30 November 2009

Persiapan Menuju Hari Akhir


Ketahuilah, bahwa kehidupan dunia ini ibarat tempat penyeberangan yang sedang dilalui oleh orang-orang yang hidup di dalamnya. Setiap orang akan melewati dan meninggalkannya, lalu menuju kehidupan yang sesungguhnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan dunia ini sebagai tempat beramal dan akhirat sebagai tempat pembalasan amalan. Maka setiap orang yang beramal, dia akan melihat balasannya. Dan orang yang lalai akan menyesali perbuatannya. Setiap orang yang menjalani kehidupan dunia ini akan ada saat berakhirnya. Hari pembalasan pasti akan datang, dan apa saja yang akan datang adalah sesuatu yang dekat. Maka janganlah kita tertipu dengan gemerlapnya kehidupan dunia yang sementara ini, sehingga melalaikan dari kehidupan yang sesungguhnya di akhirat nanti.

Ingatlah bahwa kematian adalah suatu kepastian yang akan menimpa seseorang. Kematian akan memisahkan dirinya dari keluarga, harta, serta tempat tinggalnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberitakan melalui firman-Nya, bahwa di antara manusia ada yang akan mendapatkan pertolongan dan mendapatkan kabar gembira pada saat kematiannya, serta ada pula yang merasakan ketakutan yang luar biasa. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan keadaan orang-orang yang bahagia saat kematiannya dalam firman-Nya: “Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: ‘Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih dan berbahagialah dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepada kalian.’ Kami adalah penolong-penolong kalian dalam kehidupan dunia dan akhirat, di dalam (surga) kalian akan memperoleh apa yang kalian inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kalian minta.” (Fushshilat: 30-31)

Sungguh, kita semua tentu mengharapkan kabar gembira di saat malaikat maut hendak mencabut nyawa kita. Karena dengan itu seseorang akan mengawali kehidupan bahagia di alam akhiratnya. Dimulai dengan kenikmatan di alam kuburnya dan kemudahan-kemudahan yang akan terus dialami pada kehidupan akhiratnya. Keutamaan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan ini akan dirasakan oleh orang-orang yang menyerahkan dirinya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga menerima dan menjalankan syariat-Nya. Yaitu orang-orang yang senantiasa ikhlas dalam beribadah kepada-Nya dan mengikuti jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para ulama yang mengikuti jejaknya. Adapun orang-orang yang menyerahkan dirinya kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga beribadah kepada selain-Nya dan menyelisihi jalannya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta jalan para ulama yang mengikutinya, maka dia akan merasakan siksa yang sangat pedih. Dimulai dari saat kematiannya dan begitu pula ketika berada di alam kuburnya serta kejadian-kejadian berikutnya.

Ketahuilah bahwa kehidupan dunia ini akan berakhir dan akan datang saatnya hari kebangkitan. Seluruh manusia, sejak yang pertama kali diciptakan hingga yang terakhir kali diciptakan akan dibangkitkan dari alam kuburnya, serta akan dikumpulkan di padang mahsyar. Selanjutnya, kehidupan akhirat akan berujung pada dua tempat tinggal yang sesungguhnya, yaitu surga atau neraka. Maka di antara manusia, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya, akan menjadi penduduk surga dan dikatakan kepada mereka: “Makan dan minumlah kalian dengan penuh kesenangan disebabkan amal yang telah kalian kerjakan pada hari-hari yang telah lalu (saat di dunia).” (Al-Haqqah: 24)

Sementara yang lainnya akan menjadi penduduk neraka. A’adzanallahu waiyyakum minannaar (semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjauhkan kita dari siksa api neraka). Mereka sebagaimana dalam firman-Nya, akan menyesal di akhirat kelak dengan mengatakan: “Amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, dan aku sungguh dahulu termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan (agama Allah).” (Az-Zumar: 56)

Akhirnya, marilah kita berlomba-lomba dalam beramal shalih dalam kehidupan yang singkat ini. Janganlah kita menjadi orang yang memiliki sifat sombong sehingga menolak kebenaran yang datang kepada kita. Begitu pula, janganlah kita menjadi orang-orang yang mendahulukan dunia dan mengikuti hawa nafsunya, sehingga berani berbicara dan mengamalkan agama tanpa bimbingan para ulama. Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyebutkan dalam firman-Nya: “Adapun orang yang melampaui batas dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabb-nya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).” (An-Nazi’at: 37-41)

Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang beruntung sehingga mendapatkan surga-Nya dan diselamatkan dari siksa api neraka.

Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan senantiasa membersihkan dan menyucikan diri-diri kita, dengan menjalankan ketaatan kepada-Nya serta tidak mengotorinya dengan perbuatan kemaksiatan kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan dalam firman-Nya: “Sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu. Dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya.” (Asy-Syams: 9-10)

Al-Imam Ibnu Rajab, berkaitan dengan ayat ini mengatakan: “Maknanya adalah sungguh telah beruntung orang yang membersihkan dirinya dengan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan sungguh merugilah orang-orang yang mengotori dirinya dengan bermaksiat (kepada-Nya)....”

Ketahuilah, bahwa setiap amalan yang dilakukan oleh seseorang maka akibatnya akan kembali kepada dirinya sendiri. Baik itu berupa amalan kebaikan ataupun amalan kejelekan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Barangsiapa mengerjakan amal yang shalih, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri.” (Fushilat: 46)

Oleh karena itu, sudah semestinya setiap orang senantiasa memperbaiki dirinya dengan terus bersemangat dalam mempelajari agama dan mengamalkannya. Bukan menjadi orang yang sibuk memerhatikan orang lain sementara dia melupakan keselamatan dirinya. Ketahuilah, setiap orang selama masih bernyawa dan berakal, tentu dia akan melakukan berbagai aktivitas. Maka, seseorang yang melakukan aktivitasnya untuk menjalankan ketaatan, berarti dia telah menjual dirinya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan akan diselamatkan dari siksa api neraka. Sedangkan orang yang melakukan aktivitasnya untuk berbuat kemaksiatan maka sesungguhnya dia telah mencelakai dirinya sendiri.

Ingatlah, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan kepada masing-masing orang dua malaikat yang akan mencatat setiap aktivitasnya. Sebagaimana tersebut dalam firman-Nya: “(Yaitu) ketika dua malaikat mencatat amal perbuatannya, satu malaikat ada di sebelah kanan dan yang lain ada di sebelah kirinya. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat yang mengawasi yang selalu hadir.” (Qaf: 17-18)

Maka marilah kita berusaha untuk menghitung amalan-amalan kita agar menjadi orang yang senantiasa memperbaiki diri di dunia ini, sebelum datangnya hari perhitungan amalan yang penyesalan pada hari itu tidak lagi memiliki arti. Begitu pula marilah kita berusaha menjaga anggota badan kita dari melakukan perbuatan yang tidak diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebelum datang hari yang pendengaran, penglihatan, dan tubuh yang lainnya akan berbicara sebagai saksi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Dan (ingatlah) hari (ketika) musuh-musuh Allah digiring ke dalam neraka, lalu mereka dikumpulkan semuanya. Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan, dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka atas apa yang telah mereka kerjakan. Dan mereka berkata kepada kulit mereka: ‘Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?’ Kulit mereka menjawab: ‘Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dia-lah yang menciptakan kamu pada kali pertama dan hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan’.” (Fushshilat: 19-21)

Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang mengikuti petunjuk Rasul-Nya. Karena sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sejelek-jelek perkara adalah aturan-aturan ibadah baru yang tidak sesuai dengan petunjuknya. Setiap aturan yang baru dalam ibadah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya adalah di neraka. (asysyariah.com)

Pendeta Roma Masuk Islam

Segala puji bagi Allah. Semoga shalawat serta salam tetap terlimpahkan atas Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya, serta siapa saja yang mengikuti sunnahnya dan menjadikan ajarannya sebagai petunjuk sampai hari kiamat.

Sejarah Islam, baik yang dulu maupun sekarang senantiasa menceritakan kepada kita, contoh-contoh indah dari orang-orang yang mendapatkan petunjuk, mereka memiliki semangat yang begitu tinggi dalam mencari agama yang benar. Untuk itulah, mereka mencurahkan segenap jiwa dan mengorbankan milik mereka yang berharga, sehingga mereka dijadikan permisalan, dan sebagai bukti bagi Allah atas makhluk-Nya.

Sesungguhnya siapa saja yang bersegera mencari kebenaran, berlandaskan keikhlasan karena Allah Ta’ala, pasti Dia Azza wa Jalla akan menunjukinya kepada kebenaran tersebut, dan dapat dianugerahkan kepadanya nikmat terbesar di alam nyata ini, yaitu kenikmati Islam. Semoga Allah merahmati Syaikh kami Al-Albani yang sering mengulang-ngulangi perkataan.

“Segala puji bagi Allah atas nikmat Islam dan As-Sunnah”.

Diantara kalimat mutiara ulama salaf adalah.:
“Sesungguhnya diantara nikmat Allah atas orang ‘ajam dan pemuda adalah, ketika dia beribadah bertemu dengan pengibar sunnah, kemudian dia membimbingnya kepada sunnah Rasulullah.

Saya bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya”.

Inilah kalimat tauhid, kalimat yang baik dan kunci surga. Kalimat inilah stasiun pertama dari jalan panjang yang penuh dengan onak dan duri, kalimat taqwa bukanlah kalimat yang mudah bagi seseorang insan yang ingin menggerakkan lisannya untuk mengucapkannya, demikian juga ketika dia ingin mengeluarkannya dari hatinya yang paling dalam. Karena, ketika seorang insan ingin mengeluarkannya dari hatinya yang paling dalam, maka dia harus mengetahui terlebih dahulu, bahwa kalimat itu keluar dengan seizin Allah Ta’ala.

Demikianlah yang dialami oleh Ibrahim (dulu bernama Danial) –semoga Allah memerliharanya, meluruskannya diatas jalan keistiqomahan, serta menutup lembaran hidupnya diatas Islam-

Inilah dia yang akan menceritakan kepada kita, bagaimana dia meninggalkan agama kaumnya (Nasrani) menuju Islam, dan bagaimana dia telah mengorbankan kekayaan ayahnya serta kemewahan hidupnya, di suatu jalan (hakekat terbesar), demi mencari kebebasan akal dan jiwa.

Ibrahim (dulu bernama Danial) –semoga Allah memeliharanya, dan mengokohkannya diatas jalan keistiqomahan- menceritakan :

Saya adalah seorang lelaki dari keluarga Roma, seorang anak dari keluarga kaya, semasa kecil, saya hidup dengan kemewahan dan kemakmuran. Demikianlah, kulalui masa kecilku. Ketika masa remajapun, saya banyak menghabiskan waktu dengan kemewahan bersama teman-temanku, ketika itu saya memiliki sebuah mobil mewah dan uang, sehingga saya bisa memiliki segala sesuatu dan tidak pernah kekurangan.

Akan tetapi sejak kecil, saya senantiasa merasa bahwa dalam kehidupan ini ada yang kurang, dan saya yakin bahwa ada sesuatu yang salah di dalam hidupku, serta suatu kekosongan yang harus kupenuhi, karena semua sarana kehidupan ini bukanlah tujuanku.

Saya mulai tertarik dengan agama, dan mulailah kubaca Injil, pergi ke gereja, serta kusibukkan diriku dengan membaca buku-buku agama Kristen. Dari buku-buku yang kubaca tersebut, mulai kudapatkan sebagian jawaban atas berbagai pertanyaannku, akan tetapi tetap saja belum sempurna

Dahulu saya bangun pagi setiap hari dan pergi ke pantai, saya merenungi laut sambil membaca buku-buku dan shalat Setelah dua bulan dari permulaan hidupku ini, saya merasa mantap bahwa saya tidak mampu terus menerus menjalani hidupku seperti biasanya setelah beragama. Ketika itu, saya mendatangi ayahku dan kukabarkan kepadanya bahwa saya tidak bisa melanjutkan bekerja dengannya, saya juga pergi mendatangi ibu dan saudara-saudariku dan kukabarkan kepada mereka bahwa saya telah mengambil keputusan untuk meninggalkan mereka

Kemudian kusiapkan tasku lalu naik kereta tanpa kuketahui ke mana saya hendak pergi, hingga saya tiba di kota Polon, kemudian saya masuk ke Ad-Dir [1] disana, lalu naik gunung yang tinggi. Saya menetap di gunung selama kira-kira sebulan, saya tidak berbicara dengan siapapun, saya hanya membaca dan beribadah.

Sekitar tiga tahun, saya senantiasa berpindah-pindah dari satu Ad-Dir ke Ad-Dir yang lain, saya membaca dan beribadah, kebalikannya para pendeta yang tidak bisa meninggalkan Ad-Dir mereka, karena saya tidak pernah memberikan janji untuk menjadi seorang pendeta di suatu Ad-Dir tertentu, dan janji tersebut akan menghalangiku untuk keluar masuk darinya.

Setelah itu, saya memutuskan untuk berkelilng ke berbagai negeri, maka saya memulai perjalanan panjangku dari Italia melalui Slovania, Hungaria, Nimsa, Romania, Bulgaria, Turki, Iran, Pakistan, dari sana menuju India. Semua perjalanan ini saya tempuh melalui jalur darat. Saya mendengar suara adzan di Turki, dan saya sudah pernah mendengarnya di Kairo (Mesir) pada perjalananku sebelumnya, akan tetapi kali ini sangat terkesan, sehingga saya mencintai

Dalam perjalanan pulang, saya bertemu dengan seorang muslim Syi’ah di perbatasan Iran dan Pakistan, dia dan temannya menjamuku dan mulai menjelaskan kepadaku tentang Islam versi Syi’ah. Keduanya menyebutkan Imam Duabelas dan mereka tidak menjelaskan kepadaku tentang Islam dengan sebenarnya, bahkan mereka memfokuskan pada ajaran Syi’ah dan Imam Ali Radhiyallahu ‘anhu, serta tentang penantian mereka terhadap seorang Imam yang ikhlas, yang akan datang untuk membebaskan manusia.

Semua diskusi tersebut sama sekali tidak menarik perhatianku, dan saya belum mendapatkan jawaban atas berbagai pertanyaanku dalam rangka mencari hakekat kebenaran. Orang Syi’ah itu menawarkan kepadaku untuk mempelajari Islam di kota Qum, Iran, selama tiga bulan tanpa dipungut biaya, akan tetapi saya memilih untuk melanjutkan perjalananku dan kutinggalkan mereka.

Kemudian saya menuju India, dan ketika saya turun dari kereta, pertama yang kulihat adalah manusia yang membawa kendi-kendi di pagi hari sekali dengan berlari-lari kecil menuju kedalam kota, maka kuikuti mereka dan saya melihat mereka berthowaf mengelilingi sapi betina yang tebuat dari emas, ketika itu saya sadar bahwa India bukanlah tempat yang kucari.

Setelah itu, saya kembali ke Italia dan dirawat di rumah sakit selama sebulan penuh, hampir saja saya meninggal dikarenakan penyakit yang saya derita ketika di India, akan tetapi Allah telah menyelamatkanku, Alhamdulillah.

Saya keluar dari rumah sakit menuju rumah, dan mulailah saya berfikir tentang langkah-langkah yang akan saya ambil setelah perjalanan panjang ini, maka saya memutuskan untuk terus dalam jalanku mencari hakekat kebenaran. Saya kembali ke Ad-Dir dan mulailah kujalani kehidupan seorang pendeta di sebuah Ad-Dir di Roma. Pada waktu itu saya telah diminta oleh para pembesar pendeta disana untuk memberikan kalimat dan janji. Pada malam itu, saya berfikir panjang, dan keesokan harinya saya memutuskan untuk tidak memberikan janji kepada mereka lalu kutinggalkan Ad-Dir tersebut.

Saya merasa ada sesuatu yang mendorongku untuk keluar dari Ad-Dir, setelah itu saya menuju Al-Quds karena saya beriman akan kesuciannya. Maka mulailah saya berpergian menuju Al-Quds melalui jalur darat melewati berbagai negeri, sampai akhirnya saya tiba di Siria, Lebanon, Oman dan Al-Quds, saya tinggal disana seminggu, kemudian saya kembali ke Italia, maka bertambahlah pertanyaan-pertanyaanku, saya kembali ke rumah lalu kubuka Injil.

Pada kesempatan ini, saya merasa berkewajiban untuk membaca Injil dari permulaannya, maka saya memulai dari Taurat, menelusuri kisah-kisah para nabi bani Israel. Pada tahap ini mulai nampak jelas di dalam diriku makna-makna kerasulan hakiki yang Allah mengutus kepadanya, mulailah saya merasakannya, sehingga muncullah berbagai pertanyaan yang belum saya dapatkan jawabannya, saya berusaha menemukan jawaban atas berbagai pertanyaan tersebut dari perpustakaanku yang penuh dengan buku-buku tentang Injil dan Taurat.

Pada saat itu, saya teringat suara adzan yang pernah kudengar ketika berkeliling ke berbagai negeri serta pengetahuanku bahwa kaum muslimin beriman terhadap Tuhan yang satu, tiada sesembahan yang berhak disembah selain Dia. Dan inilah yang dulu saya yakini, maka saya berkomitmen : Saya harus berkenalan dengan Islam, kemudian mulailah ku-kumpulkan buku-buku tentang Islam, diantara yang saya miliki adalah terjemahan Al-Qur’an dalam bahasa Italia, yang pernah saya beli ketika berkeliling ke berbagai negeri.

Setelah kutelaah buku-buku tersebut, saya berkesimpulan bahwa Islam tidak seperti yang dipahami oleh mayoritas orang-orang barat, yaitu sebagai agama pembunuh, perampok dan teroris. Akan tetapi yang saya dapati adalah Islam itu agama kasih sayang dan petunjuk, serta sangat dekat dengan makna hakiki dari Taurat dan Injil.

Kemudian saya putuskan untuk kembali ke Al-Quds, karena saya yakin bahwa Al-Quds adalah tempat turunnya kerasulan terdahulu, akan tetapi kali ini saya menaiki pesawat terbang dari Italia menuju Al-Quds. Saya turun di tempat turunnya para pendeta dan peziarah dibawah panduan hause bus Armenia di daerah negeri kuno. Di dalam tasku, saya tidak membawa sesuatu kecuali sedikit pakaian, terjemahan Al-Qur’an, Injil dan Taurat, kemudian saya mulai membaca lebih banyak lagi dan lebih banyak lagi, saya membandingkan kandungan Al-Qur’an dengan isi Taurat dan Injil, sehingga saya berkesimpulan bahwa kandungan Al-Qur’an sangat dekat dengan ajaran Musa dan Isa ‘Alaihis salam yang asli

Selanjutnya saya mulai berdialog dengan kaum muslimin untuk menanyakan kepada mereka tentang Islam, sampai akhirnya saya bertemu dengan sahabatku yang mulia Wasiim Hujair, kami berbincang-bincang tentang Islam. Saya juga banyak bertemu dengan teman-teman, mereka menjelaskan kepada saya tentang Islam. Setelah itu, saudara Wasiim mengatakan kepadaku bahwa dia akan mengadakan suatu pertemuan antara saya dengan salah seorang da’i dari teman-temannya para da’i.

Pertemuan itu berlangsung dengan saudara yang mulia Amjad Salhub, kemudian terjadilan perbincangan yang bagus tentang agama Islam. Diantara perkara yang paling mempengaruhiku adalah kisah sahabat yang mulia, Salman Al-Farisi Radhiyallahu ‘anhu, karena didalamnya ada kemiripan dengan ceritaku tentang pencarian hakekat kebenaran.

Kami berkumpul lagi dalam pertemuan yang lain dengan saudara Amjad beserta teman-temannya, diantaranya Fadhilatusy Syaikh Hisyam Al-Arif Hafidhohullah, maka berlangsunglah dialog tentang Islam dan keagungannya, kebetulan ketika itu saya memiliki beberapa pertanyaan yang kemudian dijawab oleh Syaikh.

Setalah itu, saya terus menerus berkomunikasi dengan saudara Amjad yang dengan sabar menjelaskan jawaban atas mayoritas pertanyaan-pertanyaannku. Pada saat seperti itu di depan saya ada dua pilihan, antara saya mengikuti kebenaran atau menolaknya, dan saya sama sekali tidak sanggup menolak kebenaran tersebut setelah saya meyakini bahwa Islam adalah jalan yang benar.

Pada saat itu juga, saya merasakan bahwa waktu untuk mengucapkan kalimat tauhid dan syahadat telah tiba. Ternyata tiba-tiba saudara Amjad mendatangiku bertepatan dengan waktu dikumandangkannya adzan untuk shalat dhuhur. Waktu itu benar-benar telah tiba, sehingga tiada pilihan bagiku kecuali saya mengucapkan.

“Asyhadu An Laa Ilaha Illallahu Wa Anna Muhammadan Rasulullah”

Saya bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan-Nya.

Maka serta merta saudara Amjad memeluku dengan pelukan yang ramah, seraya memberikan ucapan selamat atas ke-Islamanku, kemudian kami sujud syukur sebagaimana ungkapan terima kasih kepada Allah atas anugerah nikmat ini. Kemudian saya diminta mandi [2] dan berangkat ke Masjid Al-Aqsho untuk menunaikan shalat dhuhur.

Di tempat tersebut setelah shalat, saya menemui jama’ah shalat dengan syahadat, yaitu persaksian kebenaran dan tauhid yang telah Allah anugerahkan kepadaku. Setelah saya mengetahui bahwa siapa saja yang masuk Islam wajib baginya berkhitan, maka segala puji dan anugerah milik Allah, saya tunaikan kewajiban berkhitan tersebut sebagai bentuk meneladani bepaknya para nabi, yaitu Ibrahim Alaihis sallam yang melakukan khitan pada usia 80 tahun.[3]

Itulah diriku, saya telah memulai hidup baru dibawah naungan agama kebenaran, agama yang penuh dengan kasih sayang dan cahaya. Saya senantiasa menuntut ilmu agama dari kitab Allah Ta’ala dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sesuai dengan manhaj salaf (pendahulu) umat ini, dari kalangan para sahabat Radhiyallahu ‘anhum beserta siapa saja yang mengikuti mereka dengan baik sampai hari kiamat.

Segala puji bagi Allah atas anugerah Islam dan As-Sunnah.

[Dialihbahasakan oleh Abu Zahro Imam Wahyudi Lc dari majalah Ad-Da’wah As-Salafiyah – Palestina edisi Perdana, Muharram 1427H halaman 21-24]

[Disalin dari majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Vol 5 No 3 Edisi 27 - Shafar 1428H. Penerbit Ma’had Ali Al-Irsyad Surabaya, Alamat Jl Sidotopo Kidul No. 51 Surabaya]. (almanhaj.or.id)
__________
Foote Note
[1]. Ad-Dir = Istilah untuk gereja yang terpencil di pedalaman.
[2]. Sebagaimana hadits Qoish bin Ashim, beliau menceritakan : “ Ketika beliau masuk Islam. Rasulullah memerintahkannya untuk mandi dengan air yang dicampur bidara” [HR An-Nasari, At-Tummudzi dan Abu Daud. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa no. 128] [3]. Sebagaimana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ibrahim berkhitan ketika umur 80 tahun dengan “Al-Qoduum” (nama alat atau tempat)” [HR Al-Bukhari 3356 dan Muslim 2370].

29 November 2009

Aliran Sesat, Sabda Kusuma

Muncul Aliran Sabda Kusuma

Selasa, 10 November 2009

Kudus - Dugaan adanya aliran baru yang menyimpang dari ajaran Islam kembali ditemukan di Kabupaten Kudus. Adalah aliran Sabda Kusuma yang diketahui dipimpin oleh Sabda Kusuma beralamat di Desa Kauman Menara, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus. Aliran ini diduga mengubah syahadat.

Atas munculnya aliran tersebut, ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Kudus KH Syafiq Nashan mengaku pihaknya telah mendapatkan laporan adanya aliran baru tersebut "Sekitar dua pekan ini, kita telah mendapatkan laporan tentang adanya aliran ini," ujarnya, saat ditemui Radar Kudus seusai melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian dan juga dari Kesbangpolinmas di Kantor Kesbangpolinmas Kabupaten Kudus, Senin (9/11).

Menurutnya, dari hasil kajian sementara, serta dari berbagai laporan yang masuk, aliran Sabda Kusuma itu telah mengubah syahadat. Seharusnya, dalam syahadat rasul adalah berbunyi asyhadu anna muhmmadan rasululllah. "Tetapi oleh aliran ini diubah menjadi Asyhadu Anna Sabda Kusuma Rasulullah," ujarnya.

Perubahan ini, kata Syafiq, merupakan indikator bahwa aliran tersebut melenceng dari ajaran Islam. "Karena syahadat merupakan kunci sekaligus dasar akidah Islam yang tidak bisa diganggu gugat," ujarnya.

Ditanya mengenai ajaran-ajaran yang lain, seperti salat dan lain sebagainya, pihkanya masih belum mengetahui secara pasti tentang persoalan tersebut. "Kita masih terus menyeleidiki aliran ini," katanya.

Syafiq menambahkan, pihaknya akan segera memanggil pemimpin aliran tersebut yang berdomisili diketahui bernama Sabda Kusuma yang tinggal di Kauman Menara RT 01/ RW I Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus. Diduga aliran tersebut telah lama berkembang dan berdasarkan data yang ada, tercatat ada sekitar 60 orang pengikutnya.

"Kita akan segera memanggil yang bersangkutran untuk dilakukan klarifikasi. Apabila memang terbukti melenceng, maka kita berharap yang bersangkutan dapat mencabut kembali ajarannya serta kembali ke jalan yang benar," ujarnya.

Sementara, Kepala Kesbangpolinmas Ali Rifai melalui Kasi Ideologi Nur Hadi, mengatakan, pihaknya masih menunggu keputusan dari MUI. "Kita berharap fatwa dari MUI dan keputusan dari Kantor Departeman Agama bahwa aliran tersebut adalah aliran yang terlarang," ungkapnya.

Ditambahkan, pihaknya juga terus melakukan pengawasan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. "Kita berupaya agar tidak terjadi amukan massa dari masyarakat," imbuhnya. (kha/rus)jawapos.co.id

*****

MUI Giring Kasus Aliran Sesat
Sabda Kusuma Ke Polisi

Rabu, 11 November 2009 08:43

MUI Kabupaten Kudus, segera membuat fatwa tentang aliran bernama Sabda Kusuma terkait aliran ini yang telah mengubah kalimat syahadat menurut aturannya sendiri.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Kudus menyerahkan kasus munculnya aliran Sabda Kusuma yang dinilai menyimpang dari ajaran Islam kepada aparat Polres Kudus. Keputusan itu diambil karena MUI tidak memiliki kewenangan untuk menangani kasus tersebut.

Ketua MUI Kabupaten Kudus KH Syafiq Nashan menegaskan, secara kelembagaan pihaknya sudah mengeluarkan fatwa jika ajaran yang mengubah isi syahadat rasul adalah menyimpang. "Kami akan memasukan laporan mengenai masalah ini ke kepolisian untuk segera dapat ditindaklanjuti. Kami dari MUI tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa yang bersangkutan (Raden Sabda Kusuma)," kata Syafiq kepada wartawan di Kudus, kemarin.

Terpisah, Kapolres Kudus AKBP Mustaqim menyatakan siap menangani kasus ini. Langkah pertama yang akan ditempuh adalah memanggil Sabda Kusuma dan mempertemukan dengan pihak-pihak terkait guna kepentingan klarifikasi.

"Untuk laporan dari MUI, sejauh ini (kemarin) kami belum menerimanya. Namun, kami siap bekerja sama untuk menangani permasalahan tersebut. Dua hari lalu, kami juga mengikuti pertemuan koordinasi dengan jajaran Muspida Kudus untuk mencari penyelesaian terbaik," jelas Kapolres.

Salah satu mantan anggota pengajian Sabda Kusuma An, warga Desa Panjang, Kecamatan Kota mengungkapkan, dia mengenal Sabda Kusuma pada 2004 silam. Saat itu, An memang sering mencari kajian-kajian tentang agama Islam. Namun, setelah lima bulan bergabung dengan Sabda Kusuma, An memutuskan untuk meninggalkannya.

"Ketika sedang ada acara haul, saya kaget karena syahadat yang dibaca lain, ada kata Sabda Kusuma di dalamnya. Karena tidak sreg, saya lantas meninggalkan perkumpulan itu," tambahnya.

Di samping bacaan syahadat yang berbeda, kepada An, Sabda Kusuma juga mengatakan sebagai keturunan dari Sunan Gunungjati. Akan tetapi, setelah dia mencari silsilah tentang Sunan Gunungjati, tidak ditemukan nama Sabda Kusuma di dalamnya.

Selama lima bulan bersama Sabda Kusuma, An mengaku belum sepenuhnya mengikuti ajarannya. Dia sempat mendengar pengikut lain, jika ada orang yang menjadi pengikut, sebelumnya diadakan sebuah ritual. Diketahui, aliran baru yang menyimpang dari ajaran Islam ditemukan di Kudus, tepatnya di RT 01/RW 04 Kauman, Kecamatan Kota. Aliran bernama

Sabda Kusuma tersebut diduga telah mengubah kalimat syahadat dengan memasukan nama pemimpin aliran tersebut, yakni Raden Sabda Kusuma. Kalimat Syahadat Rasul berbunyi asyhadu anna muhmmadan rasululllah. Tetapi aliran itu mengubahnya menjadi asyhadu anna sabda kusuma rasulullah.

Keberadaan aliran ini sontak membuat resah warga setempat. Apalagi, lokasi rumah Sabda Kusuma masih berada di lingkungan komplek Masjid Menara Kudus. Dikhawatirkan, aliran ini akan menyebar ke warga lain serta santri-santri yang sedang menimba ilmu. Dari informasi di lapangan, pengikut ajaran ini sudah mencapai 60 orang.

Sebelumnya, Polres Kudus, Jawa Tengah menunggu fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Kudus, sebelum melakukan sejumlah tindakan hukum terhadap aliran Sabda Kusuma yang diduga sesat, karena menyimpang dari ajaran Agama Islam.

"Hingga kini, kami memang belum menerima surat pemberitahuan dari MUI tentang fatwa terhadap keberadaan aliran Sabda Kusuma tersebut," kata Kapolres Kudus AKBP M Mustaqim melalui Kasatreskrim Polres Kudus, Iptu Suwardi, Selasa.

Setelah MUI mengeluarkan fatwa yang menerangkan bahwa aliran Sabda Kusuma tersebut sesat, katanya, pihaknya akan melakukan sejumlah tindakan. "Berdasarkan Perpres Nomor 1 tahun 1965, dijelaskan aliran sesat dibubarkan atau dibina setelah ada fatwa dari MUI," ujarnya.

Apabila aliran yang dianggap sesat tersebut masih tetap nekat melakukan aktivitasnya, setelah muncul fatwa MUI, katanya, pihaknya baru akan melakukan sejumlah tindakan sesuai hukum yang berlaku.

Demikian halnya hasil koordinasi dengan MUI dan Kesbangpolinmas di Kantor Kesbangpolinmas Kabupaten Kudus, pihaknya masih menunggu hasil rekomendasi dari MUI Kudus.

Sementara itu, Ketua MUI Kabupaten Kudus, Muhammad Syafiq Naschan mengatakan, pihaknya segera membuat fatwa tentang aliran yang bernama Sabda Kusuma itu sebagai aliran sesat karena mengubah kalimat syahadat yang biasa diamalkan umat Islam menurut aturannya sendiri.

"Seharusnya, bunyi syahadat rasul pada kalimat terkahir `asyhadu anna Muhmmadan Rasululllah`. Tetapi aliran ini mengubah menjadi `asyhadu anna Sabda Kusuma Rasulullah," ujarnya.

Perubahan tersebut, kata Syafiq, merupakan indikator bahwa aliran tersebut melenceng dari ajaran Islam yang sudah paten.

Dengan adanya perubahan dalam pengucapan kalimat syahadat, katanya, dapat diartikan dia mengklaim sebagai nabi atau rasulul. "Padahal dalam Al-Quran dijelaskan, Nabi Muhammad merupakan nabi terakhir," ujarnya.

"Siapapun yang mengaku nabi atau rasul itu tidak benar," tegasnya.

Ia menjelaskan, MUI tidak berhak melakukan penyelidikan lebih lanjut, wewenang tersebut ada pada petugas kepolisian untuk menyelidikinya.

"Apabila masalah syahadat itu menyimpang, diharapkan pemimpin aliran yang dianilai menyimpang tersebut segera bertaubat dan kembali ke ajaran yang benar," ujarnya.

Terkait dengan bukti adanya aliran yang dinilai menyimpang, katanya, MUI memiliki bukti tertulis, berupa buku yang ada gambar dan nama pemimpinnya.

"Untuk menyelidiki lebih lanjut, MUI meminta kepada polisi agar segera meminta keterangan pemimpin aliran tersebut," ujarnya.

Sementara itu, suasana rumah pemimpin aliran yang dianggap menyimpang, Sabda Kusuma di Kauman Menara RT 01/ RW I Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, hari ini (10/11), terlihat sepi di banding hari sebelumnya. Di dalam rumah hanya terlihat seseorang yang bertugas sebagai pembantu rumah.

Nur, pembantu di rumah Sabda Kusuma mengaku, majikannya bersama istrinya tidak ada di rumah. "Saya tidak mengetahui tujuan kepergiannya dan tidak mengetahui kapan pulang," ujarnya.

Terkait dengan dugaan majikannya mengajarkan ajaran yang menyimpang dari ajaran Islam, dia mengaku, tidak mengetahui informasi tersebut. "Lebih baik tanya langsung kepada yang bersangkutan (majikannya)," ujarnya.

Sebelumnya, Suparman kerabat dekat Sabda Kusuma menyangkal, Sabda menjadi pemimpin aliran tertentu, mengingat tidak memiliki pondok pesantrean atau murid.

Mawardi, salah seorang penyedia jasa becak yang biasa mangkal di dekat gang yang menghubungkan dengan rumah pemimpin aliran yang dianggap menyimpang itu mengaku, tidak pernah melihat ada aktivitas pengajian atau sejenisnya di rumah tersebut.

"Dia juga jarang terlihat keluar rumah, meskipun hampir setiap hari saya menunggu mengangkut penumpang di dekat rumah Sabda Kusuma," ujarnya. (suaramedia.com)

*****

Aliran Sabda Kusuma
Resahkan Warga Kudus


Senin, 9 November 2009 - 22:00 WIB

Kudus - Aliran baru yang menyimpang dari ajaran Islam ditemukan di Kudus, tepatnya di RT 01/RW 04 Kauman, Kecamatan Kota, Kudus. Lokasi rumah aliran bernama Sabda Kusuma tersebut diduga telah mengubah kalimat syahadat dengan memasukkan nama pemimpin aliran tersebut, yakni Raden Sabda Kusuma.

Kalimat Syahadat Rasul berbunyi "asyhadu anna muhmmadan rasululllah," tetapi aliran ini mengubahnya menjadi "asyhadu anna sabda kusuma rasulullah."

Keberadaan aliran itu sontak membuat resah warga setempat. Apalagi, lokasi rumah Sabda Kusuma masih berada di lingkungan komplek Masjid Menara Kudus. Dikhawatirkan, aliran ini akan menyebar ke warga lain serta santri-santri yang sedang menimba ilmu. Dari informasi di lapangan, pengikut ajaran ini sudah mencapai 60 orang.

Seorang warga, Deni mengungkapkan, penyebaran aliran ini dilakukan dengan cara ceramah di rumah Sabda Kusuma dan berlangsung sejak lama, sekira tiga tahun lalu. Hanya saja, kegiatan ini dilakukan tidak secara rutin.

Dia mengaku pernah mendapat undangan sebuah acara di rumah Sabda Kusuma. Namun, dia memilih tidak hadir karena khawatir akan masuk ke dalam ajaran tersebut. "Seorang teman melarang saya hadir ke acara tersebut. Menurut teman saya itu, saya diminta jangan pernah hadir atau hanya sekadar ngobrol dengan Sabda Kusuma. Sebab itu berbahaya. Teman saya tidak menjelaskannya secara rinci," kata Deni.

Dia menambahkan, sebenarnya warga sekitar sudah beberapa kali ingin mengusir Sabda Kusuma dari kediamannya. Namun, karena warga belum mendapat bukti nyata, akhirnya niat tersebut diurungkan sampai sekarang.

Alternatif lain yang sempat dimunculkan adalah menunggu masa kontrakan rumah Sabda Kusuma habis. "Dia di sini statusnya mengontrak. Makanya, kalau kontrakannya selesai akan lebih mudah mengusir dia. Namun, sepertinya setelah kontrak rumahnya selesai belum ada tanda-tanda dia pergi," imbuhnya.

Terpisah, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Kudus KH Muhammad Syafiq Nashan mengaku telah menerima laporan mengenai aliran ini. Setelah mendapat laporan, kemarin, pihaknya langsung berkoordinasi dengan instansi terkait yakni Kantor Kesbangpolinmas Kabupaten Kudus.

"Dari laporan yang kami terima, aliran tersebut telah mengubah isi dari syahadat rasul. Kalau memang itu benar, ini adalah indikasi adanya penyimpangan. Syahadat merupakan kunci sekaligus dasar akidah Islam yang tidak bisa diganggu gugat," kata Syafiq usai mengikuti rapat koordinasi dengan Polres Kudus di Kantor Kesbangpolinmas Kabupaten Kudus.

Dari hasil kajian sementara, serta dari berbagai laporan yang masuk, aliran Sabda Kusuma baru sebatas mengubah syahadat rasul. Mengenai ajaran atau ibadah lainnya, MUI Kudus masih melakukan penyelidikan. Salah satunya adalah dengan memanggil Sabda Kusuma untuk diklarifikasi.

Kepala Kesbangpolinmas Ali Rifai melalui Kasi Ideologi Nur Hadi menyatakan pihaknya masih menunggu keputusan dari MUI dan Kantor Departemen Agama mengenai ajaran ini. Sejauh ini, Kesbangpolinmas terus melakukan pengawasan termasuk mencegah adanya amuk massa terhadap pengikut aliran Sabda Kusuma.

Ketika wartawan mengecek rumahnya, Raden Sabda Kusuma sedang pergi. Di ruang tamu rumah itu terdapat lukisan Masjidil Haram dan dua ornamen dinding bertuliskan Allah dan Muhammad. Di sudut lainnya, terpasang sebuah lukisan kereta kuno.

Salah satu kerabatnya Suparman membantah jika Sabda Kusumo mengajarkan aliran sesat. Dia menilai, isu tersebut diembuskan pihak tertentu yang tidak senang dengan Sabda Kusuma. "Beberapa waktu lalu, di sini memang ada pengajian. Tapi hanya sekadar tahlilan dan haul eyangnya Sabda Kusuma. Tidak benar jika ada aliran sesat di rumah ini. Lha wong Sabda Kusuma itu tidak punya pondok (pesantren), tidak punya santri, dan malah jarang-jarang mengaji. Ini pasti perbuatan orang yang tidak suka dengannya," ucap Suparman.

Dia menjelaskan, Sabda Kusuma memiliki nama lain Kusmanto. Menurut Suparman, Sabda Kusuma yang kini berusia 40 tahun itu berasal dari Cirebon dan kemudian pada masa kecilnya dititipkan kepada kerabatnya di Desa Terban, Kecamatan Jekulo Kudus.

Dalam kesehariannya, Sabda Kusuma bekerja dengan jual beli kertas. Selain itu, dia juga merupakan ketua di sebuah koperasi. Saat ini dia berada di Jakarta untuk keperluan pekerjaan. "Kami juga sudah mendengar kalau di Pemkab (Kudus) ada pertemuan yang membicarakan Sabda Kusuma. Nanti kalau sudah pulang, akan saya sampaikan hal ini kepadanya," tambah Suparman. (okezone.com)

Aliran Sesat, Padange Ati

Jono

*****

Aliran Padange Ati
Dianggap Menistakan Agama


Selasa, 10 November 2009 - 04:16 WIB

Blitar - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Blitar, Jawa Timur, bertekad menggiring aliran masuk surga (AMS) pimpinan Suliyani yang telah berkembang menjadi aliran Padange Ati (PA), di Dusun Mbiluk, Desa Ngaglik, Kecamatan Srengat, Blitar, ke arah perbuatan menistakan agama Islam.

Aliran ini, bahkan dianggap telah melecehkan akidah umat Islam, dengan meninggalkan salat dan menilai ibaadah Haji ke tanah suci Makkah sebagai perbuatan pemborosan. "Ini akan menjadi bukti bahwa aliran ini memang melanggar akidah Islam," ujar Sekretaris Umum MUI Kabupaten Blitar Achmad Su'udy, Senin (9/11/2009).

Su'udy mengaku sudah menemukan orang-orang yang bisa menjadi "bukti hidup" kesesatan ajaran AMS dan PA ini. Hanya saja hingga sejauh ini mereka menyatakan belum siap berkonflik secara terbuka dengan kelompok aliran tersebut.

"Kalau sudah ada yang berani terang-terangan menjadi saksi di pengadilan, kita tentu sudah membawa persoalan ini ke meja hukum," papar Su'udy. Disisi lain, pencarian para saksi ini terkait sikap lembaga kejaksaan yang menerjemahkan sekte tersebut semacam ajaran kebatinan.

Hal itu didasarkan pada keterangan sejumlah anggotanya, termasuk Suliyani saat dimintai keterangan kejaksaan beberapa waktu lalu. Penilaian tersebut yang membuat sekte bermasalah ini selalu lolos dari jeratan hukum. "Padahal jawaban yang diberikan anggota aliran ini hanya untuk mengelabui pihak kejaksaan," terang Su'udy.

Menurut Su'udy, MUI sudah mengeluarkan tausiyah secara resmi tentang adanya penyelewengan ajaran agama yang dilakukan aliran ini. Namun sejauh ini, tausiyah yang dikirimkan ke sejumlah lembaga penegak hukum itu tidak ada respon berarti. "Yang bisa kita lakukan sejauh ini hanya mengawasi agar pengikut mereka tidak berkembang," pungkasnya.

Sementara Kasi Intel Kejaksaan Negeri Blitar Moh Riza Wishnu saat dikonfirmasi mengatakan, bahwa aliran AMS dan semacamnya merupakan sekumpulan orang yang menjalankan kegiatan kebatinan. Karenanya sulit menjerat mereka secara hukum. "Ini semacam kelompok kebatinan. Dan tentunya kita tidak bisa mempermasalahkan," ujarnya.

Seperti diberitakan, MUI Kabupaten Blitar telah menyelidiki aliran Padange Ati (PA) yang diduga kuat sebagai pengembangan Aliran Masuk Surga pimpinan Suliyani. Aliran PA ini berkembang di Desa Ngaglik, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar. (okezone.com)

*****

Kepentingan Duit di Balik Aliran Sesat

Bekasi - Munculnya aliran sesat Padange Ati (PA) di Blitar, Jawa Timur, dicurigai ada kepentingan uang dibelakangnya. Konon, para pengikutnya dipungut uang sebesar Rp 1 juta hingga Rp 4 Juta untuk syarat masuk surga. Hal ini disampaikan Sekretaris Umum MUI Jawa Timur, Imam Thabrani.

Menurut Imam Thabrani, lahirnya sekte sesat memiliki kecenderungan untuk meraup materi oleh pendirinya. “Sekte sesat kecenderungannya lebih pada uang. Pengikutnya diwajibkan bayar sekian-sekian. Dan hal itu juga yang terjadi pada Padange Ati,” ujarnya.

Imam Thabrani juga menjelaskan, sekte sesat ibarat ledakan. “Sekali meledak setelah itu mati,” tegasnya. Hal itu tidak lain lantaran kasus materi.

Untuk mengantisipasi hal itu agar tidak terulang, pihak MUI telah mensosialisasikan daftar sekte yang dianggap sesat berikut kriterianya. Sosialisasi tersebut dilakukan kepada MUI daerah, ormas Islam, dan masjid.

Mereka duduk bersemedi dengan menyebut nama Tuhan sesuai dengan keyakinan masing-masing. Yang beragama Islam menyebut Allah, sedangkan Kristen menyebut Tuhan Yesus...

MUI juga mengimbau masyarakat agar tidak asal percaya pada sekte-sekte baru, lantaran sekte tersebut belum tentu sesuai dengan Islam yang benar. “Jika ada ajaran baru, seharusnya masyarakat melaporkannya ke kiai atau MUI setempat. Dan jika terbukti salah, maka akan ditindaklanjuti oleh MUI,” tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, sekte Padange Ati (PA) telah dianut oleh sekelompok warga di Dusun Mbiluk, Desa Ngaglik, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar. Dan sudah muncul sekitar tahun 2007 atau 2008 silam.

Menurut keterangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Blitar, para pengikut PA sudah berani meninggalkan syariat agama yang diakui pemerintah khususnya agama Islam.

Salah seorang anggota jamaah PA yang sebelumnya mengaku Islam, kini berani mengabaikan shalat. Bahkan menilai dogma shalat 5 waktu sebagai tata cara pemeluk agama yang masih dangkal keilmuannya.

Menurut penganut PA ini, haji tidak perlu ditunaikan di tanah suci Makkah karena termasuk kegiatanan pemborosan.

Ritual yang dilakukan para pemeluk PA mirip dengan pengikut tarikat atau tasawuf. Mereka duduk bersemedi dengan menyebut nama Tuhan sesuai dengan keyakinan masing-masing. Yang beragama Islam menyebut Allah, sedangkan Kristen menyebut Tuhan Yesus, sementara Hindu atau Budha tetap memakai istilah Sang Hyang Widi. (voa-islam.net)

*****

Pemimpin Padange Ati Diperiksa

Blitar - Keberadaan aliran kepercayaan Padange Ati di Desa Ngaglik, Kecamatan Srengat, langsung disikapi serius oleh kepolisian. Pemimpin sekte yang diduga melenceng dari syariat Islam yang diketahui bernama Jono itu bakal diperiksa aparat. Rencananya, hari ini surat pemeriksaan akan dilayangkan.

Sebelumnya, polisi sudah meminta beberapa pengikutnya. Untuk lebih mendetail tentang ajaran Padange Ati, polisi membutuhkan langsung keterangan dari imamnya.

Pemeriksaan terhadap Jono ini hanya sebatas untuk mengetahui secara pasti syariat yang dilakoni aliran tersebut. Sebab, berdasar informasi yang berkembang di masyarakat, syariatnya menyimpang dari ajaran Islam yang berkembang di Tanah Air. ”Itu salah satunya. Makanya, kami perlu mengetahuinya secara pasti,” ujar Kapolsek Srengat AKP Hari M kepada Radar Blitar.

Selain itu, masih menurut Hari, pemanggilan juga dilakukan untuk memastikan apakah aliran yang merupakan turunan dari aliran masuk surga pimpinan Suliyani tersebut memang hanya ada di wilayah Desa Ngaglik, Kecamatan Srengat atau sudah menyebar ke daerah lain. Sekaligus berapa pengikutnya hingga saat ini. ”Hanya sebatas itu kok,” katanya.

Langkah pemanggilan tersebut untuk kondisi, situasi dan keamanan di sekitar lingkungan tempat aliran Padange Ati berada, tetap aman. Pasalnya, sangat mungkin keberadaan aliran yang diketahui berdiri sekitar 2007 lalu memicu keresahan warga sekitar. ”Itu perlu kami waspadai. Makanya, biar tidak terjadi persepsi berbeda di masyarakat,” terang Hari.

Rencananya, polisi akan melayangkan surat pemanggilan kepada Jono hari ini. Sebab, sebelumnya polisi sudah mendapat keterangan serta kesaksian dari beberapa orang yang ditengarai sebagai penganut aliran padange ati. “Baru akan kami layangkan surat panggilan kok. Hanya sekadar kita konfirmasi saja. Tidak lebih dari itu,” papar Heri.

Seperti diketahui, masyarakat Kabupaten Blitar kembali digegerkan dengan munculnya aliran ditengarai menyimpang dari ajaran Islam. Dalam syariatnya, aliran PA menganggap bahwa salat lima waktu tidaklah wajib. Selain itu, ibadah haji bukan juga merupakan kewajiban dan dinilai pemborosan. Itu semua bisa dilakukan hanya lewat semedi saja.

Saat ini setidaknya aliran ini sudah memiliki sedikitnya dua puluh lima pengikut. Kebanyakan mereka pernah berguru kepada Suliyani.

Sementara Jono dikonfirmasi mengatakan, bahwa apa yang ada dalam aliran yang kini dipegangnya sama sekali tidak menyimpang dari syariat yang ada. Yakni Islam. Mereka tetap melaksanakan seluruh kewajiban sesuai dengan syariat agamanya masing-masing. Sebab, aliran Padange Ati sifatnya adalah pribadi, hanya untuk pembentukan hati. (radartulungagung.co.id)

28 November 2009

SKANDAL KONSPIRASI KADIN RI-ISRAEL

MS. Hidayat

*****

Israel Tetap Berbisnis di Indonesia

Rabu, 19 Agustus 2009 pukul 20:00:00

Jakarta - Israel tetap membuka hubungan bisnis dengan Indonesia, meskipun tidak membuka kamar dagangnya secara resmi.

''Mereka tetap melakukan investasi ke Indonesia, namun dengan menggunakan pihak ketiga,'' ujar Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), MS Hidayat, Rabu (19/8)

Menurut Hidayat, Kadin sudah beberapa kali bertemu di forum-forum internasional dengan delegasi dagang Israel. Mereka mengaku sulit untuk melakukan investasi di Indonesia. Mereka kemudian menggunakan pihak ketiga, yakni pengusaha Amerika Serikat dan Singapura. ''Misalnya untuk IT dan pertanian mereka kan maju, namun sulit melakukan pengembangan jaringan secara langsung,'' cetusnya.

Pada dasarnya, kata Hidayat, Israel ingin diperlakukan seperti Taiwan. Meskipun tidak mempunyai hubungan diplomatik, tetapi kamar dagangnya tetap berdiri di Indonesia. Namun ada hal yang harus diingat, lanjut dia, Taiwan sudah mempunyai hubungan cukup lama. Taiwan menempati posisi keenam sebagai investor terbesar di Indonesia. ''Di Cina saja, mereka menanamkan hingga 100 miliar dolar AS. Apalagi Taiwan pun tidak memiliki gangguan secara politis dengan Pemerintah RI,'' jelasnya.

Pihaknya, ujar Hidayat, secara garis besar tidak masalah melakukan hubungan dengan Kamar Dagang Israel. Namun ini harus didahului dengan perdamaian di Kawasan Timur Tengah. ''Kami tidak permasalahkan. Sebagai chamber ke mana saja. Tapi jangan menimbulkan dampak politik,'' tegasnya. (republika.co.id)

*****

Kadin Rayu Pengusaha Israel

Kamis, 20 Agustus 2009 | 11:33 WITA

Jakarta - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) MS Hidayat berharap pengusaha-pengusaha Israel menginvestasikan dana di Indonesia tidak lagi melalui pihak ketiga. Harapan ini muncul bila hubungan diplomatik Indonesia dan Israel terjalin, dan perdamaian di Timur Tengah tercapai.

"Kalau tiba-tiba situasi sudah damai, dan pemerintah sudah melakukan hubungan diplomatik, saya akan mengajak masuk mereka ini," ujar MS Hidayat usai mengikuti sidang kabinet paripurna khusus DPD RI di Jakarta, Rabu (19/8).

Menurut Hidayat, pengusaha-pengusaha Israel dikenal mempuni di bidang teknologi informasi, dan juga teknologi pertanian.

"Teknologi tersebut saat ini sangat kita butuhkan, tapi kita ada kendala politik. Jadi akhirnya mereka berjalan, atau berinvestasi secara tidak langsung," ungkapnya.

Hidayat menambahkan, pengusaha-pengusaha Israel menggunakan tangan kanannya di Amerika Serikat dan Singapura untuk berinvestasi di Indonesia.

Meski memastikan pengusaha-pengusaha Israel menggunakan pihak ketiga, Hidayat membantah, bila pengusaha-pengusaha ini membuat kamar dagang dan Industri Israel di Indonesia. "Kamar dagangnya tidak ada. Mereka tidak ada maksud membuka karena mengetahui kendala politik," urainya. (tribun-timur.com)

Menyikapi Nikmat Dunia Sebagai Ujian


Adalah suatu anggapan yang keliru bila cobaan hanya terbatas pada yang tidak mengenakkan saja.

Sebut misalnya kefakiran dan penyakit. Pandangan yang sempit tentang cobaan tersebut merupakan akibat dari ketidaktahuan seorang tentang kehidupan dunia. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala di banyak ayat Al-Qur’an telah menegaskan, demikian pula Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di sekian haditsnya, bahwa nikmat dan kesenangan duniawi merupakan ujian bagi hamba sebagaimana kesengsaraan hidup juga dijadikan cobaan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (Al-Anbiya’: 35)

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata menafsirkan ayat ini: “(Kami uji kalian) dengan kesusahan dan kesenangan, dengan sehat dan sakit, dengan kekayaan dan kefakiran, serta dengan yang halal dan yang haram. Semuanya adalah ujian.”

Ibnu Yazid rahimahullahu mengatakan: “Kami uji kalian dengan sesuatu yang disenangi dan yang dibenci oleh kalian, agar Kami melihat bagaimana kesabaran dan syukur kalian.”

Al-Kalbi rahimahullahu berkata: “(Maksud Kami uji) dengan kejelekan adalah yang berupa kefakiran dan musibah. Sedangkan diuji dengan kebaikan adalah yang berupa harta dan anak.”

Dalam ayat lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman: “Adapun manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: ‘Rabbku telah memuliakanku.’ Adapun bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: ‘Rabbku menghinakanku.’ Sekali-kali tidak (demikian).” (Al-Fajr: 15-17)

Perhatikanlah ayat-ayat ini, bagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala menguji hamba-Nya dengan memberikan kemuliaan, nikmat, dan keluasan rezeki, sebagaimana pula Allah Subhanahu wa Ta’ala mengujinya dengan menyempitkan rezeki. Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingkari orang yang menyangka bahwa diluaskannya rezeki seorang hamba merupakan bukti pemuliaan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya dan bahwa disempitkannya rezeki adalah bentuk dihinakannya hamba. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingkari dengan mengatakan ﮪﮫ (Sekali-kali tidak), yakni bahwa perkara yang sebenarnya tidak seperti yang diucapkan oleh (sebagian) orang. Bahkan Aku (Allah Subhanahu wa Ta’ala) terkadang menguji dengan nikmat-Ku, sebagaimana terkadang Aku memberi nikmat dengan cobaan-Ku.

Di sana juga masih banyak ayat yang semakna dengan yang telah disebutkan. Misalnya:
“Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (Al-An’am: 165)

Juga firman-Nya: “Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik amalannya.” (Al-Kahfi: 7) [lihat ‘Uddatush Shabirin, karya Ibnul Qayyim rahimahullahu hal. 247-248, cet. Darul Yaqin]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: “Sesungguhnya bagi tiap umat ada fitnah (ujian yang menyesatkan), dan fitnah umatku adalah harta.” (Shahih Sunan At-Tirmdzi no. 2336)

Sufyan rahimahullahu mengatakan: “Bukan termasuk yang mendalam ilmunya bila seseorang tidak menganggap bala (musibah) sebagai nikmat dan kenikmatan sebagai cobaan.” (lihat ‘Uddatush Shabirin hal. 211)

Musibah dianggap sebagai nikmat karena musibah yang menimpa seorang mukmin adakalanya sebagai penghapus dosa yang dilakukannya, atau untuk meninggikan derajatnya, atau sebagai cambuk peringatan agar dia kembali ke jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Syukur Nikmat
Segala nikmat yang diperoleh hamba dalam bentuk apapun, baik yang bersifat materi atau non-materi, yang bersifat duniawi atau ukhrawi, maka menuntut untuk disyukuri. Tentunya semakin banyak dan besar suatu pemberian maka kewajiban untuk bersyukur pun semakin besar. Ketika menyebutkan nikmat yang diberikan kepada Nabi Dawud q dan keluarganya berupa nikmat duniawi serta ukhrawi, yang Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak berikan kepada kebanyakan orang.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Beramallah wahai keluarga Dawud untuk bersyukur (kepada Allah), dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.” (Saba’: 13)

Sebagian salaf berkata: “Tatkala dikatakan hal ini kepada keluarga Dawud, maka tidaklah datang suatu waktu kecuali di tengah-tengah mereka ada yang melakukan shalat. Adalah Khalid bin Shafwan tatkala masuk menemui Khalifah Umar bin Abdul ‘Aziz rahimahullahu, ia mengatakan: ‘Wahai amirul mukminin, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak ridha ada seseorang kedudukannya di atasmu, maka janganlah kamu mau ada orang lebih bersyukur dari kamu’.” (Syarh Hadits Syaddad, Ibnu Rajab rahimahullahu, hal.41-42)

Bersyukur merupakan ibadah yang besar, sebagaimana firman-Nya: “Dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” (An-Nahl: 114)

Mensyukuri nikmat juga sebab paling utama untuk dilanggengkannya nikmat serta ditambahkannya. Namun sebaliknya, mengkufuri nikmat dan menggunakannya pada kemaksiatan juga faktor utama dari dicabutnya nikmat.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu. Dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Ibrahim: 7)

Tentunya merupakan sikap yang sangat tercela bila seorang tidak mau berterima kasih kepada Sang Pemberi nikmat. Terlebih lagi sampai menggunakannya pada perkara yang mendatangkan kemurkaan Sang Pemberi. Bila seperti ini seseorang menyikapi pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka azab lebih dekat ketimbang rahmat, dan kenikmatan sudah di ambang pintu untuk meninggalkannya. Ini persis seperti yang dialami oleh kaum Saba’ dahulu. Di mana kaum Saba’ –nama suatu kabilah Arab yang tinggal di Ma’rib, Yaman– telah mampu membuat bendungan raksasa sehingga negeri itu subur dan makmur. Namun kemewahan dan kemakmuran ini menyebabkan mereka ingkar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mendustakan para rasul. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menimpakan azab berupa banjir hebat yang ditimbulkan oleh bobolnya bendungan Ma’rib. Kerajaan Saba’ yang waktu itu mencapai puncak kemewahan dan kemakmuran tinggal cerita. Negeri itu menjadi kering. Kerajaan Saba’ pun runtuh. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah kisahkan tentang runtuhnya kerajaan Saba’ dalam Al-Qur’an surat Saba’ ayat 15-17.

Mensyukuri nikmat meliputi beberapa perkara:

1. Meyakini dalam hati bahwa nikmat yang diterima semata-mata pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seperti inilah sikap seorang mukmin. Dia tidak menisbatkan nikmat kepada kekuatan, kepintaran, keberaniannya, dan semisalnya. Adalah Nabi Sulaiman q tatkala singgasana Ratu Saba’ bisa didatangkan di hadapannya dalam tempo sekejap, maka beliau berkata: “Ini termasuk karunia Rabbku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya).” (An-Naml: 40)

Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullahu berkata: “Nabi Sulaiman q tidak teperdaya dengan (menyombongkan) kerajaan, kekuasaan, dan kemampuannya. Ini berbeda dengan kebanyakan para raja yang bodoh. Nabi Sulaiman q tahu bahwa ini adalah ujian dari Rabbnya, sehingga khawatir bila tidak mampu mensyukurinya.” (Tafsir As-Sa’di hal. 605)

Coba bandingkan dengan sikap dan ucapan Qarun yang menyombongkan kemampuannya, seperti yang Allah Subhanahu wa Ta’ala kisahkan: “Qarun berkata: ‘Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku’.” (Al-Qashash: 78)

Ucapan dan kesombongan Qarun sudah berlalu beribu-ribu tahun, namun sikapnya masih terus terwariskan sampai saat ini. Kerap sekali kita dengar ucapan yang senada dengannya, seperti: “Harta ini saya peroleh semata-mata karena hasil karya dan ketekunan (kerja keras) saya.” Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman: “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya). Dan bila kamu ditimpa oleh kemudaratan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.” (An-Nahl: 53)

2. Memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala karunia-Nya dengan mengucapkan puji syukur dan menceritakannya secara lahir. Karena, selalu mengingat dan menceritakan pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mendorong untuk bersyukur. Hal itu karena manusia mempunyai tabiat menyukai orang yang berbuat baik kepadanya.

3. Menggunakan nikmat untuk taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala bukan untuk maksiat, serta merealisasikan beragam amal shalih sebagai bentuk mensyukuri nikmat. Karena nikmat hanyalah titipan yang seharusnya dijaga dan tidak dipergunakan kecuali pada batasan-batasan yang dibolehkan agama. Apabila kita perhatikan perjalanan hidup para kekasih Allah Subhanahu wa Ta’ala dari kalangan para nabi dan orang-orang shalih, niscaya kita dapati mereka adalah teladan dalam mensyukuri nikmat. Kedudukan dan kekuasaan yang ada pada mereka dijadikan sarana untuk menebarkan keadilan di tengah-tengah manusia. Harta yang mereka peroleh dibelanjakan pada pos-pos kebaikan serta untuk menyokong untuk kemuliaan Islam dan muslimin. Ilmu yang mereka dapatkan diamalkan dan ditebarkan tanpa mengharapkan apapun kecuali keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lihat salah satu misal teladan terbaik bagi kita yaitu Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bagaimana beliau banyak melakukan shalat malam hingga bengkak kakinya. Tatkala beliau ditanya tentang hal itu, padahal dosa dan kesalahannya yang telah lalu dan yang akan datang telah diampuni, maka beliau bersabda: “Mengapa aku tidak ingin menjadi hamba yang banyak bersyukur.” (HR. Al-Bukhari)

Tidak Tertipu Dengan Nikmat
Sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menentukan watak kalian sebagaimana telah menentukan rezeki di antara kalian. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memberi harta kepada orang yang Ia cintai dan orang yang Ia benci. (Namun) Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memberi keimanan kecuali kepada yang Ia cintai.” (Shahih Al-Adab Al-Mufrad no. 209)

Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan harta dan kedudukan kepada orang yang Dia cintai dari kalangan para nabi dan wali, seperti Nabi Sulaiman q dan shahabat ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu. Sebagaimana Dia memberi kemewahan dunia sementara kepada para musuh-Nya semisal Fir’aun dan Qarun.

Hal ini seperti yang Allah Subhanahu wa Ta’ala firmankan: “Kepada masing-masing golongan baik golongan ini maupun golongan itu Kami berikan bantuan dari kemurahan Rabbmu. Dan kemurahan Rabbmu tidak dapat dihalangi.” (Al-Isra’: 20)

Oleh sebab itu, janganlah seorang tertipu bila melihat orang kafir dan para pelaku maksiat diberi kemewahan dunia dan kedudukan terpandang. Karena itu adalah istidraj (jebakan) bagi hamba dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Bila kamu melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan) dari Allah.” (HR. Ahmad, dll, lihat Shahihul Jami’ no. 561)

Kenikmatan Dunia Bukan Ujian Ringan
Kenikmatan dunia dengan berbagai macamnya merupakan ujian yang berat. Sahabat ‘Abdurrahman bin ’Auf radhiyallahu ‘anhu berkata: “Dahulu kami diuji bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kesengsaraan, maka kami (mampu) bersabar. Kemudian setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal kami diuji dengan kesenangan maka kami tidak bersabar.” (Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 2464)

‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu hendak mengatakan bahwa mereka diuji dengan kefakiran, kesulitan, dan siksaan (musuh) maka mereka mampu bersabar. Namun tatkala (kesenangan) dunia, kekuasaan, dan ketenangan datang kepada mereka, maka mereka bersikap sombong. (Lihat Tuhfatul Ahwadzi).

Di saat kran dunia dibuka lebar-lebar, maka manusia akan berlomba-lomba untuk mendapatkannya meskipun ada sesuatu yang harus dikorbankan. Persaudaraan yang dahulu terjalin erat kini harus rusak berantakan karena ambisi kebendaan. Sikap saling cinta dan benci yang dahulu diukur dengan agama, sekarang sudah terbalik timbangannya. Karena dunia mereka menjalin persaudaraan. Karenanya pula mereka melontarkan kebencian. Dengan ini mereka tega memutuskan tali kekerabatan, mengalirkan darah, dan melakukan beragam kemaksiatan. Seperti inilah bila kemewahan dunia menjadi puncak tujuan seseorang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Bukanlah kefakiran yang aku takutkan atas kalian. Tetapi aku khawatir akan dibuka lebar (pintu) dunia kepada kalian, seperti telah dibuka lebar kepada orang sebelum kalian. Nanti kalian akan saling bersaing untuk mendapatkannya sebagaimana mereka telah bersaing untuknya. Nantinya (kemewahan) dunia akan membinasakan kalian seperti telah membinasakan mereka.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Adalah di akhir-akhir masa sahabat telah muncul gejala yang dikhawatirkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di mana fitnah kekuasaan telah memicu adanya peperangan. Persatuan mulai tercabik-cabik dan ketenangan sudah mulai terusik serta jiwa solidaritas melemah di antara manusia. Adalah ‘Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Sungguh kami telah mengalami suatu masa di mana tidak ada seorang pun (menganggap) lebih berhak dengan uang dinar dan dirhamnya yang dimilikinya lebih dari saudaranya yang muslim. Kemudian sekarang dinar dan dirham lebih dicintai oleh seorang daripada saudaranya yang muslim.” (Shahih Adab Al-Mufrad no. 81)

Tentunya, semakin jauh suatu masa dari zaman kenabian maka akan didapatkan kenyataan yang lebih pahit dan lebih menyedihkan dari sebelumnya. Tidak asing bila sekarang ada orang yang masih mengaku muslim namun tidak lagi peduli dengan kewajiban dan agamanya. Ambisi dunia telah menyita seluruh waktu, tenaga, dan hartanya. Seolah lisan hal-nya hendak mengatakan: “Hidup hanya di dunia, di sini kita hidup, di sini pula kita mati, dan tidak ada hari kebangkitan.” Orang seperti ini bila engkau ajak kepada kebaikan dan majelis ilmu, maka seribu alasan akan dikemukakan untuk tidak mendatanginya. Subhanallah, untuk dunia yang fana yang nantinya akan dia tinggalkan, segala kemampuan dia curahkan. Namun untuk amal kebaikan sebagai bekal untuk akhirat yang kekal ternyata tidak ada kesempatan barang sedikit pun.

Seseorang Akan Ditanya Tentang Nikmat
Nikmat bukan pemberian cuma-cuma yang kita bebas mempergunakannya semau kita. Bahkan ia merupakan amanah yang kita akan dimintai pertanggungjawabannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” (At-Takatsur: 8)

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan nikmat di sini adalah sehatnya badan, pendengaran, dan penglihatan. Allah Subhanahu wa Ta’ala menanyai hamba-hamba-Nya tentang nikmat tersebut, pada apa mereka pergunakan. Allah Subhanahu wa Ta’ala menanyai mereka padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih tahu tentangnya daripada mereka. Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa ayat tadi adalah berita dari Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa seluruh nikmat akan ditanya oleh-Nya. Qatadah berkata: “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menanyai semua hamba-Nya tentang apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah titipkan kepada mereka berupa nikmat dan hak-Nya.” (lihat Tafsir Al-Qasimi, 7/379)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak akan bergeser kaki anak Adam (manusia) dari sisi Rabbnya di hari kiamat hingga ditanya tentang lima hal. Tentang umurnya untuk apa ia gunakan, tentang masa mudanya pada apa ia habiskan, tentang hartanya darimana ia peroleh dan pada apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia amalkan dari ilmunya?” (Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 2417, cet. Al-Ma’arif). Wallahu a’lam. (asysyariah.com)

27 November 2009

Sapi Kurban Pejabat Polri


Sapi Petinggi Mabes Polri Kandung Cacing Hati

Jumat, 27 Nopember 2009 10:56 WIB

Jakarta - Proses penyembelihan hewan kurban milik petinggi Mabes Polri sudah dimulai di Lapangan Bhayangkara, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan. Tiga sapi masing-masing milik Kapolri, Wakapolri, dan Irwasum menjadi yang pertama disembelih para penjagal.

Proses penyembelihan 3 sapi gemuk petinggi polri berjalan lancar tanpa ada halangan. Begitu juga saat hewan kurban tersebut dikuliti dan dibersihkan isi perutnya oleh 25 penjagal yang didatangkan dari daerah Petukangan.

Namun situasi menjadi tidak lancar ketika petugas dari Sudin Peternakan Jakarta Selatan mengambil hati dari salah satu sapi itu dan membawanya pergi. Usut punya usut, ternyata hati salah satu sapi kurban dari petinggi Polri itu terinfeksi cacing hati (Fasciola hepatica) sehingga tidak layak dikonsumsi.

"Sapi ketiga yang dibawa ke sini, hatinya tidak bisa dikonsumsi karena hatinya mengandung cacing hati," terang petuas Sudin Peternakan Jaksel Kurnia Yuniasih.

Kurnia yang dibantu 2 mahasiswa kedokteran hewan Institut Pertanian Bogor (IPB) menemukan cacing tersebut masih hidup di hati sapi itu. "Saat dibelah hatinya, ada cacingnya dan masih hidup, uget-uget. Itu tidak layak dikonsumsi, karena bisa menimbulkan penyakit. Tetapi kalau dagingnya bisa (dikonsumsi-red)," jelas Kurnia.

Infeksi cacing hati ini, menurut Kurnia, memang cuma dideteksi hanya dengan melihat hati hewan secara langsung. Sebab, seminggu yang lalu, sapi-sapi petinggi Polri ini sudah diperiksa dan dinyatakan sehat.

"Seminggu sebelum dipotong kita sudah melakukan penelitian dan hewan-hewan ini secara penampilan luar itu layak, dalam arti sehat," kata Kurnia.

Sementara itu, pantauan detikcom, Jumat (27/11/2009), pada pukul 10.30 WIB sudah 18 sapi yang disembelih. Sementara hewan yang belum disembelih masih 4 sapi dan 5 kambing. (detiknews.com)

*****



Hii! Sapi Petinggi Polri Sakit Cacing Hati

27 Nopember 2009 - 11:30

Jakarta - Sebanyak 24 sapi dan lima kambing dikurbankan di Mabes Polri. Namun, 2 diantara sapi yang telah dipotong teridentifikasi menderita sakit cacing hati (vasciola hepatica).

Hal itu diungkapkan petugas Sudin Peternakan Jakarta Selatan Kurni Yuniasih yang memantau pemotongan hewan kurban di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (27/11). Menurutnya, dari tiga sapi pertama yang dipotong milik Kapolri Bambang Hendarso Danuri, Wakapolri Makbul Padmanegara dan Irwasum Yusuf Manggabarani, satu di antaranya menderita sakit caing hati.

"Diantara tiga sapi yang dipotong yaitu milik Kapolri, Wakapolri, dan Irwasum, diketahui satu menderita sakit cacing hati. Itu tidak layak dikonsumsi karena bisa menyebabkan penyakit bagi yang mengkonsumsi," katanya.

Penyakit itu diketahuinya, saat sapi mulai dipotong dan dikuliti. Padaa saat membedah bagian hati terlihat cacing-cacing hidup dalam hati sapi tersebut.

"Pas dibedah di dalam hatinya ada cacingnya. Tapi hatinya ini sudah dipisahkan dan nanti akan dikubur, kalau dagingnya tidak ada apa-apa dimakan. Sampai saat ini sudah ada dua sapi yang dipotong di sini menderita cacing hati," imbuhnya.

Idul Adha Tahun ini, Kapolri Bambang Hendarso Danuri mengurbankan empat sapi, Wakapolri Makbul Padmanegara dua sapi dan Inspektur Pengawasan Umum Yusuf Manggabarani satu ekor. (inilah.com)

Video: WTC 911 Spectacular Raid



WTC at morning

WTC at night


Download Videos


*****

Jet Raid

Great Fireball




Great Dust

Done

*****


Dustmen

26 November 2009

Jagalah Diri dan Keluarga dari Api Neraka

Magma


Kengerian Neraka
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia: “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)

Sebuah seruan dari Dzat Yang Maha Agung kepada orang-orang yang beriman, berisi perintah dan peringatan berikut kabar tentang bahaya besar yang mengancam. Seruan ini ditujukan kepada insan beriman, karena hanya mereka yang mau mencurahkan pendengaran kepada ajakan Allah Subhanahu wa Ta’ala, berpegang dengan perintah-Nya dan mengambil manfaat dari ucapan-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan mereka agar menyiapkan tameng untuk diri mereka sendiri dan untuk keluarga mereka guna menangkal bahaya yang ada di hadapan mereka serta kebinasaan di jalan mereka.

Bahaya yang mengerikan itu adalah api yang sangat besar, tidak sama dengan api yang biasa kita kenal, yang dapat dinyalakan dengan kayu bakar dan dipadamkan oleh air. Api neraka ini bahan bakarnya adalah tubuh-tubuh manusia dan batu-batu. Ia berbeda sama sekali dengan api di dunia. Bila orang terbakar dengan api dunia, ia pun meninggal berpisah dengan kehidupan dan tidak lagi merasakan sakitnya pembakaran tersebut. Beda halnya bila seseorang dibakar dengan api neraka, na’udzubillah. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Setiap kali nyala api Jahannam itu akan padam, Kami tambah lagi nyalanya bagi mereka.” (Al-Isra’: 97)

“Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka terus merasakan azab.” (An-Nisa’: 56)

“Mereka tidak dibinasakan dengan siksa yang dapat mengantarkan mereka kepada kematian (mereka tidak mati dengan siksaan di neraka bahkan mereka terus hidup agar terus merasakan siksa) dan tidak pula diringankan azabnya dari mereka.” (Fathir: 36) [Al-Khuthab Al-Minbariyyah fil Munasabat Al-‘Ashriyyah, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, dengan sub judul Fit Tahdzir minan Nar wa Asbab Dukhuliha, 2/164-165]

Orang yang masuk ke dalam api yang sangat besar ini tidak mungkin dapat lari untuk meloloskan diri, karena yang menjaganya adalah para malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka serta selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, yang keras.” (At-Tahrim: 6)

Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu menjelaskan, “Penjaganya adalah para malaikat Zabaniyah yang hati mereka keras, kaku, tidak mengasihi jika dimohon kepada mereka agar menaruh iba.

Kata شِدَادٌ maksudnya keras tubuh mereka. Ada yang mengatakan, para malaikat itu kasar ucapannya dan keras perbuatannya. Ada yang berpendapat, malaikat tersebut sangat kasar dalam menyiksa penduduk neraka, keras terhadap mereka. Bila dalam bahasa Arab dinyatakan: maksudnya Fulan menguasainya dengan kuat, menyiksanya dengan berbagai macam siksaan.

Ada pula yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan غِلَاظٌ adalah sangat besar tubuh mereka, sedangkan maksud شِدَادٌ adalah kuat.

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Jarak antara dua pundak salah seorang dari malaikat tersebut adalah sejauh perjalanan setahun. Kekuatan salah seorang dari mereka adalah bila ia memukul dengan alat pukul niscaya dengan sekali pukulan tersebut tersungkur 70.000 manusia ke dalam jurang Jahannam.” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 18/128)

Al-‘Allamah Asy-Syaikh Abdurrahman ibnu Nashir As-Sa’di rahimahullahu berkata menafsirkan ayat ke-6 surah At-Tahrim di atas, “Jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka, yang disebutkan dengan sifat-sifat yang mengerikan.

Ayat ini menunjukkan perintah menjaga diri dari api neraka tersebut dengan ber-iltizam (berpegang teguh) terhadap perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, menunaikan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan bertaubat dari perbuatan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala murkai serta perbuatan yang menyebabkan azab-Nya. Sebagaimana ayat ini mengharuskan seseorang menjaga keluarga dan anak-anak dari api neraka dengan cara memberikan pendidikan dan pengajaran kepada mereka, serta memberitahu mereka tentang perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seorang hamba tidak dapat selamat kecuali bila ia menegakkan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan terhadap dirinya dan orang-orang yang di bawah penguasaannya, baik istri-istrinya, anak-anaknya, dan selain mereka dari orang-orang yang berada di bawah kekuasaan dan pengaturannya.

Dalam ayat ini pula Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan neraka dengan sifat-sifat yang mengerikan agar menjadi peringatan terhadap manusia jangan sampai meremehkan perkaranya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “…Yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…” (At-Tahrim: 6)

Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah (patung-patung) adalah bahan bakar/kayu bakar Jahannam, kalian sungguh akan mendatangi Jahannam tersebut. (Al-Anbiya: 98)

Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras. Yaitu akhlak mereka kasar dan hardikan mereka keras. Mereka membuat kaget dengan suara mereka dan membuat ngeri dengan penampilan mereka. Mereka melemahkan penghuni neraka dengan kekuatan mereka dan menjalankan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap penghuni neraka, di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memastikan azab atas penghuni neraka ini dan mengharuskan azab yang pedih untuk mereka.

Mereka tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Di sini juga ada pujian untuk para malaikat yang mulia dan terikatnya mereka kepada perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala serta ketaatan mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam seluruh perkara yang diperintahkan-Nya.” (Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 874)

Penjagaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap Keluarganya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai uswah hasanah bagi orang-orang yang beriman telah memberikan arahan dan peringatan kepada kerabat beliau dalam rangka menjaga mereka dari api neraka. Tatkala turun perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat: “Berilah peringatan kepada kerabatmu yang terdekat.” (Asy Syu’ara: 214)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi bukit Shafa dan menaikinya, lalu menyeru manusia untuk berkumpul. Maka orang-orang pun berkumpul di sekitar beliau. Sampai-sampai yang tidak dapat hadir mengirim utusannya untuk mendengarkan apa gerangan yang akan disampaikan oleh Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian memanggil kerabat-kerabatnya, “Wahai Bani Abdil Muththalib! Wahai Bani Fihr! Wahai Bani Lu’ai! Apa pendapat kalian andai aku beritakan kepada kalian bahwa ada pasukan berkuda dari balik bukit ini akan menyerang kalian. Adakah kalian akan membenarkan aku?” Mereka serempak menjawab, “Iya.” Beliau melanjutkan, “Sungguh aku memperingatkan kalian sebelum datangnya azab yang pedih.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma)

Aisyah radhiyallahu ‘anha memberitakan bahwa ketika turun ayat di atas, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit seraya berkata, “Wahai Fathimah putri Muhammad! Wahai Shafiyyah putri Abdul Muththalib! Wahai Bani Abdil Muththalib! Aku tidak memiliki kuasa sedikit pun di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menolong kalian kelak. (Adapun di kehidupan dunia ini) maka mintalah harta dariku semau kalian.” (HR. Muslim)

Al-Imam Muslim rahimahullahu meriwayatkan dari hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha, istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa bila hendak shalat witir, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membangunkan Aisyah radhiyallahu ‘anha.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad rahimahullahu: “Semoga Allah merahmati seorang lelaki yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan istrinya lalu si istri mengerjakan shalat. Bila istrinya enggan untuk bangun, ia percikkan air di wajah istrinya. Semoga Allah merahmati seorang wanita yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia membangunkan suami lalu si suami mengerjakan shalat. Bila suaminya enggan untuk bangun, ia percikkan air di wajah suaminya.” (Sanad hadits ini shahih kata Asy-Syaikh Ahmad Syakir rahimahullahu dalam tahqiqnya terhadap Al-Musnad)

Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha mengabarkan, suatu malam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terbangun dari tidur beliau. Beliau pun membangunkan istri-istri beliau untuk mengerjakan shalat. Kata beliau: “Bangunlah, wahai para pemilik kamar-kamar (istri-istri beliau yang sedang tidur di kamarnya masing-masing)!” (HR. Al-Bukhari)

Tidak luput pula putri dan menantu beliau juga mendapatkan perhatian beliau. Suatu malam, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi rumah Ali dan Fathimah radhiyallahu ‘anhuma. Beliau berkata, “Tidakkah kalian berdua mengerjakan shalat malam?” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari hadits ‘Ali radhiyallahu ‘anhu)

Jagalah Dirimu dan Keluargamu dari Api Neraka
Seorang suami sebagai kepala rumah tangga selain menjaga dirinya sendiri dari api neraka, ia juga bertanggung jawab menjaga istri, anak-anaknya, dan orang-orang yang tinggal di rumahnya. Satu cara penjagaan diri dan keluarga dari api neraka adalah bertaubat dari dosa-dosa.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kalian kepada Allah dengan taubat nashuha. Mudah-mudahan Rabb kalian menghapuskan kesalahan-kesalahan kalian dan memasukkan kalian ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersamanya, sedang cahaya mereka memancar di depan dan di sebelah kanan mereka, seraya mereka berdoa, ‘Wahai Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu’.” (At-Tahrim: 8)

Seorang suami sekaligus ayah ini bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebenar-benarnya, taubat yang murni, kemudian ia membimbing keluarganya untuk bertaubat. Taubat yang dilakukan disertai dengan meninggalkan dosa, menyesalinya, berketetapan hati untuk tidak mengulanginya, dan mengembalikan hak-hak orang lain yang ada pada kita. Taubat yang seperti ini tentunya menggiring pelakunya untuk beramal shalih. Buah yang dihasilkannya adalah dihapuskannya kesalahan-kesalahan yang diperbuat, dimasukkan ke dalam surga, dan diselamatkan dari kerendahan serta kehinaan yang biasa menimpa para pendosa dan pendurhaka.

Melakukan amal ketaatan dan menjauhi maksiat harus diwujudkan dalam rangka menjaga diri dari api neraka. Seorang kepala rumah tangga menerapkan perkara ini dalam keluarganya, kepada istri dan anak-anaknya. Ia punya hak untuk memaksa mereka agar taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak berbuat maksiat, karena ia adalah pemimpin mereka yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala kelak dalam urusan mereka, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abdullah ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma)

Ia harus memaksa anaknya mengerjakan shalat bila telah sampai usianya, berdasar sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka telah berusia tujuh tahun dan pukullah mereka bila enggan melakukannya ketika telah berusia sepuluh tahun serta pisahkanlah di antara mereka pada tempat tidurnya.” (HR. Abu Dawud dari hadits Abdullah ibnu ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, dikatakan oleh Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Abi Dawud, “Hadits ini hasan shahih.”)

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman: “Perintahkanlah keluargamu untuk mengerjakan shalat dan bersabarlah dalam mengerjakannya.” (Thaha: 132)

Seorang ayah bersama seorang ibu harus bekerja sama untuk menunaikan tanggung jawab terhadap anak, baik di dalam maupun di luar rumah. Anak harus terus mendapatkan pengawasan di mana saja mereka berada, dijauhkan dari teman duduk yang jelek dan teman yang rusak. Anak diperintahkan untuk mengerjakan yang ma’ruf dan dilarang dari mengerjakan yang mungkar.

Orangtua harus membersihkan rumah mereka dari sarana-sarana yang merusak berupa video, film, musik, gambar bernyawa, buku-buku yang menyimpang, surat kabar, dan majalah yang rusak.

Seluruh perkara yang telah disebutkan di atas dilakukan dalam rangka menjaga diri dan keluarga dari api neraka. Karena, bagaimana seseorang dapat menyelamatkan dirinya dari api neraka bila ia meninggalkan shalat padahal shalat adalah tiang agama dan pembeda antara kafir dengan iman?.

Bagaimana seseorang dapat menyelamatkan dirinya dari api neraka bila ia selalu melakukan perkara yang diharamkan dan mengentengkan amalan ketaatan? Bagaimana seseorang dapat menyelamatkan dirinya dari api neraka bila ia selalu berjalan di jalan neraka, siang dan malam?.

Hendaknya ia tahu bahwa neraka itu dekat dengan seorang hamba, sebagaimana surga pun dekat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Surga lebih dekat kepada salah seorang dari kalian daripada tali sandalnya dan neraka pun semisal itu.” (HR. Al-Bukhari dari hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu)

Maksud hadits di atas, siapa yang meninggal di atas ketaatan maka ia akan dimasukkan ke dalam surga. Sebaliknya, siapa yang meninggal dalam keadaan bermaksiat maka ia akan dimasukkan ke dalam neraka. (Al-Khuthab Al-Minbariyyah, 2/167)

Bagaimana seseorang dapat menjaga keluarganya dari api neraka sementara ia membiarkan mereka bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan meninggalkan kewajiban?.

Bagaimana seorang ayah dapat menyelamatkan anak-anaknya dari api neraka bila ia keluar menuju masjid sementara ia membiarkan anak-anaknya masih pulas di atas pembaringan mereka, tanpa membangunkan mereka agar mengerjakan shalat?. Atau anak-anak itu dibiarkan asyik dengan permainan mereka, tidak diingatkan untuk shalat?.

Anak-anak yang seyogianya merupakan tanggung-jawab kedua orang-tua mereka, dibiarkan berkeliaran di mal-mal, main game, membuat kegaduhan dengan suara mereka hingga mengusik tetangga, kebut-kebutan di jalan raya dengan motor ataupun mobil. Sementara sang ayah tiada berupaya meluruskan mereka. Malah ia penuhi segala tuntutan duniawi si anak. Adapun untuk akhirat mereka, ia tak ambil peduli. Sungguh orangtua yang seperti ini gambarannya tidaklah merealisasikan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surah At-Tahrim di atas. Wallahul musta’an.

Maka, marilah kita berbenah diri untuk menjaga diri kita dan keluarga kita dari api neraka. Bersegeralah sebelum datang akhir hidup kita, sebelum datang jemputan dari utusan Rabbul Izzah, sementara kita tak cukup ‘bekal’ untuk bertameng dari api neraka, apatah lagi meninggalkan ‘bekal’ yang memadai untuk keluarga yang ditinggalkan. Allahumma sallim!. Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab. (asysyariah.com)

Sebelum Petaka Menerpa




Teguh hati, istiqamah berada di jalan-Nya merupakan dambaan setiap insan beriman. Kekhawatiran tergelincir meniti jalan hidup ini, menyempal dari barisan orang-orang nan kukuh di atas tauhid, menjadikan diri tak berasa aman. Tumbuh ketakutan akan syirik atau nifak bercokol pada diri. Betapa tidak. Seorang nabi Allah Subhanahu wa Ta’ala, Khalilu Ar-Rahman (kekasih Ar-Rahman) dan imam orang-orang yang hanif (lurus) di jalan-Nya, Ibrahim ‘alaihissalam pun tetap memohon kepada Rabbnya agar dijauhkan dari penyelewengan tauhid. Al-Khalil ‘alaihissalam pun memohon:

“Dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala.” (Ibrahim: 35)

Tumbuh pada diri Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kekhawatiran atas dirinya terjerembab jatuh pada kesyirikan, padahal dirinya seorang nabi, kekasih Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan imam al-hunafa’. Maka bagaimana dengan diri kita? Semestinya lebih pantas lagi kekhawatiran dan ketakutan itu menyembul dalam dada kita. Jangan merasa aman dari kesyirikan. Jangan pula merasa aman dari nifak. Tidak ada orang yang merasa aman dari sikap nifak kecuali dia seorang munafik. Dan tiadalah seorang yang takut bahwa sikap nifak bakal tumbuh bercokol pada dirinya melainkan dia seorang mukmin. Lantaran ini pula, Ibnu Abi Mulaikah rahimahullahu berkata:

“Aku mendapati 30 sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seluruhnya merasa takut terhadap nifak yang bakal menimpa dirinya.” (Shahih Al-Bukhari, Kitabul Iman, Bab Khaufil Mu’min min an Yahbatha ‘Amaluhu wa Huwa La Yasy’uru)

Begitu pula dengan seorang sahabat mulia, Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu. Dirinya takut sikap nifak itu melekat padanya. Saat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan secara rahasia nama-nama orang munafik kepada Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu ‘anhu, timbul pada diri Umar kegalauan. Jiwanya merasa tidak tenang. Khawatir namanya termasuk dalam deretan orang-orang munafik yang disebutkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka, untuk mengusir rasa galau di hati, menepis kekhawatiran yang bersemi, dan menambah ketenangan hati, Umar radhiyallahu ‘anhu menanyakan langsung kepada Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu ‘anhu. Kata Umar radhiyallahu ‘anhu: “Wahai Hudzaifah, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memuliakanmu. Apakah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan namaku kepadamu bersama nama-nama orang munafik?” Jawab Hudzaifah: “Tidak. Tidak ada (nama) seorang pun yang terbersihkan setelah (nama)mu.” Apa yang diperbuat Umar radhiyallahu ‘anhu adalah guna menambah ketenangan dirinya. Padahal sungguh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mempersaksikan bahwa dia termasuk sahabat yang mendapatkan jannah (surga). (Al-Qaulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu, hal. 76, Thariqul Hijratain, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullahu, hal. 504)

Siapakah yang bisa menjamin masing-masing diri ini?. Sementara orang yang jauh lebih mulia dan utama merasakan ketidaknyamanan, takut terkotori kesyirikan, ternodai nifak. Tentu, semestinya masing-masing diri ini harus lebih terusik lagi perasaan tidak aman dan khawatir terpelanting ke dalam lembah syirik dan nifak. Di tengah zaman, kala banyak manusia terpagut kemelut hidup, budaya syahwat dan syubuhat setiap saat berkelebat. Sedangkan tipuan dunia begitu menyilaukan. Karenanya, memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menetapkan diri ini di atas jalan-Nya adalah sebuah kemestian. Hati manusia ada di antara dua jari-jemari Ar-Rahman. Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya hati bani Adam seluruhnya di antara dua jari dari jari-jemari Ar-Rahman. Seperti hati satu orang, Dia palingkan ke mana Dia kehendaki.” Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, palingkanlah hati kami pada ketaatan kepada-Mu.” (HR. Muslim, no. 2654)

Maka, hendaklah seseorang menata diri dengan amal-amal kebaikan guna menyongsong hari akhirat kelak. Saat manusia dikumpulkan Allah Subhanahu wa Ta’ala pada hari kiamat, saat itu manusia diberi cahaya atas dasar amalnya. Al-Imam Al-Baihaqi rahimahullahu telah meriwayatkan dengan sanadnya dari Masruq bin Al-Ajda’, dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala mengumpulkan manusia pada hari kiamat, lantas mereka diberi cahaya atas kadar amal-amalnya. Di antara mereka ada yang diberi cahaya semisal gunung antara kedua tangannya. Di antara mereka ada yang diberi cahaya yang lebih dari itu (dalam riwayat lain: kurang dari itu). Di antara mereka ada yang diberi cahaya (semisal) pecahan kurma di tangan kanannya, dan sebagian lain tanpa hal itu di tangan kanannya. Hingga pada akhirnya ada orang yang diberi cahaya atas ibu jari kakinya, sekali menyala sekali padam. Apabila menyala, melajulah kakinya. Apabila padam, dia hanya berdiri. Maka, manusia pun melintasi ash-shirath (jembatan yang berada di atas neraka Jahanam). Adapun ash-shirath ini seperti mata pedang. Licin menggelincirkan. Kemudian dikatakan kepada mereka: ‘Jalanlah kalian dengan cahaya kalian masing-masing.’ Sebagian mereka melintas bagai melesatnya meteor. Sebagian lagi melintas seperti angin, sebagian yang lain seperti kuda. Sebagiannya lagi seperti unta berlari. Dia berjalan atau laju cepat. Mereka melintasi (ash-shirath) atas dasar amal-amalnya. Hingga ada yang melintasi ash-shirath tersebut dengan cahaya pada ibu jari kakinya. Mengupayakan keras (dengan) tangan, (hingga) menggelantung. Kaki diseret, (hingga jatuh) berjuntai. Berhasillah dirinya menjauhi neraka. Mereka adalah orang-orang yang berhasil menyeberang dengan selamat. Mereka berkata: ‘Alhamdulillah (segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala) yang telah menyelamatkan kami darimu (neraka) setelah kami melihatmu (neraka). Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberi kami sesuatu yang tidak diberikan kepada yang lain.” (Majma’ Az-Zawa’id, Al-Haitsami rahimahullahu, no. 18352-18353. Lihat Syarh Al-Aqidah Ath-Thahawiyyah, Ibnu Abil Izzi rahimahullahu, 2/632-633)

Demikianlah keadaan hari kiamat. Sebuah potret kehidupan masa mendatang yang bakal dilalui manusia. Bagi yang memiliki keimanan dalam hati, gambaran di alam akhirat itu akan melecut untuk segera bergegas beramal. Merajut kebaikan. Menebar keshalihan. Mengumpulkan bekal guna memetik kenikmatan hidup di kampung akhirat kelak. Berlomba dan senantiasa terus berlomba, seakan merasakan kematian sudah di pelupuk mata. Sudah dekat. Sudah tidak ada lagi yang harus dilakukan kecuali beramal dan beramal. Tentunya semua itu didasari keikhlasan.

Gambaran alam akhirat itu memberi pengaruh bagi orang yang beriman untuk senantiasa berhias dengan perilaku, tutur kata, dan sikap mulia. Sebab, dirinya tak hendak menuai petaka di akhirat. Yang hendak diraih adalah ampunan dari Allah Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang, serta surga-Nya nan teramat sarat nikmat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Rabb mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” (Ali ‘Imran: 133-136)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan pula untuk menyegerakan amal. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Segeralah beramal (shalih), (sebelum ada) fitnah seperti potongan malam yang gelap gulita. Seseorang pada pagi hari mukmin, sore hari kafir. Atau sore hari beriman, pagi harinya kafir. Dia menjual agamanya dengan harta kekayaan dunia.” (HR. Muslim, no. 186)

Adapun setelah kehidupan alam dunia ini, seseorang akan memasuki alam barzakh. Menurut Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullahu, al-barzakh (الْبَرْزَخُ) berarti pembatas antara dua sesuatu. Yang dimaksud di sini adalah sesuatu antara kematian manusia hingga hari kiamat tiba. Terkait pada penamaan al-qubur (alam kubur), ini dilihat dari sisi kekhususan atas hal yang bersifat umum. Karena, sesungguhnya alam barzakh itu lebih umum daripada alam kubur. Seseorang meninggal dunia, lantas dimangsa binatang buas, apakah dia berada di kubur? Tidak. Akan tetapi dia berada di alam barzakh. Setiap orang yang mati, dia masuk alam barzakh. Setiap manusia yang dikubur maka dia berada dalam alam barzakh. (Syarh Al-Aqidah As-Safariniyyah, hal. 329)

Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan hafizhahullah menyatakan bahwa beriman kepada hari akhir yaitu mengimani setiap apa yang telah dikabarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, meliputi apa saja yang terjadi pascakematian. Termasuk dalam hal ini mengimani adanya fitnah kubur: adanya azab dan nikmat kubur. Demikian itu, sesungguhnya antara kematian, yang berarti berakhirnya kehidupan pertama, dan antara kebangkitan, yang berarti bermulanya kehidupan kedua. Dengan ungkapan lain, antara kiamat shughra (kecil) dan kiamat kubra (besar). Masa fatrah (jeda) di antara keduanya disebut dalam Al-Qur’an Al-Karim dengan sebutan barzakh. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: ‘Ya Rabbku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang shalih terhadap yang telah aku tinggalkan.’ Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.” (Al-Mu’minun: 99-100)

Barzakh secara bahasa yaitu pembatas antara dua sesuatu. Barzakh ini merupakan permisalan dari pembalasan ukhrawi. Yaitu, tempat pertama dari tempat-tempat yang ada dalam akhirat. Di dalam barzakh terdapat pertanyaan dua malaikat, kemudian disusul adanya azab dan nikmat. (Al-Irsyad ila Shahihil I’tiqad wa Ar-Raddu ‘ala Ahli Asy-Syirki wal Ilhad, hal. 280)

Selanjutnya, Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan hafizhahullah dalam kitab di atas (hal. 290) mengungkapkan bahwa azab (atau nikmat, ed.) kubur dan pertanyaan dua malaikat akan terjadi pada setiap yang mati. Walaupun yang meninggal dunia itu tidak dikubur. Ketahuilah, bahwa azab kubur adalah azab barzakh. Setiap manusia yang meninggal dunia, dan dia berhak untuk terkena azab, dalam keadaan mayit tersebut dikubur ataupun tidak, atau dalam keadaan dimakan binatang buas, atau terbakar hingga menjadi abu lalu dihamburkan ke udara, atau disalib, atau tenggelam di laut, niscaya azab itu akan mengena pada ruh dan badannya.

Apakah fitnah barzakh itu? Yaitu suatu keadaan yang menimpa satu mayit kala diri telah dikebumikan. Sesungguhnya, dirinya akan didatangi dua malaikat. Keduanya duduk dan bertanya kepadanya tentang Rabb, agama dan nabinya. Maka, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengokohkan orang-orang beriman dengan perkataan yang teguh. Orang beriman akan mengatakan: “Rabbku Allah, agamaku Islam, dan nabiku Muhammad.” Kemudian ada yang menyeru dari langit: “Telah benar hamba-Ku, maka (dia) dibenarkan.” Dan dia mendengarkannya. Lantas bertambahlah kegembiraan(nya) karena itu, bahwa kesaksiannya telah ada yang menyaksikan dari langit dan dia dinyatakan sebagai orang yang benar (keimanannya). Adapun orang munafik atau yang semisal, dia hanya bisa menjawab: “Hah, hah, saya tidak tahu. Saya mendengar orang-orang mengatakan sesuatu maka saya pun (ikut-ikutan) mengatakannya.” Maka berserulah yang dari langit: “Sungguh hamba-Ku telah berdusta. Sesungguhnya ia mengetahui bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali hanya Allah. Sungguh pula dia mengetahui bahwa Muhammad adalah rasul Allah. Dia pun tahu tetapi dia membangkang dan berbuat dosa.” Karenanya, dikatakan kepadanya: “Hamba-Ku pendusta.” Kemudian, kepada orang yang pertama, diluaskan dalam kuburnya. Dibukakan pintu surga baginya. Lantas datang amal shalihnya dan duduk di sisinya dalam keadaan bagus. Adapun kepada orang kedua, wal ‘iyadzu billah (kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala), disempitkan keadaan kuburnya hingga bersilangan tulang rusuknya, satu dengan lainnya saling masuk lantaran kerasnya himpitan kubur. Dibukakan baginya pintu neraka. Berembuslah hawa panas neraka dan menghanguskan. Juga datang amal kejelekannya dalam bentuk yang sejelek-jeleknya, wal ‘iyadzu billah. Maka, dia ditegur atas apa yang selama ini disia-siakan dan diabaikan begitu saja dalam urusan agama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inilah fitnah barzakh yang wajib diimani. (Syarhul Aqidah As-Safariniyyah, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu, hal. 340)

Kaum malahidah (orang-orang yang menyimpang dari agama, kafir) dan zanadiqah (orang-orang yang pura-pura beriman tapi menyembunyikan kekufurannya) telah melakukan pengingkaran terhadap adanya azab dan nikmat kubur. Mereka katakan bahwa mereka telah membongkar kubur dan tidak didapati dalam kubur tersebut malaikat yang menyiksa mayit. Dalam kubur itu tidak ada kehidupan. Tak ada (air) yang mengalir. Tak ada api yang menyala-nyala. Bagaimana mungkin dalam kubur itu bisa diluaskan sejauh mata memandang dan disempitkan? Justru mereka dapati keadaan kubur itu luasnya sama saat mereka gali, tidak ada penambahan dan pengurangan. Bagaimana pula kubur itu dijadikan taman dari taman-taman surga dan lubang dari lubang-lubang neraka?

Kata Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan hafizhahullah menjawab pertanyaan di atas, sesungguhnya keadaan alam barzakh termasuk masalah-masalah ghaib, yang para nabi telah mengabarkan hal itu. Kabar-kabar yang dibawa para nabi tersebut tidak bisa ditempatkan dalam kerangka berpikir akal (yang amat sangat memiliki keterbatasan). Karenanya, kabar-kabar yang dibawa para nabi tersebut harus dibenarkan (diimani, walau akal belum bisa atau bahkan tidak bisa menerimanya). Selanjutnya, sesungguhnya api dan suasana yang hijau dalam kubur tidaklah sama dengan api dan keadaan hasil pertanian di dunia. Sesungguhnya, api dan keadaan yang menghijau tersebut merupakan bagian kehidupan alam akhirat. Panas api pun jauh berbeda, jauh lebih panas dari api dunia. Maka, tak akan bisa penghuni dunia merasakan (apa yang ada di alam kubur).

Kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala sangat amat luas, menakjubkan dan agung. Jika Allah l menghendaki untuk menampakkan azab kubur kepada sebagian hamba, niscaya hal itu akan terlihat. (Namun) jika hamba-hamba-Nya telah bisa melihat perkara-perkara yang bersifat ghaib semuanya, maka hilanglah hikmah taklif (pembebanan syariat) dan keyakinan untuk mengimani hal-hal yang ghaib. (Al-Irsyad ila Shahihil I’tiqad, hal. 292)
Berkenaan azab kubur dimunculkan kepada hamba-hamba-Nya, menurut penjelasan Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu, bahwa hukum asalnya tidak. Prinsip asalnya tidak mungkin. Sungguh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

“Kalaulah bukan karena kalian saling menguburkan, pasti aku berdoa kepada Allah agar azab kubur itu diperdengarkan kepada kalian.” (HR. Muslim no. 2867, dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu)

Jika demikian, prinsip asalnya bukan sesuatu yang bisa diketahui. Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala beritahukan (azab kubur) kepada sebagian manusia, bisa melalui mimpi yang baik, atau saat seorang hamba itu terjaga. Dalam hal terjaga, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala beritahukan kepada Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam atas dua orang penghuni kubur yang diazab lantaran suka mengadu domba (namimah) dan tidak bersuci setelah buang air kecil, sebagaimana diungkapkan dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma (HR. Al-Bukhari no. 213 dan Muslim no. 292). Jadi, secara hukum asal, azab kubur adalah sesuatu yang tidak bisa diketahui. Akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala bisa memberitahukan hal itu kepada siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya. (Syarhul Aqidah As-Safariniyyah, hal. 344-345)

Penetapan azab kubur merupakan i’tiqad (keyakinan) Ahlus Sunnah wal Jamaah. Setiap muslim wajib meyakini adanya nikmat dan azab kubur, karena hal ini telah dinyatakan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (Ibrahim: 27)

Dari Al-Bara’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, sungguh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Sungguh seorang muslim apabila ditanya di dalam kubur, maka dia melakukan persaksian bahwasanya tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad (n) adalah Rasulullah. Maka itulah yang dimaksud firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (Ibrahim: 27) [HR. Al-Bukhari no. 1369, Abu Dawud no. 4750. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu. Lihat Itsbat ‘Adzabil Qabri, Asy-Syaikh Al-Hafizh Abu Bakr Ahmad bin Husain Al-Baihaqi, hal. 9-10)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara tegas menyatakan bahwa azab kubur adalah benar adanya. Hadits dari Aisyah radhiyallahu ‘anha mengungkapkan hal itu.

“Sungguh seorang wanita Yahudi masuk (menemui) Aisyah radhiyallahu ‘anha. Wanita Yahudi itu menyebutkan perihal azab kubur. Lantas wanita Yahudi itu berkata kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha, ‘Semoga Allah melindungimu dari azab kubur.’ (Setelah peristiwa itu) Aisyah radhiyallahu ‘anha bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam perihal azab kubur. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Ya. Azab kubur itu benar adanya.’ Aisyah radhiyallahu ‘anha pun menyatakan, ‘Maka, setelah itu tidaklah aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat kecuali beliau berta’awudz (memohon perlindungan) dari azab kubur’.” (HR. Al-Bukhari no. 1373)

Doa yang dipanjatkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan sebagaimana dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa: ‘Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari azab (siksa) kubur, dari siksa neraka, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari fitnah Al-Masih Ad-Dajjal’.” (HR. Al-Bukhari no. 1377)

Selain dalil-dalil di atas, masih banyak hadits lainnya yang mengungkapkan tentang siksa dan nikmat kubur.

Menurut Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu, madzhab Ahlus Sunnah wal Jamaah menetapkan masalah azab kubur. Hal itu sungguh telah secara nyata berdasar dalil-dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang.” (Al-Mu’min: 46)
Juga, telah secara nyata hadits-hadits yang shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari riwayat jamaah dari kalangan para sahabat di berbagai tempat. Akal tak akan mampu menolak bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala (memiliki kemampuan) mengembalikan kehidupan masing-masing bagian jasad (manusia) dan mengazabnya. Jika akal tak mampu menolak hal ini, dan apa yang telah disebutkan secara syar’i, maka wajib untuk menerima dan meyakininya. Al-Imam Muslim rahimahullahu telah menyebutkan (dalam Shahih-nya) hadits yang banyak sekali dalam masalah penetapan adanya siksa kubur.

Di antaranya hadits yang mengungkapkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mampu mendengar suara orang yang disiksa dalam kuburnya, mayit bisa mendengar bunyi sandal yang menguburkannya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berbicara kepada ahlul qalib (korban dari pihak musyrikin yang dilemparkan ke dalam sumur-sumur di Badr, red.), pertanyaan dua malaikat, dan lain-lain. (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 17/198)

Abul Fida’ Ismail bin Katsir rahimahullahu dalam Tafsir-nya (4/98) menyebutkan bahwa firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang.” (Al-Mu’min: 46)
merupakan ayat yang dijadikan prinsip yang besar dalam pengambilan sisi pendalilan bagi kalangan Ahlus Sunnah atas masalah azab (siksa) di alam barzakh (alam kubur).

Inilah permasalahan fitnah kubur. Wajib bagi seorang yang beriman untuk meyakininya, karena hal itu telah ada ketetapannya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Beriman dan segeralah beramal nan shalih, sebelum petaka kubur itu menerpa. Wallahu a’lam. (asysyariah.com)