Senjata dari polisi kembali ke polisi ?
Jakarta – Sedikitnya 12 pucuk senjata yang digunakan oleh kelompok “teroris” di Aceh berasal dari gudang Deputi Logistik Mabes Polri di Jakarta. Bocornya senjata itu melibatkan dua oknum polisi aktif dari Deputi Logistik Mabes Polri. Mereka terlibat karena motivasi ekonomi.
Hal itu dibenarkan oleh Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Edward Aritonang kepada Kompas, Senin (12/4). ”Dua orang bintara (oknum polisi) itu sudah ditahan. Keduanya bekerja sama dengan Sofyan untuk memperoleh senjata-senjata yang sudah disposal untuk dipoles, dirakit ulang,” kata Edward.
Selain senjata, di antaranya jenis AK-47, kedua oknum Polri itu juga memasok sedikitnya 8.000 butir peluru kepada kelompok “teroris” melalui Sofyan, polisi desersi yang menjadi anggota kelompok “teroris” di Aceh.
Edward mengatakan, sejauh ini kedua oknum polisi itu terlibat sebatas karena motivasi ekonomi, bukan keterlibatan yang berlatar belakang ideologis.
Informasi yang diperoleh di kepolisian, kedua polisi bintara itu berpangkat brigadir satu. Keduanya bernama Abdi dan Tatang. Berdasarkan keterangan salah satu tersangka “teroris”, Yudi Zulfahri, kepada Kompas, satu senjata dibeli seharga Rp 17 juta melalui Sofyan.
Sementara itu, lima tersangka kasus pelatihan kelompok bersenjata di kawasan Perbukitan Krueng Linteung, Jalin, Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Senin, ditangkap oleh tim Detasemen Khusus 88 Antiteror di dua tempat di Banda Aceh dan sekitarnya. Seorang “teroris” tewas tertembak karena melawan saat hendak ditangkap, kemarin.
Adapun lima dari enam tersangka “teroris” yang ditangkap anggota Kepolisian Sektor Medan Kota, Minggu siang, diterbangkan ke Nanggroe Aceh Darussalam untuk pengembangan kasus. Seorang tersangka lainnya dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara Medan karena menderita malaria.
Masuk DPO
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah NAD Komisaris Besar Farid A Solekh di Banda Aceh, Senin petang, menjelaskan, ”Yang tewas tertembak masuk dalam daftar pencarian orang karena terkait dengan kasus teror di Poso, Sulawesi Tengah, beberapa tahun lalu.”
Farid menjelaskan, satu tersangka yang tewas adalah Enal Tao alias Zainal alias Ridwan alias Haris (35). Jenazahnya masih di kamar pemulasaraan jenazah RSU Zainoel Abidin, Banda Aceh.
Tersangka tewas ditembak saat anggota Densus 88 menggerebek rumah tersangka lainnya, Aidil Syakrisah (38), di Desa Gla Meunasah Baro, Kecamatan Krueng Barona Jaya, Kabupaten Aceh Besar. Aidil dicurigai polisi membantu kelompok bersenjata itu selama berlatih dan mencoba melarikan diri keluar dari wilayah ini.
Polisi menjelaskan, setelah Aidil—pemilik CV WML—ditangkap, dia memberitahukan tempat persembunyian tiga anggota lainnya. Mereka disembunyikan oleh Aidil di sebuah ruko di Jalan Jama’a, kawasan Beurawe, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh.
Sementara itu, Minggu dini hari, polisi dari Polsek Medan Baru menangkap enam buronan terorisme, dua di antaranya bekas narapidana, yakni Lutfi Haedaroh alias Ubeid dan Ibrohim. Selain itu, polisi juga menangkap Abu Yusuf yang berperan sebagai pemimpin pelatihan di Aceh, Komarudin alias Abu Musa, Pandu Wicaksono, dan Bayu Seno.
Bayu merupakan buronan lama, yang diduga terlibat dalam pengeboman Hotel JW Marriott dan The Ritz-Carlton. Bayu merupakan salah satu perakit bom, yang disembunyikan di Jatiasih, Bekasi. Bom itu disebut Polri hendak menyasar iring-iringan Presiden dari Cikeas.
Dikirim ke NAD
Lima dari enam “teroris” yang ditangkap di Medan, kemarin, terbang dengan pesawat PK VVJ tipe 208 milik maskapai Susi Air via Bandara Polonia, Medan, Senin pukul 10.00. Densus 88 membawa beberapa unit komputer, yang diduga dipakai kelompok itu untuk berhubungan dengan jaringan lainnya di luar NAD. (kompas.com)