16 May 2010

DESEPSI

habib palsu


Oleh: Fauzan Al-Anshari

Saya bertemu Jenderal Ryamizard Ryacudu. Saya memanggilnya Abang. Saya tanya soal pernyataannya tentang 60.000-an agen asing yang beroperasi di Indonesia itu apa bisa dipertanggungjawabkan. Abang menjawab bahwa apa yang dikatakannya itu benar-benar valid. Saya yakin, karena dia mantan KSAD.

Sebelumnya, almarhum Letnan Jenderal Z.A. Maulani memberitahu saya supaya hati-hati terhadap operasi intelijen yang menggunakan strategi desepsi. Saya ini awam soal intelijen. Saya tanya, apa maksud desepsi itu. Pak Zen, panggilan akrab Z.A. Maulani, menjelaskan secara praktis.

Seorang agen ditanamkan ke tubuh organisasi target, misalnya M21, panggilan MMI di kalangan intelijen. Si agen harus mampu menjadi orang kepercayaan dari orang yang ditarget, misalnya Ustad Abu. Tujuan "kepercayaan" itu sangat penting, misalnya untuk membunuh target atau mengadu domba dengan pihak lain, dan sebagainya. Nah, penyusupan seperti itu sehingga agen dianggap "mujahid" inilah yang disebut desepsi.

Kasus Abdul Haris
Kasus Abdul Haris tahun 2002 terungkap setelah penangkapan Umar Faruq, 5 Juni 2002, di Bogor. Padahal, sejak 1995, Haris mengaku sudah "dipercaya" oleh Irfan S. Awwas, yang kini menjadi Ketua Lajnah Tanfidziyah MMI. Apakah Irfan tidak tahu bahwa Haris adalah agen BIN? Saya yakin Irfan tidak tahu. Ini hebatnya Haris.

Saya pun mengenal Haris sebagai tukang pijat refleksi, karena saya pernah dipijatnya dan saya beri upah Rp 10.000. Walhasil, tidak ada info tentang dia yang menunjukkan bahwa Haris adalah planted agent di tubuh MMI. Semuanya baru terkuak setelah kejadian.

Kasus Rahmatan
Sekitar Juli 2005, saya ditelepon Asep Rahmatan Kusuma, yang mengaku sebagai mantan agen CIA di bawah mentor Mr. Erick dari Kedutaan Amerika Serikat di Jakarta. Katanya, itu amanah dari Pak Irfan, supaya saya menampung pertobatan Asep. Lalu saya minta Asep ke rumah untuk merekam testimoninya. Dia menangis, bertobat, dan bersumpah tidak akan mengulangi lagi dosanya.

Namun isi testimoninya sangat mencurigakan. Momentumnya bertepatan ketika Kepala BIN Syamsir Siregar menyatakan bahwa pihaknya akan menyusup dan mengadu domba para aktivis kelompok Islam radikal. Kemudian, menurut dia, modus operasi para teroris telah berubah dari pengeboman menjadi penculikan pejabat publik.

Asep mengaku telah minta "restu" kepada Ustad Abu terkait pengaktifan MMI di Tangerang. Namun "restu" itu tampaknya akan dialihkan untuk "merestui" rencana serangan little nine one-one (versi mini 911) yang akan dioperasikan oleh JI Umar Patek dengan pesawat remote control. Namun misi ini gagal total.

Kasus Kaparang
Sekitar September 2001, seorang yang mengaku mualaf (orang yang baru masuk Islam dan perlu disantuni) datang ke markas MMI. Ia mengaku bernama Lalu Muhammad Hasan alias Ihsan. Nama aslinya Andronikus Kaparang. Ia mengklaim sebagai Komandan Laskar Kristus wilayah Indonesia Timur. Ia mengaku disuruh CIA untuk mencari data hubungan MMI dengan Osama bin Laden, mengetahui aliran dana yang masuk-keluar MMI, dan melihat sejauh mana keterlibatan MMI dalam konflik Ambon.

Pada 21 September 2001, kantor Wihdah, tempat menyimpan banyak data MMI, dibobol maling. Empat komputer lenyap. Irfan pun melaporkan kejadian itu ke polisi. Namun sampai detik ini tidak berhasil mengungkap siapa malingnya.

Pada 8 Juli 2006, ada acara Arimatea yang menggelar "testimoni mantan Komandan Laskar Kristus" di Solo. Ustad Abu diundang sebagai keynote speaker. Beberapa laskar MMI datang untuk menonton testimoni itu. Ee... ternyata Kaparang! Hampir saja terjadi insiden kalau tidak dicegah Ustad Abu. Ustad Abu minta supaya diselesaikan di markas MMI.

Esoknya Kaparang diantar ke markas MMI oleh pengurus Arimatea untuk klarifikasi. Kaparang mengaku agen CIA. Dia minta maaf karena sudah memfitnah MMI. Misalnya, waktu aktif di kelaskaran, dia sengaja menzinai beberapa wanita untuk mencoreng nama MMI. Tapi semuanya gagal. Permintaan maaf itu bisa dipahami. Namun hukum harus ditegakkan karena soal pencurian itu.

Mengapa MMI?
Sejak kasus Faruq, saya menyadari bahwa M21 sudah jadi TO (target operasi) oleh CIA dan kompradornya. Bom Pamulang yang menarget Abu Jibril makin menguatkan keyakinan saya. Namun, kenapa M21 kebobolan terus?

Kami tidak merasa kecolongan. Semua program MMI transparan. M21 adalah organisasi tansiq amali (aliansi strategis) untuk tathbiqus-syari'ah (penegakan syariat Islam). Sehingga mau tidak mau harus banyak berinteraksi dengan para aktivis pejuang syariat. Nah, longgarnya proses interaksi itulah yang sering dimanfaatkan oleh intel untuk menjalankan misinya.

Termasuk desepsi, operasi intelijen yang tersulit sekaligus berisiko tinggi. Kasus syahidnya Syekh Ahmad Yasin dan Rantisi di Palestina dan Komandan Mujahidin Chechnya Ibnu Khattab adalah korban desepsi agen-agen CIA dan Mossad. Apakah di Indonesia ada target orang atau organisasi melalui operasi desepsi? Fakta telah menjawab: ya! (gatra.com)