Oleh Asep Setiawan
Pendahuluan
Keterlibatan Australia dalam masalah Timor Timur sudah ada sejak wilayah ini dinyatakan jadi bagian Republik Indonesia. Perang Dingin telah membuka jalan bagi Indonesia untuk menyatukan wilayah yang rusuh dan dinyatakan Fretilin sebagai daerah yang merdeka. Saat itu kecenderungan Fretilin jelas condong ke kubu sosialis sehingga mencemaskan negara-negara Barat terutama Amerika Serikat dan Australia.
Masuknya Indonesia ke Timtim memang telah menimbulkan masalah sejak tahun 1975. Restu negara besar karena iklim Perang Dingin mengharuskan soal Timtim segera diselesaikan agar tidak membawa instabilitas kawasan Asia Tenggara. Tidak terpikirkan bahwa berakhirnya Perang Dingin telah membuat Indonesia berada dalam posisi rawan.
Australia jelas berkepentingan agar Timtim ini juga tidak jadi sumber instabilitas kawasan Asia Tenggara yang jadi zona penyangga keamanannya dari serangan utara. Sejak awal Australia memahami alngkah ayng diambil Indonesia untuk menggabungkan kawasan berpenduduk sekitar satu juta itu kedalam negara kesatuan RI. Bahkan secara eksplisit mengakui kedaulatan Indonesia atas Timtim.
Namun demikian sikap Australia itu tidak konsisten. Sejak PM John Howard berkuasa dan terjadinya gejolak reformasi di Indonesia sehingga berada pada posisi lemah dalam tawar menawar diplomatik, Howard mendorong agar Indonesia melepaskan Timtim. Presiden BJ Habibie tak sadar terpengaruh gagasan Howard yang dilontarkan bulan Desember 1998. Habibie pada bulan Januari 1999 menyatakan Timtim akan diberi dua pilihan otonomi luas atau menolaknya sehingga bisa memilih melepaskan diri dari Indonesia.
Makalah ini akan menganalisa kepentingan politik dan ekonomi Australia dengan Timtim sehingga jajak pendapat rakyat Timtim akhirnya memilih lepas dari Indonesia.
Kekacauan setelah jajak pendapat membuat Australia terlibat lebih jauh dengan menekan PBB agar mengijinkan tentaranya masuk Timtim yang saat itu masih sah wilayah Indonesia.
Kepentingan Politik
Isu Timtim sejak lama telah menjadi bagian dari politik dalam negeri Australia. Suara pro dan kontra tentang kebijakan Australia terhadap Indonesia datang silih berganti. Puncaknya, pada masa PM Paul Keating kebijakan Australia terhadap Indonesia sangat dekat. Bahkan hampir-hampir dikatakan bahwa Keating itu adalah salah seorang sahabat Indonesia ditengah masyarakat Australia yang kritis terhadap kekuasaan Presiden Soeharto.
Kepentingan politik Australia yang paling kentara terhadap Timtim pertama-tama adalah menghindari tidak melebarnya konflik di Timtim pada masa tahun 1970-an itu menjadi ancaman bagi wilayah Australia. Negeri Kangguru menghendaki Timtim stabil sehingga hubungan politik RI-Australia tidak terganggu. Oleh karena itu pada masa awal Australia seperti “memihak” Indonesia dengan mengakui batas-batas wilayah di daerah Timtim.
Puncak pengakuan itu adalah disepakatinya pembagian Celah Timor berdasarkan ketentuan yang disepakati kedua pihak oleh Menlu Ali Alatas dan Menlu Gareth Evans. Secara eksplisit adanya pengaturan batas laut di wilayah yang kaya minyak itu menjadikan Australia negara yang pertama mengakui eksistensi Indonesia atas Timtim.
Namun dengan hadirnya PM John Howard sikap Australia berubah total. Mereka mulai menyatakan bahwa Timtim untuk jangka panjang harus merdeka. Australia mulai mengubah kebijakannya atas Timtim dengan dasar bahwa otonomi luas harus diberikan kepada Timtim sebelum merdeka penuh.
Sikap ini dilandasi oleh kepentingan jangka panjang Australia terhadap Timtim dan Indonesia. Terhadap Timtim, Australia seolah-olah ingin membalas kesalahan masa lalu dengan mengakui eksistensi Indonesia di Timtim yang sampai tahun 1998 tidak diakui PBB. Australia juga menilai dengan pendekatan ke Timtim diharapkan bisa menanamkan pengaruhnya di wilayah berpenduduk 800.000 jiwa ini.
Pengaruh Australia di Timtim ini seperti halnya pengaruh Australia di Papua Niugini melebarkan lingkungan pengaruh politiknya yang dianggapnya sudah layak diperbesar. Di tengah krisis ekonomi yang melanda negara-negara Asia, termasuk Indonesia, posisi Australia sangat menguntungkan. Krisis ekonomi tidak menyebar ke Australia sehingga ketika posisi negara Asia lemah, negeri ini berada dalam kondisi sehat baik militer, politik maupun ekonomi.
Kepentingan Australia terhadap Indonesia adalah melakukan unjuk kekuatan politik atas Timtim. Dengan intervensi militer ke Timtim, Australia mengirim pesan kepada Jakarta tentang kemampuan diplomatiknya yang berskala global. Dengan pendekatan kepada Amerika Serikat dan Eropa, Australia dapat menggolkan rencananya untuk memaksa masuk ke Timtim di bawah payung PBB.Sikap Australia paling akhir ini dapat dilihat dari “Doktrin Howard” yang kemudian direvisi sendiri. Menurut Ismet Fanany dalam tulisannya Doktrin Howard dalam Konteks Sejarah, doktrin itu merupakan pedoman politik luar negeri Australia. Howard menjelaskan doktrinnya dalam wawancara dengan Fred Brenchley dalam majalah The Bulletin edisi 28 September 1999.Doktrin ini adalah politik regional yang bersandar pada pandangan politik internasional Australia yang ingin menjadi wakil atau ‘deputy’ penjaga keamanan dan perdamaian di kawasan ini. Yang dinobatkan sebagai ‘ketua’-nya adalah Amerika Serikat. Dengan demikian, sasarannya adalah negara-negara Asia, termasuk Indonesia tentunya. Inti dan dasar pemikiran Doktrin Howard ini telah mengundang, berbagai reaksi dari kawasan Asia dan di Australia sendiri. Di antara inti dan dasar pemikiran tersebut; a) Australia adalah bangsa Eropa yang karenanya punya special characteristics dan occupies a special place di kawasan Asia; ciri istimewa dan memiliki tempat istimewa ini dihubungkan Howard dengan ‘nilai’ yang dimiliki Australia yang harus dipertahankan dan dipromosikan di kawasan ini; b) untuk menjamin kehidupan nilai yang menjadi pedoman benar/salah dalam kebijakan dan perilaku kebijakan luar negerinya di kawasan ini, Howard menunjuk Australia sebagai wakil Amerika Serikat dalam peranannya sebagai ‘polisi’ internasional di kawasan ini.
Terjemahannya, seperti dikatakan Greg Sheridan dalam The Australian 24 September lalu, Australia akan memasuki setiap daerah di kawasan ini, memaksakan wawasan demokrasi dan hak asasi manusia yang dianutnya, kalau perlu dengan menggunakan senjata. Di dalam wawancara dengan Brenchley dari The Bulletin itu, Howard menyebutkan peranan Australia di Timtim sebagai contoh kebijakannya.
Kepentingan Ekonomi
Dibalik sikap Australia itu terdapat keinginan menguasai sumber minyak di perbatasan. Akses terhadap energi ini tak bisa disangkal menjadi pendorong semangat Australia campur tangan dalam menangani gejolak di Timtim pasca jajak pendapat. Minyak yang dilukiskan sangat besar kandungannya di perbatasan Timtim-Australia merupakan aset penting bagi perkembangan ekonomi masa depan negeri Kangguru.
Mudrajad Kuncoro, kandidat PhD University of Melbourne, dalam diskusi 22 Oktober 1999 menjelaskan, keterlibatan Australia tak lepas dari isu klasik money and power. Ia menilai, Australia mau membantu Timtim bukan untuk membalas jasa rakyat Timtim yang pernah membantu mencegah invasi ke Australia saat Perang Dunia II, melainkan punya kepentingan bisnis yang dikemas dengan wadah humanis. Mudrajat menulis, “Kalau Australia memang pejuang hak-hak asasi manusia dan humanis tulen, hal pertama yang dilakukan sebelum terjunke Timtim adalah meminta maaf dan memberi referendum kepada suku Aborigin yang nasibnya mirip dengan suku Indian di Amerika Serikat.
Menurut Mudrajad, kesepakatan Celah Timor (Timor Gap) yang ditandatangani Indonesia-Australia tahun 1989 menyetujui pembagian 62.000 km persegi zona kerja sama menjadi tiga wilayah.
Wilayah joint development merupakan wilayah yang berada di tengah dan terbesar dimana kedua negara berhak mengontrol eksplorasi dan produksi migas. Dua zona lainnya dibagi secara tidak merata yang masing-masing negara secara terpisah diberi hak mengatur dan menguasainya. Sampai sekarang dari 41 sumur yang telah dibor di zona kerja sama, sekitar 10 ditemukan cadangan migas. Secara ekonomis, kelayakannya relatif kecil. Namun kandungan gas dan hidrokarbon tidak bisa diabaikan. Sebagai contoh, tulis Mudrajad, di ladang Bayu-Undan, ditaksir punya cadangan minyak 400 juta barel, tiga trilyun kubik gas alam dan 370 juta barel cairan (kondensat dan LPG). Menurut Oil & Gas Joournal edisi 1999, cadangan hidrokarbon ini dinilai paling kaya di luar Timur Tengah dan merupakan ladang minyak terbesar Australia di luar selat Bass,
Menurut Mudrajad, sejumlah perusahaan Amerika, Australia, Belanda sudah aktif di wilayah Celah Timor ini. Di Ladang Bayu-Undan, kerja sama perusahaan AS Phillips Petroleum Co. dan perusahaan tambang Australia, Broken Hill Propietary (BHP Ltd., mencanangkan akan beroperasi penuh mulai tahun 2002. Kabar terakhir, BHP telah menjual sahamnya di Bayu-Undan dan Elang kepada Phillips sebagai bagian dari restrukturisasi perusahaan Australia ini. Saat ini Phillips baru mencari pelanggan atas rencananya membangun jaring pipa gas bawah laut dari Bayu-Undan ke Darwin, wilayah utara Australia.
Nick Beams dalam World Socialist Web Site (1999) menyebutkan pula kepentingan Australia akan minyak. Ia menyebutkan awal 1990 kepentingan Portugal bangkit kembali ke Timtim setelah ditemukan cadangan minyak yang nilainya diperkirakan antara 11 sampai 19 milyar dollar AS. Tahun 1991, Portugal mengadukan Australia ke Pengadilan Internasional karena menandatangani perjanjian Celah Timor bulan Desember 1989. Beams mengutip pernyataan Portugal yang menyebutkan, “Perjanjian itu dirancang untuk mendapatkan minyak Timtim yang melebihi kepentingan lainnya.Hanya kerakusan (Australia) seperti itu dapat menjelaskan pengakuan secara de jure aneksasi oleh kekuatan yang memakan korban 100.000 tewas.”
Namun Beams juga melihat, perilaku Portugal itu juga dimotivasi oleh ketamakan serupa yang dilakukan Australia terhadap sumber minyak.Portugal lalu berusaha merebut kembali wilayah Timtim yang dikuasai Indonesia dengan mendorong penentuan nasib sendiri rakyat Timtim.
Penutup
Baik kepentingan politik maupun ekonomi menjadi dasar bagi langkah baru Australia terhadap Timtim. Australia menjadikan isu Timtim menjadi perhatian publik Australia. Dari reaksi rakyat Australia terhadap gejolak di Timtim itu dibenarkan Australia melaksanakan kebijakan luar negerinya dengan mendorong tentaranya masuk Timtim. Sedangkan kepentingan Australia yang berdimensi ekonomi didorong oleh kebutuhan menemukan sumber energi baru. Celah Timor yang sudah dieksplorasi dan diperkirakan mengandung cadangan minyak yang kaya menjadi andalan Australia di masa datang. Oleh karena itu Australia berusaha menyelamatkan kekayaan alam itu dengan memberikan jasa keamanan di Timtim di bawah payung PBB.
Daftar Pustaka
Adil, Hilman, Hubungan Australia dengan Indonesia 1945-1962. Jakarta: Djambatan, 1993.
Beams, Nick, The Western Powers and East Timor- a History of Manueuvre and Intrigue dalam World Socialis Web Site, 1 Oktober 1999.
Horta, Arsenio Ramos, The Eyewitness: Bitter Moments in East Timor Jungles. Singapore: Usaha Quality Printers, 1981.
Ismet Fanany, Doktrin Howard dalam Konteks Sejarah, Kompas, 29 September 1999.
Saladanha, Joao Mariano De Sousa, Ekonomi Politik: Pembangunan Timor Timur. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994.
Taylor, John G., Indonesia’s Forgotten War: the Hidden History of East Timor. LLondon: Zed, 1991.