Fak-fak boleh dikatakan sebagai "serambi Mekkah" selain yang di Aceh. Kawasan ini adalah pemasok muballigh dan guru agama ke pelosok-pelosok Irian Jaya. Ribuan komunitas muslim dari kalangan pribumi juga tersebar di 14 tempat terpisah di Kabupaten Jayawijaya.
Jika menyebut "Papua", yang terlintas di benak adalah suku-suku primitif yang telanjang. Tanah orang Kristen. Sehingga kemudian sampai pada pertanyaan, "Memang di Papua ada Islam ?".
Itulah beberapa opini yang ternyata sengaja dibentuk untuk mencitrakan bumi Cendrawasih ini. Mengapa demikian ? Hal ini berkaitan erat dengan kekayaan bumi yang dimiliki tanah Irian yang menyedot perhatian banyak pihak untuk mewujudkan masing-masing kepentingannya disana.
Jauhnya perjalanan menuju Irian bisa jadi salah satu faktor yang menghambat dakwah Islam disana. Dari pelabuhan Tanjung Perak Surabaya membutuhkan waktu 7 hari mengarungi lautan untuk sampai di Irian. Atau 8 jam perjalanan dengan pesawat dari Jakarta untuk tiba di kawasan paling timur Indonesia tersebut.
Adakah Islam di Irian?
Sebuah pertanyaan yang skeptis, "Adakah komunitas pribumi penganut Islam ?". Pertanyaan semacam ini bukanlah hal aneh mengingat sangat sedikitnya pengetahuan masyarakat umum di luar Papua tentang Islam di Irian Jaya. Orang tidak akan heran jika dikatakan Papua identik dengan Kristen atau Papua adalah Kristen. Semenjak heboh Perda Manokwari timbul juga opini salah di masyarakat yang menganggap memang di Irian Jaya jumlah pemeluk Kristen mencapai 60% lebih, artinya muslim memang minoritas disana.
Islam Agama Nenek Moyang Papua
Wah, ini baru menarik !. Lalu apa yang sudah terjadi selama ini?. Sebuah pembentukan opini, penutupan fakta sejarah yang dilakukan dengan sangat rapi. Di Irian Jaya yang jumlah total populasinya sekitar 2,4 juta jiwa.
Jumlah muslim sekurang-kurangnya adalah 900 ribu orang. Gubernur pertama Irian Jaya adalah seorang muslim yakni H.Zainal Abidin Syah (1956-1961) yang merupakan Sultan Tidore. Disusul Gubernur muslim lainnya, P.Parmuji, Acup Zaenal, Sutran dan Busiri. Sejak setelah Gubernur Busiri hingga sekarang, Kepala Daerah selalu dijabat oleh Kristen.
Saat ini disejumlah tempat misalnya, Kokas, Kaimana, Patipi, Rumbati dan Semenanjung Onin komunitas muslim semakin berkembang. Di Kabupaten Sorong sejumlah daerah yakni Waigeo, Misool, Doom, Salawati, Raja Ampat dan Teminabuan terdapat Kampung Islam. Di Manokwari kampung Islam terdapat di Bintuni, Babo dan Teluk Arguni. Di kabupaten Jayawijaya perkampungan Islam terdapat di Walesi, Hitigima, Kurima, Megapura, Kurulu, Assogima, dll.
Fak-fak boleh dikatakan sebagai "serambi Mekkah" selain yang di Aceh, karena kawasan ini adalah pemasok muballigh dan guru agama ke pelosok-pelosok Irian Jaya. Ribuan komunitas muslim dari kalangan pribumi juga tersebar di 14 tempat terpisah di Kabupaten Jayawijaya. Seperti di Desa Walesi dengan kepala sukunya Bapak H Aipon Asso, di sana terdapat 600 Muslim yang masuk Islam 26 Mei 1978.
Efek domino syahadat terus merambat ke Megapura. Di sana terdapat 165 Muslim penduduk asli yang dipimpin oleh kepala sukunya yang bernama Musa Asso. Komunitas Muslim asli juga terdapat di berbagai kecamatan seperti di Kurulu 61 orang, Kelila 131 orang, Bakondidi 57 orang, di Karubaga 59 orang, di Tiom 79 orang, di Makki 40 orang, di Kurima 18 orang, di Assologima 184 orang, di Oksibil 20 orang, di Okbibab 10 dan di Kiwirok 15 orang. Sedang di kota Wamena sendiri sekalipun bercampur dengan para pendatang dari Jawa, Bugis dan Sumatera jumlah komunitas Muslim di sini mencapai tidak kurang dari 5000 orang.
Dari kalangan kepala suku dan pendeta yang masuk Islam selain H.Aipon Asso dan Mussa Asso di atas, sebagian dapat disebutkan di sini seperti Ismail Yenu(68), seorang Kepala Suku Besar Yapen-Waropen Manukwari; Wilhelmus Waros Gebze (53), Kepala Suku Marin di Merauke; dan Romsumbe, pendeta yang masuk Islam bersama 4 orang anaknya di Biak Numfor.
Bersatunya Dua Ormas Besar
Satu hal yang menggembirakan, dan harusnya menjadi panutan seluruh muslim di Indonesia yakni di sini ada pemandangan menyejukkan dengan "bersatunya" dua ormas terbesar, NU dan Muhammadiyah di dalam sebuah institusi pendidikan. Kedua ormas yang di luar tempat ini (Papua) kerap ribut, di sini mereka membentuk yayasan gabungan bernama Yayasan Pendidikan Islam (Yapis) pada 15 Desember 1968.
Keberadaan Yapis ini bukan saja mendapat respon positif dari kalangan Muslim, tapi juga orang tua non-Muslim. Banyak dari mereka yang menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah ini dengan alasan bervariasi antara lain: disiplin yang tinggi dan melarang murid untuk mabuk-mabukkan, sementara mabuk merupakan budaya sebagian masyarakat yang masih terasa sulit dihilangkan.
Saat ini kedudukan Yapis di mana masyarakat Papua hampir sama sejajar dengan Lembaga Pendidikan Kristen Kristus Raja. Ada ratusan sekolah di bawah naungan Yapis dan dua Perguruan Tinggi (STIE dan STAIS) yang bernaung di bawah bendera Yapis. Selain NU dan Muhammaddiyah sejumlah institusi dakwah dapat disebutkan di sini seperti Dewan Dakwah Islamiyah, Hidayatullah, Persatuan Umum Islam, LDII, Pondok Pesantren Karya Pembangunan dll.
Nah, apakah Papua negeri tanah Kristen?. Papua negeri Muslim. (arana-arana.blogspot.com)