20 November 2009

Mengenal Ustadz Abdullah Sungkar




Abdullah bin Ahmad bin Ali Sungkar lahir di Solo tahun 1937. Sang bapak, Ahmad Sungkar merupakan imigran dari Hadramaut. Sebelum kepindahanya ke Indonesia ia pernah menikah dengan wanita arab dan sempat dikaruniai seorang anak. Setelah berada di Indonesia, Ahmad Sungkar menikah dengan seorang wanita Jawa asal Jombang. Dari pernikahan inilah lahir Abdullah Sungkar. Andullah Sungkar merupakan anak tunggal dari pasangan Arab-Jawa tersebut, karena itulah Abdullah Sungkar di Indonesia tidak memiliki saudara, akan tetapi di Arab Saudi dia memiliki saudara seayah.

Dari segi ekonomi orang tuanya hidup dalam kesederhanaan, tetapi aspek pendidikan agama sangat diperhatikan. Abdullah Sungkar kecil sangat beruntung, karena selain tinggal di lingkungan religius (kampung Arab), orang tuanya sangat menekankan masalah agama. Itulah sebabnya Abdullah Sungkar belajar formal mulai Taman Kanak-Kanak sampai SLTA selalu di lembaga pendidikan Islam. TK dan SD sekolah di Al irsyad, SMP dilangsungkan di Modern Islamic School, adapun SMA di Muhammadiyah.

Satau kelebihan yang dimiliki Abdullah Sungkar adalah, ia sangat cerdas dan tekun dalam belajar. Dengan kelebihan itu, Abdullah Sungkar dapat menguasai bahasa Arab dan Inggris dengan sangat baik. Karenanya walaupun setelah SMA tidak sempat melanjutkan ke perguruan tinggi, Abdullah Sungkar dapat belajar agama secara otodidak.

Musuh Utama Rezim Orde Baru

Semangat muda Abdullah Sungkar yang diilhami keimanan yang kuat kepada Allah mendorongnya untuk menempa diri berkiprah di gelanggang perjuangan Islam. Untuk itu ia mulai menempa diri pada organisasi kepemudaan. Pertama-pertama bergabung dengan Kepanduan Al Irsyad, kemudian Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII). Sedang dalam politik praktis Abdullah Sungkar menjadi anggota partai Masyumi.

Untuk memperluas jangkauan dakwahnya, tahun 1969 Abdullah ungkar bersama kawan-kawannya mendirikan Radio Dakwah Islamiyah (Radis) di jalan Gading Solo. Abdullah ungkar juga memiliki forum pengajian yang dilaksanakan di Masjid Agung Solo. Bermula dari kuliah Dhuhur di serambi Masjid itulah, di tahun 1971 Abdullah Sungkar bersama lima kawannya sepakat mendirikan pondok pesantren Al Mukmin yang lebih dikenal dengan Pondok Ngruki. Pondok ini merupakan salah satu wadah pengkaderan generasi muda Islam untuk mencapai cita-cita, 'izzatul wal muslimin. Pesantren al Mukmin Ngruki ini juga merupakan basis koordinasi gerakan dakwah kalangan aktifis yang kritis dan menonjol dalam menyuarakan semangat penegakan Islam maupun mengkritisi Hegemoni politik dan kedzaliman penguasa Orde Baru. Dengan arti lain pesantren Ngruki akhirnya menjadi milik para pejuang dan aktifis dakwah Islam, yang tidak saja memiliki jaringan di Jawa Tengah, tetapi Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Timur, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan berbagai daerah lain di Indonesia.

Pada tahun 1975, karena pemerintah menilai Radio Dakwah Islamiyah (Radis) dianggap membahayakan negara dan dilarang oleh Laksusda Jawa Tengah. Sejak saat itu Abdullah Sungkar banyak menemui berbagai kesulitan dalam menjalankan kehidupan normalnya, karena ia telah diposisikan sebagai musuh oleh rezim Orde Baru.

Berkahnya, 'karir' Abdullah Sungkar sebagai Mubaligh (Juru Dakwah) justru meningkat, apalagi setelah Abdullah Sungkar diangkat sebagai Ketua Pembantu Perwakilan DDII (Dewan dakwah islamiyah Indonesia) Surakarta. Sejak itu berbagai kritikannya kepada rezim Orde Baru kian menjadi- jadi, dan tentu saja memerahkan telinga penguasa. Hasilnya, Abdullah Sungkar berkali-kali keluar masuk penjara.

Pada tahun 1977, selama satu bulan (12 Maret-29 April) Abdullah Sungkar ditahan Laksusda Jateng, karerna mensosialisasikan GOLPUT pada pemilu saat itu. Sejak 10 November 1078 hingga 3 April 1982 (4 tahun), Abdullah Sungkar kembali mendekam di tahanan Laksusda Jateng, dengan tuduhan merongrong Pancasila dan pemerintahan yang sah, melalui dakwah-dakwahnya yang tegas. Bahkan Abdullah Sungkar pun dituduh hendak mendirikan Negara Islam melalui berbagai dakwahnya itu.

Hijrah Ke Negeri Jiran

Keluar dari penjara bukanya berhenti melakukan dakwah yang “menyinggung” pemerintah, bahkan ia semakin keras d alam mengkritik penguasa orde baru, apalagi tahun 1982-1985, ada dua peristiwa yang sangat menggetirkan umat Islam, yaitu pembantaian Umat Islam Tanjung Priok dan pengasastunggalan pancasila.

Memperhatikan sepak terjangnya, tahun 1985 di komplek pesantren Al Mukmin Ngruki Solo, di pagi buta puluhan tentara menggeledah rumah Abdullah ungkar dan lingkungan sekitar, akan tetapi tidak ditemukan orang yang dicari, sebab malam harinya Abdullah Sungkar telah meninggalkan rumah untuk kemudian Hijrah ke Malaysia. Di negeri Jiran, Abdullah Sungkar berganti nama dengan Abdul Halim, ia tinggal di kampung Air Bong, Serting tengah, Batu ulin, Negeri Sembilan.

Di tempat 'persembunyianya' ini, jiwa Abdullah Sungkar sebagai Da'i selalu terpanggil untuk menyiarkan agama, karena itu walaupun dihimbau oleh banyak orang untuk sementara menghentikan kegiatan dakwahnya demi keselamatan, tidak dipedulikannya. Abdullah Sungkar bahkan sempat mendirikan pesantren yang diberi nama “Ma'had Tarbiyah Islamiyah Lukman al Hakim” di Johor Malaysia.

Keteguhan Akidah

Untuk lebih memperjelas bagaimana pemahan Abdullah Sungkar tentang tauhid, ada baiknya apabila dikaji beberapa kitab yang sering menjadi rujukannyadalam berbagai ceramahnya. Paling tidak terdapat dua kitab yang sering menjadi acuan dalam masalah tauhid, yaitu:

1. At-Tibyan yarh Nawaqidh al-Islam li al-Imam Mujaddid Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahab, karya Sulaiman bin Nashir bin Abdullah al-Ulwan

Kitab pertama berisi tantang sepuluh yang membatalkan tauhid seseorang. Dalam kitab ini disebutkan bahwa seseorang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat divonis keluar dari Islam atau telah batal tauhidnya apabila terbukti mengmalkan alah satu diantara sepuluh perkara yang dimaksud. Dengan kata lain, kitab ini menyuguhkan pembaca bagaimana bertauhid yang benar.

2. Al-Wala' wa Al-Bara' fi al-Islam, Karya Muhammad Sa'id Al Qahtani.

Kitab kedua, Al wala' wa al-bara' fi al-islam, secara garis besar menerangkan, bahwa tauhid seseorang baru benar apabila ia memberikan loyalitasnya hanya untuk Allah dan berlepas diri dari selain-Nya. Ketika ketaatan seorang mukmin hanya tertuju pada Allah semata, maka secara otomatis ia akan bersikap sebaliknya kepada orang atau kelompok orang yang berseberangan dengan “kepentingan” Allah.

Visi tentang Negara

Abdullah Sungkar mengatakan: “Islam tidak mempersoalkan apakah pemerintah suatu negara itu berbentuk kerajaan atau Republik, yang penting pemerintahnya beriman kepada Allah, memegang amanah, jujur, menjunjung tinggi azas musyawarah, menegakkan fitrah kemanusiaan dan beramal shaleh demi kesejahteraan umat.

Lahirnya Republik Madinah pimpinan Muhammad Rasulullah, diteruskan oleh para sahabat, ternyata rakyatnya terdiri dari orang-orang Islam, Kristen, Yahudi. Tapi apa yang terjadi?. Tidak ada penindasan terhadap agama non Islam. Begitulah hakekat kearifan Islam.”

Tauhid yang benar menurut Abdullah Sungkar berarti mengesakan Allah dalam segala hal, pengabdian, percintaan, penghormatan, pengorbanan dan lain-lain. Meyakini bahwa negara Indonesia adalah milik bangsa Indonesia berarti telah merusak Tauhid Rububiyah seorang mukmin, sebab pada hakekatnya Allahlah empunya segala makhluk, termasuk negara Indonesia dan semua penghuninya. Abdullah Sungkar juga sangat menentang lambang-lambang negara atau nyanyian, yang menjurus pada kemusyrikan dan dapat merusak tauhid seorang mukmin. Seperti dalam mensikapi lagu wajib Bagimu negeri yang sering dipakai untuk menunjukkan patriotisme seorang warga negara, ia katakan:

“... tapi aneh, si muslim yang pada waktu shalat subuh setengah lima pagi masih inna shalati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi rabbil alamin. Jam tujuh itu sudah berubah jam tujuh pagi. Padamu negeri kami berjanji, padamu negeri kami berbakti, padamu negeri kami mengabdi, bagimu negeri jiwa raga kami. Coba bayangkan saudara-saudara sekalian. Itu di sekolah Al Irsyad juga diajarkan, di Muhammadiyah juga. Nada lagunya jelas lagu gerejani, wong itu yang ngarang komponis kristen murni. Kemudian syairnya musyrik asli. Saudara-saudara sekalian. Coba yang musyrik yang bagaimana lagi kalau bukan begitu?. Kalau muslim jelas, “Pada-Mu Allah kami berjanji, pada-Mu Allah kami berbakti, pada-Mu Allah kami mengabdi, bagi-Mu Allah jiwa raga kami.”

Menurut Abdullah Sungkar Islam hanya akan bisa terhormat apabila khilafah Islam dapat ditegakkan. Saat ini, menurutnnya, beratus jama'ah sedang mempersiapkan diri di banyak negara. Nanti pada waktunya, apabila telah terbentuk daulah-daulah Islamiyah (negara-negara Islam) di masing-masing negara, para pemimpinnya akan mengadakan konferensi untuk membentuk khilafah Islam yang telah lama hilang.

Penegakan Syari'at Islam

Persoalan membuat hukum tidak lepas dari pemahaman tentang siapa yang berdaulat dalm sebuah negara. Negara yang menganut demokrasi sekuler meletakkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan, maka kekuasaan penentu hukum ada di tangan rakyat yang biasanya diwakili oleh sekelompok masyarakat yang dianggap mampu(parlemen). Adapun Abdullah Sungkar yang menolak konsep kedaulatan rakyat, hukum yang mesti diberlakukan dalam sebuah negara adalah harus hukum Islam, karena pada hakekatnya hanya Allah-lah yang berhak membuat undang-undang, sedangkan manusia, apapun status dan keahliannya tidak ada kewenangan, kecuali pada peraturan yang bersifat tidak prinsipil, seperti peraturan tentang lalu lintas. Adapun yang bersifat prinsip manusia yang membuat hukum berarti telah menyamakan dirinya sama kedudukan dengan Allah, dan itu adalah perbuatan syirik.

Penegakan hukum Islam dalam sebuah negara tidak lain dalam rangka memenuhi seruan Allah, bahwa umat Islam harus berislam secara totalitas, dalam aspek kehidupan termasuk bernegara, kalau tidak berarti seseorang telah beriman kepada sebagian ayat Allah dan mengkafiri sebagian yang lain.

“...itu namanya yu'minu bi ba'dhihin wa yakfuru bi ba'dhin, percaya sebagian tetapi kafir sebagiannya. Kalau dalam masalah politik saya memakai Al Qur'an. Disini ada orang yang mengatakan, bahwa hendak buat partai jangan pakai nama Islam, kalau mengatur masjid pakai Islam, mengatur ekonomi tidak, mengatur surau pakai Islam. Itu namanya mengimani sebagian dan mengkafiri sebagian, jangan sampai kita seperti itu...”

Bagi Abdullah Sungkar persoalan menegakkan syari'at Islam adalah masalah yang sangat prinsip. Meskipun demikian, sebenarnya ia tidak peduli siapa yang akan melaksanakan agenda penting itu. Baginya siapapun yang betul-betul paham syari'at dan melaksanakannya, akan didukung dan ditaati, termasuk kepada penguasa Orde baru.

Kiprah Jihad

Berbeda dengan informasi dari negeri yang sedang berlangsung jihad, karena faktor keamanan, nyaris tidak ada informasi detil tentang kiprah Abdullah Sungkar di medan jihad. Nampaknya hingga saat inipun, orang-orang terdekatnya belum 'membuka' sepenuhnya informasi tentang Abdullah Sungkar. Namun beberapa sumber menyebutkan bahwa Abdullah Sungkar pernah beberapa kali terjun langsung ke Afghanistan. Yang jelas, tercatat jaringan dan perjalanan dakwahnya menjangkau Australia, Saudi, Yaman, Jerman, Singapura dan tentu saja Indonesia dan Malaysia. Fikroh Abdullah Sungkar yang sangat kental tentang dakwah dan jihad tentu turut menyertai setiap perjalanan dakwah ini.

Tahun terakhir menjelang hijrah ke malaysia dan masa-masa tinggal di Malaysia merupakan masa pengkaderan Mujahidin yang paling intensif. Abdullah Sungkar mengirimkan pemuda-pemuda muslim dari Indonesia untuk belajar dan terjun langsung di medan pertempuran da Afghanistan saat melawan penduduk Soviet. Lebih dari 500 orang yang kemudian pulang kembali ke Indonessia menjadi kader-kader Mujahid handal. Peran para alumni afghan ini nampak di saat krisis Ambon dan Poso. Saat terjadi pembantaian kaum muslimin di sana, para alumni Afghan ini merasa terpanggil untuk kemudian terjun membantu kaum muslimin berjihad di sana.

Kenangan

Ustadz Abdullah Sungkar memang sosok teladan yang baik. Sebagai musuh utama rezim orde baru, Abdullah Sungkar tidak memiliki sikap yang layak dimusuhi masyarakat. Apalagi kaum dhuafa. Sebegitu perhatiannya Abdullah Sungkar dengan kaum dhuafa ini, hingga Abdullah Sungkar sendirilah yang membawa karung beras menggunakan sepeda berkeliling membagikannya kepada fakir miskin. Dan ini rutin dilakukannya di sela-sela kesibukannya berceramah.

Ketika di tahun 80-an dunia Islam terpesona dengan slogan-slogan Khomeini, “Tidak Timur, Tidak Barat, Tetapi Satu Islam Satu Qur'an', Abdullah Sungkar justru gencar mengingatkan bahwa Iran adalah Syi'ah yang sesat dan membantai kaum Sunni serta menghancurkan masjid-masjid Ahlus Sunnah. Dan ketika jihad di Afghanistan diserukan oleh Abdullah Azzam ke seluruh penjuru dunia, Abdullah ungkar segera menyambut seruan itu dengan mengirimkan ratusan pemuda untuk berjihad di sana.

Keteguhan Abdullah Sungkar untuk menjunjung tinggi panji Islam, beliau tunjukkan saat digulirkannya asas tunggal Pancasila. Abdullah Sungkar menolak tanpa kompromi secara idiologisbahkan dengan resiko harus berhijrah sekalipun. Saat hijrah inilah dakwah Abdullah Sungkar justru semakin luas hingga ke Australia dan Eropa. Benih-benih jihad telah Abdullah Sungkar tanam. Dan kini benih itu telah mulai tumbuh subur di sebuah negeri yang berpenduduk muslim terbesar di dunia, namun terpaksa masih harus hidup di bawah sistem sekuler.

Akhir Perjalanan

Lengsernya Soeharto dari kursi preiden membawa harapan baru bagi Abdullah Sungkar, karena itu pada tahun 1999, Abdullah Sungkar bersama Ustadz Abu Bakar Ba'asyir memberanikan diri berkunjung ke Indonesia untuk berziarah ke berapa kawan seperjuangan, tetapi mendadak ia terserang gangguan jantung. Akhirnya pada bulan Oktober tahun yang sama, setelah melakukan shalat Dhuhur yang di jama’ Ashar, Abdullah Sungkar dipanggil menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala. Abdullah Sungkar dimakamkan di Klaten pada hari Ahad, tanggal 24 Oktober 1999. Perjuangannya untuk menegakkan Syariat terus dilanjutkan oleh teman eperjuangan, murid, jama'ah dan seluruh kaum muslimin yang ditinggalkan. (Dikutip dari An-Najah)