Oleh: Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan.
Amal perbuatan itu dikatakan benar dan akan mendapatkan pahala hanya jika memenuhi dua syarat berikut:
Pertama: Amal tersebut haruslah dibangun di atas aqidah yang benar (ikhlas).
Kedua: Harus sesuai dengan apa yang disyariatkan oleh Rasulullah Shallallahu ialaihi wa sallam (Mutaba’ah).
Perhatian anda terhadap aqidah, yakni yang berkaitan dengan pengetahuan tentang macam-macam tauhid, menunjukkan seseorang bersemangat meraih kebaikan -alhamdulillah-, menginginkan kebenaran dan kelurusan aqidah yang wajib bagi setiap muslim.
Berkenan dengan macam-macam tauhid, tauhid ada tiga macam.
Pertama : Tauhid Rububiyah
Artinya mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam hal perbuatan-Nya. Seperti mencipta, memberi rezeki, menghidupkan dan mematikan, mendatangkan bahaya, memberi manfaat, dan lain-lain yang merupakan perbuatan-perbuatan khusus Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seorang muslim haruslah meyakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memiliki sekutu dalam RububiyahNya.
Kedua : Tauhid Uluhiyah
Artinya mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam jenis-jenis peribadatan yang telah disyariatkan. Seperti: shalat, puasa, zakat, haji, doa, nadzar, sembelihan, berharap, cemas, takut, dan sebagainya yang tergolong jenis ibadah. Mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam hal-hal tersebut dinamakan Tauhid Uluhiyah. Tauhid jenis inilah yang dituntut oleh Allah Subhanhu wa Ta’ala dari hamba-hambaNya. Karena tauhid jenis pertama, yaitu Tauhid Rububiyah, setiap orang (termasuk jin) mengakuinya, sekalipun orang-orang musyrik yang Allah Subhanahu wa Ta’ala utus Rasulullah kepada mereka. Mereka mayakini Tauhid Rububiyah ini, sebagaiman tersebut dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya: Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan mereka?”, niscaya mereka menjawab “Allah”. Maka bagaimana mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)”. [QS. az-Zukhruf:87]
“Artinya : Katakanlah: “Siapakah yang mempunyai tujuh langit dan mempunyai ‘Arsy yang besar?”. Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah”. Katakanlah: “Mengapa kamu tidak bertaqwa?”. [QS. al-Mu’minun:86-87]
Masih banyak ayat-ayat yang menunjukkan bahwa orang-orang musyrik meyakini Tauhid Rububiyah. Akan tetapi, sebenarnya yang dituntut dari mereka adalah mengesakan Allah dalam hal ibadah. Jika mereka mengikrarkan Tauhid Rububiyah, maka hendaknya juga mengakui Tauhid Uluhiyah (ibadah). Sungguh, Rasulullah (diutus untuk) menyeru mereka agar meyakini Tauhid Uluhiyah. Hal ini disebutkan dalam firmanNya Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya : Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul kepada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut, lalu diantara umat-umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula orang-orang yang telah dipastikan sesat. Oleh karena itu, berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (para rasul)”. [QS. an-Nahl:36]
Setiap rasul menyeru manusia agar meyakini Tauhid Uluhiyah. Adapun Tauhid Rububiyah, karena merupakan fitrah, maka belumlah cukup kalau seseorang hanya meyakini tauhid ini saja.
Ketiga : Tauhid Asma was Sifat
Yaitu menetapkan nama-nama dan sifat-saifat untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Allah untuk diriNya maupun yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta meniadakan kekurangan-kekurangan dan aib-aib yang ditiadakan oleh Allah terhadap diriNya, dan apa yang ditiadakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tiga jenis tauhid inilah yang wajib diketahui oleh seorang muslim, lalu secara sungguh-sungguh, mengamalkannya.
[Al-Muntaqa Min Fatawa Syaikh Shalih Al-Fauzan:II/17-18]