbuk). Proses ini membutuhkan waktu berhari-hari. Benang laba-laba ini dibuktikan hingga lima kali lebih kuat dari kevlar (20 kali lebih kuat dari benang baja) dan tentunya juga lebih ringan.

Negara Jerman juga telah berhasil membuat mesin perajut benang laba-laba, kemungkinan besar dalam beberapa tahun mendatang, akan terdapat dipasaran baju balistik yang terbuat dari benang laba-laba.

Laba-Laba

Jaring Laba-Laba

Struktur Mikroskopis dan Ikatan Molekul
Jaring Laba-Laba


Kandidat material selanjutnya adalah CNT. Ditemukan tahun 1991 oleh Professor Sumio Iijima dari Jepang. CNT merupakan susunan unsur karbon (C) yang berukuran sangat kecil "Nano"(0,000 000 001) dan berbentuk seperti pipa (tube), yang dindingnya tersusun seperti rumah lebah. Diperkirakan material ini lebih kuat dibandingkan dengan benang laba-laba

Nanotube