15 January 2010

Adakah Dagang Sapi

Antara KPK dan Presiden?



Koordinator Government Watch (Gowa) Farid R Faqih mensinyalir KPK tidak berani menindaklanjuti kasus Anggodo Widjojo karena markus papan atas itu diduga dilindungi Presiden. Ketakutan KPK terhadap Anggodo juga disebabkan oleh adanya dugaan tukar guling antara pembebasan Bibit-Chandra dan kasus-kasus besar, seperti skandal Bank Century. “Mungkin Bibit-Chandra telah sepakat dengan SBY untuk tidak mengutak-atik Anggodo, Century, atau kasus besar lainnya. Aromanya begitu jelas,” ujar Farid kepada Sri Widodo dari Indonesia Monitor, Rabu, (6/1). Berikut ini petikan wawancaranya.

Bagaimana Anda melihat kerja KPK pasca kasus Bibit-Chandra?
Terhadap kasus-kasus yang sangat diharapkan masyarakat terutama soal pemberantasan markus, KPK berjalan bagaikan siput, sangat lambat. Seharusnya KPK lebih tanggap melakukannnya, karena itu harapan masyarakat. KPK jangan melupakan jasa masyarakat yang begitu luas terhadap kasus Bibit-Chandra dengan melepaskan jeratan pihak kejaksaan dan kepolisian. Kepercayaan masyarakat jangan disia-siakan.

Kasus besar mana yang seharusnya ditindak cepat?
Kasus Century dan Anggodo. KPK tidak bertindak cepat terhadap Anggodo dan semua orang yang terlibat dalam rekaman yang disampaikan oleh KPK sendiri.

Apakah ada perubahan penindakan yang dilakukan KPK sebelum dan pasca kasus Bibit-Chandra?
Saya melihat KPK telah berubah menjadi lamban. Saya khawatir ada politik dagang sapi antara KPK dan Presiden dalam menangani kasus Anggodo.

"Sapi" seperti apa yang diduga diperdagangkan Presiden?
Ha... ha... ha... Saya yakin ada semacam tukar guling. ‘Ok, lu gua bebasin, tapi lu jangan kutak-kutik lagi kasus Anggodo dan Century’. Feeling saya benar, ketika ternyata KPK lamban menangani Anggodo. Kalau KPK cepat menangani Anggodo sebagai raja markus, SBY kan tidak perlu membuat tim baru untuk menangani markus. Ini hanya buang-buang duit saja.

Kapan dugaan tukar guling itu terjadi?
Dugaan saya, sehari sebelum Bibit-Chandra dibebaskan. Ketika itu mereka dipanggil ke Istana. Itu menjadi kesan yang buruk di masyarakat bahwa ada semacam transaksi politik antara SBY dan Bibit-Chandra. Itu akan terus menjadi pertanyaan masyarakat, kenapa Presiden tidak menuntut Anggodo dalam pencemaran nama baik, karena Anggodo menyebutnyebut nama Presiden sebagai orang yang melindungi dirinya. Padahal dalam kasus yang lain (Eggi Sudjana dan Zaenal Maarif), SBY bereaksi dengan sangat cepat.

Adakah faktor lain yang membuat KPK lelet?
KPK memiliki vested interest sangat tinggi terhadap pemerintah. Begitu banyak anggota KPK yang setelah keluar lalu menjadi pejabat BUMN. Ratusan kasus BUMN tidak ada yang ditangani KPK sampai selesai. Karena kalau itu digarap, KPK tidak punya pekerjaan setelah keluar dari KPK. Ini semakin menambah kepercayaan saya bahwa ada negosiasi politik antara Bibit-Chandra dan SBY.

Apa benang merah yang bisa ditarik antara pensiunan KPK dan jabatan di BUMN?
Mantan Meneg BUMN Sugiharto mengatakan, ada lebih dari 160 kasus korupsi di BUMN, namun sampai saat ini tidak ada satupun kasus BUMN yang sampai ke pengadilan.

Mengapa ini bisa terjadi?
Sudah banyak contoh. Taufiequrrachman Ruki, mantan Ketua KPK langsung jadi Komisaris Utama PT Krakatau Steel. Waluyo setelah tidak menjabat Wakil Ketua KPK, jadi Direktur Umum dan Personlia Pertamina. Mantan pimpinan KPK yang lain, Erry Riyana Hardjapamekas juga didaulat menjadi Komisaris Utama BNI. Ini preseden yang tidak baik. Ini menimbulkan conflict of interest dari anggota KPK untuk tidak mau menangani kasus BUMN, karena mereka khawatir tidak akan bisa diterima kerja di BUMN setelah tidak menjabat di KPK.

Jadi ada preseden setiap pensiunan KPK mendapatkan pekerjaan di BUMN?
Itu pasti, saya yakin sekali, karena sudah jelas contohnya. Setelah pensiun dari KPK, mereka pasti kerja di BUMN, karena pendahulunya sudah memberikan contoh. Kalau mau kerja seharusnya jangan di BUMN dong. Sesuai dengan bidangnya, menjadi staf ahli polisi, staf ahli kejaksaan agung, anggota BPK, atau menjadi BPKP, bukan masuk dalam bidang yang memiliki kasus korupsi.

Adakah hubungan khusus antara Anggodo dan SBY sehingga KPK takut mengusut?
Kalau kita lihat dari pernyataan Anggodo dan Yuliana, jelas mereka memiliki hubungan dekat dengan SBY. Pejabat hukum kita saat ini mayoritas berasal dari Jawa Timur, sedangkan Anggodo sudah terkenal sebagai markus besar di Jawa Timur. Lalu Edi Sumarsono yang katanya pegiat LSM dan wartawan, itu juga sudah terkenal sebagai markus di Jakarta. Dia kan sudah lama memperdagangkan kasus, bekerjasama dengan kejaksaan. Lihat saja kehidupan Edi, mana ada LSM hidup mewah.

Kalau masyarakat kecewa terhadap kerja KPK, kira-kira apa yang terjadi?
Mungkin serangan balik masyarakat ke KPK, karena harapannya tidak terpenuhi. Bahkan di forum-forum diskusi sudah semakin banyak orang mempertanyakan kinerja KPK yang semakin lambat.

Perlukah Bibit Chandra menyampaikan ke publik apa yang mereka bicarakan saat dipanggil ke Istana oleh presiden?
Sangat perlu dan harus disampaikan ke publik, apa yang dibicarakan sedetil-detilnya, sehingga KPK dipercaya lagi oleh masyarakat. KPK juga harus sadar bahwa upaya pemerintah yang ingin menghancurkan KPK, memang betul-betul ada. ■