08 February 2010

Budi Sampoerna The Untouchable


Sampai sekarang ia tidak diperiksa langsung dalam kasus skandal Bank Century. Benarkah dia kunci kotak pandora yang bisa meruntuhkan kekuasaan?.

Sesama bus kota, dilarang saling mendahului. Tapi sesama Cina, rupanya boleh saling “memakan”. Itulah yang dikemukakan Sri Gayatri, eks nasabah Bank Century yang duitnya ketilep Rp 2,7 Milyar.

“Kami merasa aman dan percaya, apalagi dia sama-sama Cina-nya dengan saya," ucap Sri Gayatri, saat bersaksi sebagai korban penipuan di sidang Pengadilan Negeri Surabaya, 29 Juni tahun lalu.

Berkat rayuan Lyla Komaladewi Gondokusumo, saat itu Direktur Pemasaran Bank Century Wilayah V (Surabaya dan Bali), Sri mau saja mengubah status dana depositonya di Century menjadi reksadana (dana terproteksi) Antaboga, tanpa menandatangani formulir apapun.

"Saya diyakinkan oleh Ibu Lyla bahwa dana saya aman dijamin Bank Century. Pemerintah bahkan Budi Sampoerna juga menyimpankan dananya di situ," terang Gayatri. Ternyata, Antaboga hanyalah produk bodong yang membuat nasabah macam Sri Gayatri akhirnya enteuk boga (tidak berpunya).

Meski sama-sama Cina, Sri Gayatri dan Budi Sampoerna tampaknya belum pernah tatap empat mata. Kalaupun ketemu, Sri pasti tidak bisa mempersalahkan Budi atas hilangnya deposito dia. Lha wong Budi sendiri juga kena tipeng Century, kok. Sesama korban kan dilarang saling menyalahkan, toh.

Budi Sampoerna, salah seorang penerus keluarga taipan HM Sampoerna, menyimpan trilyunan rupiah di Century sejak 1998. Sebelum Bank Century diambilalih LPS, duit Budi di bank itu masih ada Rp 1.895 milyar per November 2008.

Mengapa pengusaha sekaliber Budi Sampoerna bisa terperosok dalam jebakan Antaboga?.

Tak lain karena pesona Lyla. Lyla Komaladewi Gondokusumo, sangat dekat dengan Budi Sampoerna sehingga berhasil membujuk sang pengusaha menaruh uang di Century. Tapi Lyla menyatakan hubungan itu profesional. ”Kami kolega bisnis,” katanya. Saking percayanya kepada Lyla, menurut sebuah sumber kepada Majalah Tempo, suatu ketika Budi pernah menyimpan dana sampai Rp 3 triliun di Bank Century Cabang Surabaya. ”Lyla tipe perempuan yang menarik dan pandai memikat,” ujar sumber itu.

Seperti Artalyta Suryani yang dibui di Rutan Pondok Bambu Jakarta, Lyla kini mendekam di Rumah Tahanan Medaeng, Sidoarjo, Jawa Timur. Ia dihukum 1,5 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Surabaya, Oktober lalu, karena terbukti menipu 250 nasabah Bank Century sebesar Rp 450 miliar.

Selain pesona Lyla, suku bunga yang ditawarkan Century jelas menjadi daya tarik nasabah. Seperti diakui Dudung Sjarifudin, Ketua Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia (YKKBI). Dana YKKBI yang diparkir di Century sejak 2007, per 1 Oktober 2008 besarnya Rp 83 Milyar.

Alasan sama dikemukakan Edy Kurnia, Vice President Public Relations PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom). Telkom menempatkan dana di Century dari periode Desember 2007 hingga November 2008. Dana itu disimpan secara bertahap hingga mencapai Rp 165 milyar. Sejak November 2008, Telkom tak lagi menambah saldo di rekeningnya. Hingga kemudian, pada Oktober 2009, Telkom menguras dananya di Century.

Kalau Sri Gayatri sempat jualan rujak dan joget-joget di kantor Bank Century Surabaya lantaran stres berat, bagaimana dengan Budi Sampoerna?.

Dengan alasan sakit dan harus dirawat di Singapura, Budi Sampoerna tak pernah memenuhi panggilan jaksa dalam persidangan skandal Century.

Singapura, dikenal sebagai surganya konglomerat hitam untuk kabur dan menyimpan duit haram dari Indonesia. Indonesia Corruption Watch pernah melansir daftar puluhan pengusaha culas asal Indonesia yang ngumpet di Singapura. Mereka aman di sana, karena Negeri Singa tidak punya perjanjian ekstradisi dengan Indonesia.

Setelah Century dinyatakan sebagai bank gagal akibat kesulitan likuiditas, duit Budi masih nyangkut di Century sebesar 18 juta dolar AS atau sekitar Rp 180 M.

Kalau diam saja Budi bakal gigit jari, lantaran menurut peraturan, Lembaga Penjamin Simpanan hanya akan menalangi nasabah bank gagal yang saldonya maksimal Rp 2 Milyar.

Utak-atik pun dilakukan. Hal ini diungkapkan Robert saat menjawab pertanyaan anggota Pansus Hak Angket Century di Gedung DPR, Senin (11/1). Menurut Robert, pada 14 November 2008 ia bersepakat dengan Rudi Soraya, utusan Budi Sampoerna. Rudi Soraya orang Australia yang fasih berbahasa Indonesia.

Status dana Budi dikembalikan jadi deposito. Sebab, pemerintah dan Century sama-sama lepas tangan soal produk Antaboga. Deposito Budi di Bank Century Cabang Surabaya itu lalu dipecah menjadi 247 Negotiable Certificate Deposit (NCD), masing-masing senilai Rp 2 Miliar. Nama karyawan Century Jakarta dan karyawan Grup Sampoern adi Surabaya dan Bali, bahkan berkas para pelamar ke bank Century, pun dicatut.

Oke, Robert Tantular si pemilik Bank Century, setuju. Syaratnya, dia pinjam uang itu untuk “keperluan Bank Century”. Belakangan terungkap duit itu dipakai untuk menutupi tekor main valas. Atas restu Budi, Rudi setuju.

Duit Budi lantas “diterbangkan” dari Cabang Surabaya ke Kantor Pusat Bank Century di Jakarta. Selanjutnya, duit ditransfer ke sebuah bank di luar negeri untuk menutup utang pribadi Dewi Tantular (kakak Robert Tantular).

Manajemen baru Bank Century yang kemudian berubah jadi Bank Mutiara, menolak mencairkan uang Budi. Alasannya, di pembukuan yang disusun manajemen lama, saldo deposito Budi nol. Kan sudah diterbangkan ke mancanegara.

Belakangan, Budi Sampoerna membantah keras pernyataan Robert tentang kongkalikong itu. Ia bahkan menuding Robert Tantular tak lebih dari seorang pencuri yang menggarong duitnya.

Melalui pengacara Lucas SH, Budi Sampoerna minta bantuan Komisaris Jenderal Pol Susno Duadji sebagai Kepala Bareskrim, untuk menerbitkan surat yang menyatakan deposito Budi tersebut tidak bermasalah.

Lucas mengaku penerbitan surat keterangan dari Bareskrim itu atas permintaan manajemen baru Bank Century yang dipimpin Direktur Utama Maryono.

Anehnya, meski Susno sudah memberikan sampai dua surat (tertanggal 7 dan 17 April 2009) kepada Direksi bank Century, Lucas mengaku hingga kini uang kliennya tak kunjung cair. Padahal, menurut Susno, pengabaian dua kali atas surat itu bisa berujung penangkapan terhadap pimpinan Century. Eh, malah justru Susno yang akhirnya terpental dari jabatannya.

Benarkah kata Lucas bahwa uang Budi Sampoerna masih ngendon di Bank Century?.

Tidak, menurut hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Bank Century mengalami kerugian karena mengganti deposito milik nasabah yang dipinjamkan/ digelapkan sebesar 18 juta dolar AS dengan dana berasal dari penyertaan modal sementara (PMS)," terang BPK dalam hasil auditnya.

Hal itu terkonfirmasi dengan keterangan Erwin Prasetio dan Benny Purnomo, dua direktur Bank Century. Kepada redaksi Koran Tempo pada 20 Agustus 2009, Erwin menyatakan tak ada kesulitan bagi Budi untuk menarik dananya secara bertahap dan sesuai dengan jadwal yang telah disepakati bersama. ”Setiap hari ada penarikan, kok. Saya yang teken,” Benny menambahkan.

Selain itu, menurut Erwin, bank sudah mencadangkan US$ 18 juta sebagai antisipasi kerugian yang mungkin bakal dialami Century. Uang itu diakuinya belum kembali ke deposito PT Lancar Sampoerna. ”Karena uang itu masih kasus (di pengadilan),” tuturnya.

Robert Tantular sendiri pun mengaku heran, kenapa LPS mencairkan dana Budi yang masih dipinjamnya itu. “Saya heran juga kenapa Bank Century membayarkan, padahal saya yang pinjam. Sampai sekarang saya katakan akan bayar,” kata Robert tatkala dicecar Andi Rahmat dari Pansus Century.

Menurut Maryono, uang PMS dari LPS yang telah dibayarkan kepada para deposan mencapai Rp 4 triliun. Rinciannya, untuk nasabah kecil Rp 2,2 triliun dan nasabah besar Rp 1,8 triliun. Tapi, ia tak berani mengungkap siapa saja nasabah besar itu.

Kalau duit ternyata sudah cair, tapi pihak Budi Sampoerna mengaku belum menerimanya, lalu kemana?.

Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) tak bersedia mengungkap aliran dana Bank Century tersebut. Alasannya, terbentur kententuan pasal 26 ayat g UU PPATK yang menyatakan pemeriksaan aliran dana hanya dapat disampaikan kepada penyidik Polri dan kejaksaan.

Akibat ketentuan UU itu pula, BPK tidak dapat mengakses data hasil pemeriksaan PPATK terhadap aliran dana di Bank Century.

Justru Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera) yang sanggup menjawab teka-teki tersebut. Menurut LSM yang bermarkas di bekas Kantor DPP PDI ini, duit Century tersebut mengalir ke: KPU sebesar Rp 200 miliar, LSI (Lembaga Survey Indonesia) Rp 50 miliar, FOX Indonesia Rp 200 miliar, Partai Demokrat Rp 700 miliar, Edhie Baskoro Yudhoyono Rp 500 miliar, Hatta Radjasa Rp 10 miliar, Mantan Panglima TNI Djoko Suyanto Rp 10 miliar, mantan Jubir Presiden Andi Mallarangeng Rp 10 miliar, Rizal Mallarangeng Rp 10 miliar, Choel Mallarangeng Rp 10 miliar, dan Pengusaha Hartati Murdaya Po Rp 100 miliar.

Hatta, Baskoro, dan Trio Mallarangeng, lalu melaporkan dua aktivis Bendera yang mengekspos data tersebut, ke Mabes Polri. Tapi sampai kini, aktivis yang dibidik masih aman-aman saja. Sama seperti George Aditjondro, penulis buku Gurita Cikeas di Balik Skandal Century, yang telah dilaporkan ke polisi oleh Ketua DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan dengan tuduhan pemukulan. George masih melenggang sampai sekarang.

Apakah lantaran benar kata Jusuf Kalla, bahwa skandal Century ini kalau diungkap tuntas bagai membuka kotak pandora, yang akan meruntuhkan banyak orang penting?.

George Aditjondro dalam bukunya tadi mengungkapkan, Boedi Sampoerna ditengarai menjadi “salah seorang penyokong SBY, termasuk dengan menerbitkan sebuah koran” (Rusly 2009: 48). Ada juga yang mengatakan ”Sampoerna sejak beberapa tahun lalu mendanai penerbitan salah satu koran nasional (Jurnas/Jurnal Nasional) yang menjadi corong politik Partai SBY” (Haque 2009).

Boedi Sampoerna, memiliki seorang anak bernama Soenaryo, yang jarang memakai nama keluarga Sampoerna. Soenaryo yang sangat dipercaya dalam urusan bisnis, mendampingi ayahnya ketika ditemui Robert Tantular, yang berusaha menjual saham Bank Century kepada Boedi Sampoerna. Juga dalam pertemuan dengan Susno Duadji dan Lucas, pengacara ayahnya, Sunaryo ikut pula hadir (Tempointeraktif, 12 Juli 2009, Rakyatmerdekaonline, 15 Nov. 2009).

Soenaryo merupakan pemilik pabrik kertas PT Esa Kertas Nusantara yang sedang bermasalah dengan Bank Danamon. Menurut sumber-sumber George, sejak pertama terbit tahun 2006, Sunaryo-lah yang mengalirkan dana Grup Sampoerna ke PT Media Nusa Perdana, penerbit harian Jurnal Nasional di Jakarta.

Perusahaan itu kini telah berkembang menjadi kelompok media cetak yang cukup besar dengan menerbitkan harian Jurnal Depok, harian Jurnal Bogor, majalah bulanan Arti, dan majalah dwi mingguan Eksplo.

Secara tidak langsung, dwi mingguan Explo dapat dijadikan indikator, sikap Partai Demokrat dan barangkali juga, Ketua Dewan Pembinanya terhadap kebijakan negara di bidang ESDM. Misalnya dalam pendirian pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), yang tampaknya sangat dianjurkan oleh Redaksi Explo (lihat tulisan Noor Cholis, “PLTN Muria dan Hantu Chernobyl”, dalam Explo, 16-31 Okt. 2008:106, serta beritatentang PLTN Iran yang siap beroperasi, dalam Explo, 1-15 April 2009: 79).

Selama tiga tahun pertama, ada dua orang fungsionaris PT Media Nusa Perdana yang diangkat oleh kelompok Sampoerna, yakni Ting Ananta Setiawan, sebagai Pemimpin Perusahaan, dan Rainerius Tauk sebagai Senior Finance Manager atau Manajer Utama Bisnis. Dalam Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Besar PT Media Nusa Perdana, yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi DKI Jakarta 5 Maret 2007, Ting Ananta Setiawan tercantum sebagai Direktur merangkap pemilik dan penanggung jawab.

Sementara itu, kesan bahwa perusahaan media ini terkait erat dengan Partai Demokrat tidak dapat dihindarkan. Hal ini diperkuat dengan duduknya Ramadhan Pohan, Ketua Bidang Pusat Informasi BAPPILU Partai Demokrat, sebagai Pemimpin Redaksi harian Jurnal Nasional dan majalah Arti, serta Wakil Ketua Dewan Redaksi di majalah Eksplo.

Tahun 2008, Ting Ananta Setiawan mengundurkan diri dari jabatan Pemimpin Perusahaan, yang kini dirangkap oleh Pemimpin Umum, N. Syamsuddin Haesy. Namun nama Ananta Setiawan tetap tercantum sebagai Pemimpin Perusahaan, sebagai konsekuensi dari SIUP PT Media Nusa Perdana. Mundurnya Ananta Setiawan secara de facto terjadi seiring dengan mengecilnya saham Sampoerna dalam perusahaan media itu, dan meningkatnya peranan Gatot Mudiantoro Suwondo sebagai pengawas keuangan perusahaan itu. Istri Dirut BNI ini, dikabarkan masih kerabat Ny. Ani Yudhoyono (McBeth 2007).

Menurut SIUP PT Media Nusa Perdana yang diterbitkan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi DKI Jakarta, 5 Maret 2007, nilai modal dan kekayaan bersih perusahaan itu sebesar Rp 3 milyar. Namun jumlah itu, hanya cukup untuk menerbitkan harian Jurnal Nasional selama sebulan.

Berdasarkan kalkulasinya, George memperkirakan kelompok media cetak ini telah menyedot modal sekitar Rp 150 milyar.

Menurut Geprge Aditjondro, kecurigaan bahwa keluarga Sampoerna tidak hanya menanam modal di kelompok media Jurnal Nasional, tapi juga di simpul-simpul kampanye Partai Demokrat yang lain, yang juga disalurkan lewat Bank Century, bukan tidak berdasar. Soalnya, Laporan Keuangan PT Bank Century Tbk untuk Tahun Yang Berakhir Pada Tanggal-Tanggal 30 Juni 2009 dan 2008 menunjukkan bahwa ada penarikan simpanan pihak ketiga sebesar Rp 5,7 trilyun.

Selain itu, Ringkasan Eksekutif Laporan Hasil Investigasi BPK atas Kasus PT Bank Century Tbk tertanggal 20 November 2009 menunjukkan bahwa Bank Century telah mengalami kerugian karena harus mengganti deposito milik Boedi Sampoerna yang dipinjamkan atau digelapkan oleh Robert Tantular dan Dewi Tantular sebesar US$ 18 juta dengan dana yang berasal dari LPS.

Cuci Uang di Bank Cacat?.

"Bank Century sudah cacat sejak dalam kandungan," kata Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Hadi Purnomo, dalam rapat konsultasi dengan Panitia Khusus Hak Angket Dewan untuk Kasus Bank Century di Gedung DPR, Rabu (16/12).

Hadi menyebutkan pada 31 Oktober 2008 rasio kecukupan modal Bank Century -3,53 persen. "Bank dengan CAR (rasio kecukupan modal) minus seharusnya ditutup," tandas Hadi.

Alih-alih ditutup, pemerintah melalui Bank Indonesia justru menggelontorkan dana fasilitas pinjaman jangka pendek.

Sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga diperkarakan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) karena menyimpan uang di Century.

LPS mencatat, ada 20 BUMN yang menarik dananya dari Bank Century, dengan total dana Rp 273,436 milyar.

Diantaranya adalah: Jamsostek dengan simpanan sebesar Rp 212 miliar, PT Telkom (Rp 165 miliar), PT Perkebunan Nusantara (Rp 10 miliar), PT Asabri (Rp 5 miliar), dan PT Wijaya Karya (Rp 20 miliar).

Menurut pengamat politik Johan O Silalahi, ada tiga BUMN yang dipaksa menaruh deposito di Century, yaitu PT Aneka Tambang (Antam), PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dan PT Telkom. YKKBI pun memarkir dana di Century sekitar Rp 80 milyar.

Semua dana BUMN sudah ditarik ketika Bank Century sudah ditangani LPS.

Bagi Yanuar Rizky, penasihat Indonesia Corruption Watch, penarikan dana setelah Century diambil alih LPS justru janggal. "Banknya sudah aman, dananya kok malah ditarik. Ada apa ini?." katanya. “KPK mesti mengaudit apakah ada pencucian uang atau tidak dalam hal ini," Yanuar menambahkan. (suaraislam)