Isu teror Desember tidak hanya menimbulkan traumatik sosial bagi umat. Lebih dari itu, umat mulai menjauh dari anasir Islam.
A khir-akhir ini umat Islam kerap mendengar informasi ‘aneh’. Bahkan, sebagian informasi itu menjadi pembicaraan hangat di sejumlah aktivis Islam. Salah satu informasi yang paling santer adalah kegiatan sekelompok orang di kawasan lereng Gunung Galunggung, Tasikmalaya, Jawa Barat.
Dari perbincangan itu diketahui bahwa mereka sedang mengadakan latihan “perang”. Seperti halnya tentara, mereka serius melatih fisik, stamina dan memakai senjata, baik laras panjang maupun pendek.
Bahkan, mereka diajari merakit berbagai jenis bom. Konon, mereka tak dapat dipandang sebelah mata. Sebab, mereka mampu merakit bom dengan kemampuan daya ledak tinggi.
Masih dari perbincangan tersebut, kabarnya pihak asing (bule) juga ikut terlibat. Jumlahnya sebanyak dua orang. Seorang di antaranya bertugas sebagai penjemput mereka ke lokasi latihan.
Apa tujuannya? Tujuan akhirnya adalah melakukan aksi peledakan bom di sejumlah daerah di Indonesia. Infonya, sasaran ledakan bom adalah sejumlah perkantoran dan pusat-pusat keramaian.
Namun, berita yang sempat menjadi perbincangan serius sejumlah aktivis ini, ternyata tak jelas. Hasil investigasi Sabili ke daerah lereng Gunung Galunggung, ternyata tidak menemui tanda-tanda bekas latihan perang tersebut. Tak ada jejak sepatu lars di lokasi itu. Di sana tidak juga ditemui sisa-sisa bahan peledak.
Berdasarkan keterangan penduduk yang tinggal di sekitar lokasi, mereka tak pernah mendengar ada latihan perang. “Saya tidak pernah mendengar ada latihan perang di sini,” ujar H.A Kusnadi, tokoh masyarakat setempat.
Hal serupa dikatakan tokoh masyarakat Tasik yang dekat dengan kalangan aktivis Islam under ground (bawah tanah), KH. Zenzen. “Beberapa waktu lalu ada orang ke mari, tapi mereka Rihlah (tamasya). Kegiatan mereka atas sepengetahuan pejabat desa,” katanya
Selain informasi latihan perang sekelompok orang di lereng Gunung Galunggung, Tasikmalaya, Jawa Barat, sejumlah aktivis Islam juga mendapat informasi lain. Kali ini soal sepak terjang “Kelompok Serang”. Dari situ didapat keterangan bahwa kini Kelompok Serang sedang melakukan konsolidasi untuk bergerak kembali.
Saat ini, masih dari informasi itu, mereka sedang latihan merakit bom dan senjata. Rencananya, aksi akan diadakan sebelum pemilihan umum (Pemilu) tahun 2004 nanti.
Latar belakang aksi, mereka kecewa terhadap kinerja polisi dan intelijen. Polisi dan intelijen dianggap tidak fair terhadap aktivis Islam. Mereka juga protes karena aparat terlalu berpihak pada asing, terutama Amerika Serikat (AS). Tujuan bom ini sebagai peringatan bagi aparat agar tidak semena-mena dalam bertindak, terutama kepada aktivis Islam.
Masih berdasarkan informasi itu, sepak terjang ‘Kelompok Serang’ dianggap tidak main-main. Selain, memiliki motivasi besar, mereka juga mempunyai jaringan luas. Kini mereka tengah menjalin kontak langsung dengan pihak lain.
Salah satunya dengan Dr. Azahari yang saat ini sedang dikejar polisi karena dituding terkait berbagai peledakan di Indonesia, seperti Bom Bali dan Marriott. Untuk aksinya tersebut, mereka pun sedang memesan bom dari Dr. Azahari.
Benarkah informasi ini?. Wallahu a’lam. Sebab hingga saat ini, Sabili belum mendapatkan keterangan jelas perihal kebenaran berita ini. Namun, berdasarkan penelusuran Sabili ke sejumlah tokoh, baik permukaan dan underground, mereka mengutarakan jawaban serupa, yakni belum banyak mengetahui informasi itu.
Namun, aneh, di tengah-tengah ketidakjelasan umat terhadap sejumlah informasi tersebut, muncul berita mengejutkan dari luar negeri. Harian The Sunday Times terbitan 28 September 2003, melaporkan, kelompok Jamaah Islamiyah (JI) akan melakukan serangan bom bulan Desember 2003 mendatang. Sasarannya, tulis harian terbitan Singapura itu, adalah sejumlah hotel internasional.
Informasi yang diakui didapat dari seorang pejabat senior intelijen Indonesia itu menyatakan, teror tersebut dilakukan generasi baru JI. Sebanyak dua belas anggota JI yang berasal dari enam jaringan teroris di Indonesia siap menciptakan teror.
Masih tulis The Sunday Times, rencana teror Desember tersebut telah dimatangkan saat pertemuan pemimpin JI di Kalimantan Timur (Pesantren Hidayatullah-red) Maret lalu bersama Zulkarnaen dan Dr. Azahari.
Isu teror akhir tahun 2003 tersebut tidak dinafikan Kepala Polri Jenderal Polisi Da’i Bachtiar. Isu Bom Desember, menurutnya, bukan tidak mungkin terjadi, sebab kelompok teroris masih memiliki sisa bom. “Karena itu kami wajib meningkatkan kewaspadaan menghadapi terorisme,” ujarnya.
Juru bicara Mabes Polri Komisaris Besar Zainuri Lubis membenarkan pendapat Da’i. Yang jelas, katanya, polisi mendapatkan informasi ada bom seberat seratus lima puluh kilogram telah selesai dirakit. “Bahan peledak itu masih dibawa para buron,” katanya.
Selain tak menafikan isu teror, Da’i mengakui adanya muka baru dalam kelompok–kelompok militan. Indikasi ini, katanya, ditandai adanya sejumlah nama baru, seperti Asmar dan Tohir. “Waktu Bom Bali meletus, belum ada nama Asmar dan Tohir. Kelompok Bali melakukan perekrutan lagi, sehingga masuk nama-nama baru,” ujarnya.
Meski membenarkan isu serangan teror di akhir tahun 2003, namun Da’i membantah jika keterangannya itu dilandasi atas laporan harian The Sunday Times. “Informasi media asing itu darimana, karena kami tidak memperoleh informasi tentang waktu dan informasi yang spesifik akan adanya ancaman itu,” katanya.
Mesti baru sekadar isu teror, namun Da’i telah memperketat keamanan. “Pengaman kami lakukan di seluruh Indonesia,” tuturnya. Agar tidak kecolongan, Da’i menyiapkan tiga langkah strategis. Pertama, membangun kerja sama intelijen, baik dalam dan luar negeri. Kedua, melakukan pengawasan preventif di tempat-tempat umum, seperti hotel dan sejumlah tempat lainnya.
Ketiga, melakukan penangkapan dan pengejaran tersangka yang belum tertangkap. “Tiga jurus ini diharapkan dapat mengantisipasi teror bom,” kata Da’i.
Tak cukup memperketat keamanan, Da’i juga meningkatkan status keamanan sejumlah daerah. Daerah seperti Bali, Jakarta, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat, menjadi Siaga I.
Bila terjadi sesuatu yang mengganggu keamanan, lanjut Zainuri, maka polisi akan cepat meresponnya. “Namun, jika kondisi keamanan sejumlah daerah itu telah berubah, statusnya dapat saja diturunkan ke Siaga II,” kata Zainuri.
Jika Kapolri Da’i Bachtiar tidak menafikan isu ledakan bom akhir tahun dan terlihat sigap merespon isu tersebut, berbeda dengan Dosen Komunikasi Massa Fisip Universitas Hasanuddin, Azwar Hasan.
Mencuatnya isu Bom Desember ke permukaan, menurut Azwar, adalah bagian permainan intelijen. Untuk membuka pintu masuk bagi gerakan operasi dalam intelijen, kata Azwar, maka dibuat isu terlebih dahulu. Menurutnya, tempat yang paling strategis melontarkan isu tersebut adalah melalui media massa.
Sekjen Komite Penegakan Syariat Islam (KPSI) ini menyatakan, tujuan Bom Desember adalah suatu pembenaran bahwa terorisme memang ada di Indonesia. Selama ini, katanya, umat Islam sangat kritis terhadap segala bentuk isu terorisme. Umat kerap menolak jika Islam dikaitkan dengan terorisme, apalagi memakai jargon Jamaah Islamiyah (JI).
Namun munculnya isu Bom Desember, kata Azwar, dapat saja membuat sikap umat berubah. Sehingga pada suatu titik tertentu, umat tidak lagi kritis terhadap persoalan terorisme. “Mereka akan pasrah terhadap tudingan bahwa Indonesia adalah sarang terorisme,” tuturnya.
Pendapat senada dikemukakan pengamat intelijen Juanda. Ia menyatakan, karena yang melansir berita Bom Desember dari negara asing, maka kita harus berhati-hati. Isu Bom Desember, katanya, adalah bagian dari permainan asing yang sangat berkepentingan dengan Indonesia. Mereka inilah yang selalu menghembuskan isu Jamaah Islamiyah (JI) dan isu-isu sejenisnya di Indonesia.
Juanda menambahkan, tragedi Bom Bali, Bom Marriot dan penangkapan aktivis serta isu Bom Desember 2003 adalah kelanjutan usaha sistematis untuk memberangus gerakan Islam di Indonesia. “Ini rangkaian rencana panjang dan global membuat gerakan Islam tidak berdaya mengekspresikan perjuangannya,” katanya.
Karena kuatnya permainan asing dalam isu Bom Desember tersebut, ia mengingatkan semua pihak, terutama polisi, TNI dan aparat intelijen agar berhati-hati menanggapi info ini. Sikap aparat, katanya, harus kritis dan jangan asal menjalankan perintah saja. “Aparat harus hati-hati, apalagi negara yang melansir isu Bom Desember itu adalah negara yang selama ini memiliki niat kurang baik terhadap kita,” ujarnya.
Tudingan Azwar dan Juanda bahwa intelijen merekayasa isu Bom Desember dibantah Da’i Bachtiar. “Itu tidak benar,” katanya. Menanggapi laporan harian The Sunday Times yang dilansir dari keterangan seorang intelijen senior Indonesia, Da’i menyatakan, jika ada informasi intelijen disebarluaskan kepada publik, padahal aturan mainnya harus diserahkan ke user, maka informasi itu belum tentu bisa dipertanggungjawabkan.
“Intelijen mempunyai aturan yang ketat. Kita tak mengetahui info itu dari intelijen mana. Dari intelijen BIN dan polisi kah. Atau dari intelijen lain. Padahal, selain di BIN dan polisi, intelijen ada juga di Kejaksaan dan bea cukai. Jadi intelijen mana?” tangkisnya.
Da’i sah-sah saja membantah keterlibatan intelijen. Namun isu serangan Bom Desember itu, berdampak buruk bagi masyarakat, terutama buat Islam. Akibat isu miring tersebut, umat betul-betul dalam keadaan terpojokkan. Kondisi ini memberi peluang besar musuh Islam menghancurkan Islam dan umatnya.
Berdasarkan penelusuran Sabili, isu terorisme tersebut membuat trauma masyarakat. Masyarakat mulai menghindar dari anasir-anasir yang berbau Islam. Sebaliknya, sebagian masyarakat mulai beralih kepada sesuatu yang berbau nasionalisme.
Jika masyarakat terus-menerus menghindar dari anasir-anasir Islam, maka dapat diprediksi jumlah masyarakat yang akan memilih partai Islam di Pemilu 2004 akan berkurang. Untuk itu, umat Islam tak boleh membiarkan hal ini terjadi.
Selain harus aktif membangun citra baik Islam di masyarakat, para aktivis Islam harus juga tetap mengedepankan daya kritisnya, terutama terhadap isu-isu terorisme yang digulirkan musuh-musuh Islam. (Sabili)
*****
Minggu, 28 September 2003, 14:48 WIB
Sunday Times: Desember, KJI Akan Bom Indonesia
Sunday Times: Desember, KJI Akan Bom Indonesia
Kelompok militan yang terkait Al-Qaeda merencanakan bom bunuh diri untuk menyerang beberapa hotel dan perumahan orang asing di Indonesia bulan Desember mendatang. Demikian, pejabat intelijen Indonesia yang tidak diidentifikasikan, seperti dikutip suratkabar Singapura, The Sunday Times, Minggu (28/9).
Disebutkan, Kelompok Jamaah Islamiyah (KJI) menyiapkan 12 militan dengan target beberapa hotel di Jakarta, Surabaya, dan Medan. "Perumahan dengan komunitas warga negara asing, juga berpotensi menjadi target," ujarnya.
Kepolisian Indonesia sendiri tidak terburu-buru memberikan komentar, tapi Polri dan Pemerintah negara lain telah memperingatkan rencana penyerangan bulan mendatang tersebut.
The Sunday Times, juga menyatakan, kelompok itu menggunakan Pulau Sebatik, yang terletak diantara Sabah dan Kalimantan, sebagai tempat transit senjata.
Kelompok tersebut, pindah ke pulau terpencil itu setelah beberapa tempat persembunyiannya di Jawa digerebeg. Pejabat intelijen itu juga menyebutkan KJI merupakan cabang Al-Qaeda di Asia Tenggara. (Kompas)