19 May 2010
Ba'asyir, Bafana dan Intel
Kesaksian Faiz Abu Bakar Bafana melalui teleconference pada persidangan Ba'asyir menegaskan, bahwa "Kami hadir bersama ustadz dalam sebuah rapat dimana ustadz memerintahkan Mukhlas untuk membunuh Megawati." Rapat itu dipimpin oleh Ba'asyir. Namun, Mukhlas tidak bersedia karena merasa tidak mampu.
Sayangnya Ba'asyir tidak menanggapi kesaksian Faiz Abu Bakar Bafana itu, padahal banyak kelemahan di sana-sini. Mungkin sudah begitu aturan yang digariskan tim pembela hukum Ba'asyir.
Faiz Abu Bakar Bafana bertemu Ba'asyir di Malaysia, ketika ustadz dalam pelarian dikejar-kejar setan Orde Baru. Benarkah Ba'asyir merupakan pimpinan JI (Jama'ah Islamiyah)? Memang benar. Lihat posting ber-subject "Mengenai Jama'ah Islamiyah" yang dimuat milis Sabili pada Friday, November 15, 2002 7:21 AM.
JI versi Ba'asyir (dan Sungkar) adalah pengajian biasa, bukan kelompok teroris. JI pimpinan Ba'asyir sama sekali tidak punya format kekerasan, tidak radikal. Sebagai kelompok pengajian biasa, mereka sama sekali tidak ada upaya sterilisasi terhadap kemungkinan masuknya virus intel seperti Faiz Abu Bakar Bafana.
Kira-kira, samalah Faiz Abu Bakar Bafana itu dengan Abdul Haris, intel BIN yang disusupkan ke Majelis Mujahidin Indonesia.
Dulu, Republika mengabarkan, setelah Idul Fitri 1423 H sosok Abdul Haris akan ditampilkan sebagai saksi (yang memberatkan) Ba'asyir. Namun entah mengapa, rencana itu tidak jadi. Mungkin karena kedok Abdul Haris sudah keburu dibuka oleh pers.
Perlu diketahui, Abdul Haris sudah menjadi agen dan menyusup ke berbagai gerakan Islam sejak badan intelijen masih bernama BAKIN yang salah satu periode kepemimpinannya dijabat oleh ZA Maulani.
Faiz Abu Bakar Bafana sejak awal menampilkan kesan sebagai orang pergerakan biasa (bukan intel), yang bergabung ke dalam lingkaran Abdullah Sungkar + Abu Bakar Ba'asyir karena ghirah dan ukhuwah (begitulah kesan yang ia bentuk sejak awal). Apalagi didukung oleh sikap politik Mahathir yang menerima pelarian politik dari Indonesia.
Sikap Mahathir berubah setelah ia bermusuhan dengan Anwar Ibrahim dan merasa terancam kedudukannya. Mulailah Faiz Abu Bakar Bafana menjadi antek Mahathir, yang selanjutnya secara lebih intensif menjadi planted agent di lingkaran Abdullah Sungkar + Abu Bakar Ba'asyir.
Format JI AS+ABB tetap non radikal. Tidak ada kaitan dengan Hambali maupun Imam Samudera dll. Hambali memang pernah menjadi bagian dari JI AS+ABB sebelum akhirnya pecah tahun 1999.
Karena group ABB non radikal, Hambali melepaskan diri. JI yang radikal selain kelompok Hambali adalah kelompok Abu Rushdan. Hambali sudah mati. Abu Rushdan sudah ditangkap.
Kelompok Abu Rushdan tidak terlibat kasus Bali. Mereka radikal di Poso, Ambon dan Filipina, untuk membela kaum Muslimin yang teraniaya. Abu Rushdan ditangkap, meski tidak terlibat kasus Bali, karena ia pernah melindungi Sarjio (peracik amunisi kasus peledakan Bali, yang digunakan oleh kelompok Imam Samudera).
Sarjio adalah salah seorang pelaku kasus Bali, yang pada saat dalam pelarian mendapat perlindungan dari Abu Rushdan. Abu Rushdan punya atasan bernama Abu Fatih yang hingga kini masih bebas (belum tertangkap). Namun demikian, Abu Rushdan menjadi motor penggerak dan policy maker bagi kelompoknya.
Hambali selain berstatus sebagai WNI juga warga negara Malaysia. Ia orang dekatnya As'ad Waka BIN (orang kedua setelah Hendropriyono). Waktu Gus Dur Presiden, As'ad dikenal sebagai orang dekatnya Gus Dur. Hambali juga merupakan planted Agent yang ditanamkan ke dalam gerakan Islam radikal (baik di Indonesia maupun Malaysia).
Sarjio salah seorang pelaku peledakan Bali sudah banyak memberi pengakuan kepada POLRI soal sumber-sumber bahan peledak untuk kasus Bali. Bahkan Sarjio siap jika POLRI meminta reka-ulang tentang bagaimana ia meracik bahan peledak untuk kasus Bali. RDX yang diracik Sarjio sumber-sumber (bahannya) berasal dari Mabes TNI.
Karena itulah Sarjio tidak pernah dijadikan saksi untuk persidangan kasus Bali, misalnya untuk persidangan Amrozy.
Harian Republika sering mengungkap keganjilan persidangan kasus Bali. Apakah ini ada kaitannya dengan dipecatnya 15 wartawan Republika oleh Erick Tohir baru-baru ini?
Mengapa begitu mudah Ba'asyir disusupi intel? Karena niat mereka cuma satu, yaitu mensosialisasikan perlunya penerapan syari'at Islam. Bahkan kepada intel sekalipun. Ini alasan yang pertama.
Alasan kedua, karena pada umumnya mereka tidak punya sense dan knowledge yang memadai soal dunia (tipudaya) intelijen.
Ketiga, banyak sekali dari kalangan "islam pergerakan" atau "islam garis keras" yang bisa dibeli. Seperti Nurhidayat (kasus Lampung 1989).
Informasi berikut ini dapat menjadi salah satu penjelas bagi alasan ketiga di atas. Tentang, keterlibatan SBY + Mendagri dalam kasus pembunuhan Abu Jihad alias Teungku Fauzi Hasbi (putra Hasbi Geudong). Teungku Fauzi Hasbi adalah Intel Madya BIN. Teungku Fauzi Hasbi orang dekatnya As'ad (Waka BIN). Ia sudah menjadi "islam garis keras" sekaligus intel sejak lembaga itu bernama BAKIN.
Menurut Irfan S. Awwas, dalam sebuah tulisannya di Jawa Pos edisi Jumat 27 Desember 2002, berjudul "ICG dan Kesaktian Sidney Jones", dikatakan bahwa: ".Laporan itu hanya menggambarkan bahwa Teungku Fauzi Hasbi (paman Al Chaidar) masih menjalin komunikasi dengan Syafrie hingga kini. Juga digambarkan Hasbi punya kedekatan dengan A.M. Hendropriyono (kepala BIN). Padahal, hingga kini dia masih menjalin kontak tidak saja dengan Syafrie, bahkan dengan banyak petinggi militer aktif dan purnawirawan seperti Wiranto (mantan Pangab). Karena itulah, GAM pimpinan Teungku Fauzi Hasbi oleh kalangan Islam pergerakan disebut GAM made in militer untuk membedakannya dengan GAM lainnya."
Pelaksana pembunuhan Abu Jihad adalah orang BIN, melibatkan beberapa nama tokoh "islam garis keras" seperti Nur Hidayat (provokator kasus Lampung 1989), Gaos Taufik (tokoh NII faksi Ajengan Masduki). Menurut Laporan ICG 8 Agustus 2002, Gaos Taufik adalah pejuang Darul Islam dari Jawa Barat yang kemudian menetap di Medan; kemudian terkait gerakan Komando Jihad, menurut laporan dialah yang melantik Abdullah Umar dan Timsar Zubil. Kini, Gaos Taufik berdomisili di Tangerang.
Teungku Fauzi Hasbi dibunuh di Ambon bersama 2 rekannya dari NII faksi Ajengan Masduki. Mereka adalah Ahmad Saridup dan Agus Saputra. Keduanya bisa mendampingi Teungku Fauzi Hasbi atas rekomendasi dari Nurhidayat.
Teungku Fauzi Hasbi dan dua rekannya sebelum dibunuh di Ambon, ditugaskan oleh BIN untuk melakukan bisnis di sana. Sersan Jawali (intel Kodim setempat) menjadi fasilitator selama Teungku Fauzi Hasbi (dan dua rekannya) menjajagi "bisnis" di Ambon. Padahal, Teungku Fauzi Hasbi ditugaskan ke Ambon untuk dibunuh. Dua orang yang menyertai Teungku Fauzi Hasbi dan ikut dibunuh merupakan "bonus" yang diberikan Nurhidayat karena keduanya merupakan seteru Nurhidayat.
Saya berkesimpulan, masalah radikalisme (terorisme) yang berkaitan dengan gerakan Islam, tidak sepenuhnya murni. Lebih banyak merupakan rekayasa, dengan dua cara.
Pertama, memasukkan intel seperti Bafana, Hambali, Al-Farouq, atau Abdul Haris ke dalam gerakan Islam, dan menjadikannya radikal, kemudian ditumpas.
Kedua, membina orang dalam menjadi partner. Seperti yang mereka lakukan terhadap Teungku Fauzi Hasbi, Nurhidayat dan Sudarsono (provokator kasus Lampung 1989), Ahmad Yani Wahid (petinggi Jama'ah Imran, Kasus Cicendo Bandung, dan Pembajakan Woyla).
Tujuannya, adalah menciptakan hantu teroris yang berasal dari "islam garis keras" atau "islam fundamentalis" atau "islam radikal". (Syaifuddin Bidakara)