24 November 2009

Andai Kakiku Tersentuh Debu Jihad


Tatkala hendak wafat, Yunus bin Ubaid rahimahullah, tabi’in yang agung, memandangi kedua kakinya, lalu menangis tersedu-sedu. Ketika ditanya, “Wahai Abu Abdillah, apa yang menyebabkan engkau menangis?”, beliau menjawab: “Kedua telapak kakiku ini belum pernah tersentuh debu jihad di jalan Allah. Kalau saja kedua kakiku pernah tersentuh debu jihad di jalan Allah, tentulah aku merasa aman dari azab.”

Sedemikian tingginya tingkat wara’ dan cita-cita para salaf. Mereka berangan-angan untuk mampu meraih puncak kebaikan supaya tidak terlewat satu pun pintu kebaikan. Inilah Yunus bin Ubaid, pemilik motto: “Bersegera dalam ketaatan di setiap saat dan menunaikan kewajiban di setiap kesempatan.”

Demikian hebatnya keimanan dan ketaatan beliau, sampai-sampai orang berkata, “Tiada datang hak-hak Allah melainkan Yunus bin Ubaid telah menunaikannya.”

Beliau paham betul jaminan Rasulullah yang begitu tinggi bagi orang yang berjihad di jalan Allah. Beliau berangan-angan, kalau saja kedua telapak kakinya tersentuh debu jihad di jalan Allah, tentunya beliau akan tenang meninggalkan dunia fana ini dengan selamat dari azab Allah...

Namun demikian, beliau masih menyesali dirinya tatkala menjelang wafat, karena belum terbuka kesempatan bagi beliau untuk berjihad fi sabilillah yang beliau isyaratkan dengan istilah “debu jihad di jalan Allah.” Pada masa itu, memang keadaan sangat tenang, aman dan damai gemah ripah loh jinawi kerto tentrem raharjo. Sehingga beliau disibukkan dengan dakwah, amal shaleh dan berkhidmat untuk umat. Sesuai dengan profesinya sebagai pedagang, beliau senantiasa berdagang dengan sangat jujur dan mengharapkan pahala serta ridha Allah dalam perdagangannya. Di samping kesibukan bisnis, beliau juga disibukkan oleh ilmu agama dan periwayatan hadits. Pendek kata, seluruh waktu beliau manfaatkan untuk taat beribadah menggapai ridha Ilahi.

Akan tetapi, beliau memiliki perasaan yang sangat peka terhadap kebaikan dan jaminan Rasulullah yang begitu tinggi, sehingga beliau paham betul bahwa jihad di jalan Allah adalah “dzirwatu sanamil Islam”, puncak ketinggian Islam.

Beliau berangan-angan, kalau saja kedua telapak kakinya tersentuh debu jihad di jalan Allah, tentunya beliau akan tenang meninggalkan dunia fana ini dengan rasa aman dan yakin akan selamat dari azab Allah, selagi dibarengi dengan niat yang ikhlas, jauh dari ujub, riya dan sum’ah.

Itulah amalan shaleh berupa debu jihad yang menyentuh kedua telapak kaki, karena pahala jihad fisabilillah didapatkan.

“Dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya” (QS. al-Hajj 77-78).

Maka perbuatan baik disetarakan dengan jihad, keduanya membutuhkan orang-orang yang sangup menjadikan kedua telapak kakinya berdebu di jalan Allah, dan dengannya ia akan aman dari azab.

Maraji’: kitab Haakadzaa tahaddatsas-Salaf (edisi Indonesia: Potret Kehidupan Para Salaf), karya Dr. Musthafa Abdul Wahid. (voa-islam.com)