23 November 2009

Tinggalkan Dollar, Gunakan Emas !




Sabtu, 17-10-2009 | 09:56:12 WIB

Rupiah telah lebih perkasa dari US Dollar dalam setahun terakhir. Ironinya bahwa melemahnya nilau US$ ini bukanlah sesuatu yang tidak wajar, ini justru yang wajar. Mengapa kondisi wajarnya US$ lemah dan akan terus melemah terhadap mata uang - mata uang besar dunia? Berikut adalah beberapa alasan diantaranya:

Deficit spending, bailout, quantitative easing, stimulus, zero interest rate dan corporate scandals adalah kata-kata yang popular menghiasi ekonomi Amerika saat ini; semua kata-kata ini mendorong US$ turun dan tidak mendorongnya naik.

Dari tahun ke tahun berbagai tingkat pejabat tinggi Amerika sampai presidennya sendiri bolak-balik ke China. Apa misinya?. Menurunkan defisit perdagangan Amerika terhadap China. Dengan apa defisit ini diturunkan?. Dengan menurunkan daya saing produk-produk China di Amerika?. Dengan apa daya saing China di Amerika bisa turun?. Kalau produk China terasa mahal oleh penduduk Amerika; ini berarti demi kepentingan bangsa Amerika sendiri US$ harus terus melemah terhadap Renminbi China !.

Bukan hanya terhadap Renminbi saja US$ akan terus melemah; terhadap berbagai mata uang kuat lainnya seperti Euro, Yen, Aussie Dollar dan lain-lain; mata uang US$ akan melemah – demi penyelamatan ekonomi negeri itu dari defisit neraca perdagangan yang mulai tidak tertahankan lagi sejak krisis finansial melanda dua tahun terakhir.

Bagaimana agar kita tidak ikut menjadi korban dari terus melemahnya US$?, Ya jangan gunakan US$ dalam berbagai bentuk investasi kita baik itu berupa tabungan, deposito, dana pensiun, asuransi dan berbagai investasi lain yang menggunakan US$ dalam unit of account-nya.

Dalam skala negara-pun hal ini patut dipikirkan secara serius. Betapa runyamnya ketergantungan terhadap US$ ini bila diteruskan dapat kita lihat dari illustrasi berikut:

Pada akhir September 2008 lalu cadangan devisa kita mencapai US$ 57.108 Milyar; pada akhir September 2009 cadangan devisa ini menjadi US$ 62.287 Milyar.  Tambah kayakah kita?; kalau dilihat dari angka cadangan devisa dalam US$ ini iya karena cadangan devisa kita naik kurang lebih 9 % setahun terakhir ini.

Masalahnya adalah US$ - nya sendiri bila diukur dengan unit account yang baku sepanjang zaman yaitu emas – setahun terakhir mengalami penurunan sekitar 22 %; karena emas dalam US$ mengalami kenaikan harga sekitar 28 % pada periode yang sama. Jadi bila dihitung dengan timbangan yang baku emas, cadangan devisa kita sejatinya mengalami penurunan sekitar 15% selama setahun terakhir !

Mana yang kita lebih percayai?. Aset kita ditimbang dengan US$ yang terus menyusut seperti dalam illustrasi diatas, atau ditimbang dengan timbangan yang baku emas/Dinar?. Tentu lebih baik emas.

Dengan fenomena terus menurnnya US$ (sebenarnya juga seluruh mata uang kertas lainnya) ini, lantas apakah kita rame-rame menumpuk emas atau Dinar?. Tidak juga !. Karena emas atau Dinar sebagai investasi hanya nomor dua setelah sektor riil meskipun dia nomor satu sebagai Unit of Account (timbangan) maupun sebagai Store of Value (penyimpan nilai – agar tidak susut seperti uang kertas).

Yang terbaik bagi kita semua adalah kalau kita bisa menggerakkan sektor riil dengan perdagangan yang riil. Sebagai contoh Dinar yang harga nya kurang lebih setara dengan seekor kambing ukuran sedang sepanjang zaman, menyimpan Dinar tidak lebih baik dari memelihara kambing.

Satu Dinar Anda akan tetap satu Dinar setahun yang akan datang (meskipun dalam Rupiah atau Dollar bisa jadi nilainya sudah 30% lebih tinggi saat itu !), tetapi satu ekor kambing Anda insyaallah bisa jadi dua kambing (atau satu setengah setelah dipotong ongkos pelihara !) tahun depan.

Jadi urutan terbaiknya adalah “pelihara kambing” (merepresentasikan sektor riil), kalau karena satu dan lain hal belum bisa ‘pelihara kambing’ baru pertahankan asset Anda dalam satuan emas atau Dinar, maka menyimpan emas adalah sebuah langkah terbaik. Hal ini agar tidak ikut tenggelam bersamaan dengan tenggelamnya mata uang US$ dan berbagai mata uang kertas lainnya. (muslimdaily.net)