18 February 2010

Karakteristik Manhaj Yang Batil


Manhaj yang batil memiliki karakter sebagai berikut :

1. Mengingkari Allah beristiwa di atas Arsy-Nya, di atas langit ketujuh menurut keagungan-Nya yang layak bagi-Nya, dan Dzat-Nya berbeda dan terpisah dari makhluk-Nya.

2. Mengingkari, mentahrif (merubah) dan bertakalluf (membebani diri di luar kemampuan) di dalam menafsirkan nama, sifat dan perbuatan Allah secara majazi.[1]

3. Mengingkari ataupun mentahrif makna hakiki dari ru’yah, yaitu kaum mukminin akan melihat Allah pada hari kebangkitan.

4. Mengkiyaskan Allah dengan makhluk-Nya sehingga menyebabkan tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk) ataupun ta’thil (mengingkari atau meniadakan makna hakiki) Nama, Sifat dan Perbuatan Allah.

5. Meniadakan secara keseluruhan atau sebagian takdir (keputusan) Allah, ataupun menetapkan takdir tidak dengan yang ditetapkan oleh syariat.

6. Menolak secera keseluruhan atau sebagian, ataupun menafsirkan secara majazi tentang khobar ghaib seperti ash-Shirath[2], al-Miizan[3], Haudh Nabi[4], siksa dan nikmat kubur, malaikat, tanda-tanda kiamat dan selainnya.

7. Mengingkari bahwa Allah bersifat Kalam (berbicara).

8. Mengatakan bahwa al-Qur’an bukanlah kalamullah, namun adalah makhuk-Nya.

9. Menetapkan bahwa iman hanyalah semata-mata ucapan dengan lisan!

10. Mengingkari bahwa amal perbuatan termasuk bagian dari keimanan.

11. Mengingkari bahwa iman meningkat dengan ketaatan dan menurun dengan kemaksiatan.

12. Mengingkari bahwa Perbuatan Allah berhubungan dengan Kebijaksanaan-Nya.

13. Mengingkari bahwa ilmu pengetahuan dan kitabah (penulisan) seluruh miqdar (ukuran) dan takdir termaktub di dalam al-Lauhul Mahfudh.

14. Mengatakan bahwa manusia menciptakan semua atau sebagian amal perbuatannya.

15. Mengatakan bahwa manusia mujbar (tidak punya pilihan atau tidak berikhtiyar)

16. Menyelisihi prinsip Tauhid dengan memberikan peribadatan kepada selain Allah.

17. Mengatakan tentang sesuati tentang Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tanpa ilmu pengetahuan.

18. Memperdebatkan al-Qur’an dan al-Hadits dan mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat (tidak jelas) daripada mengikuti yang muhkam (yang jelas) atau mengembalikannya kepada para ulama yang bermanhaj salaf, sehingga dapat menghilangkan kerancuan.

19. Menolak sebagian atau keseluruhan sunnah-sunnah yang shahih.

20. Mengambil penafsiran bathini terhadap ayat-ayat al-Qur’an dan mengatakan bahwa ayat-ayat al-Qur’an memiliki aspek dhahir dan aspek bathin.

21. Ghuluw (berlebih-lebihan) di dalam agama, seperti mudah mengkafirkan orang.

22. Ghuluw terhadap kedudukan orang tertentu, dengan menganggap mereka suci, ma’shum atau lainnya.

23. Mengkeramatkan tempat-tempat tertentu, seperti kumuran, pakaian dan selainnya.

24. Melakukan bid’ah di dalam agama, dengan menambah atau mengurangi perkara yang telah ditentukan di dalam Islam. Seperti melaksanakan bid’ah peringatan-peringatan dan menganggap mereka sebagai wali.

25. Meletakkan dasar dan hukum tentang pemahaman Islam tanpa berpijak kepada Al-Qur’an, Sunnah yang shahih dan manhaj salaf.

26. Mencela para Sahabat atau mengkafirkan sebagian besar mereka sebagaimana yang telah dilakukan oleh firqoh Rafidhah dan Syi’ah.

27. Mencela salaf dari kalangan ahlul hadits dan para pengikutnya.

28. Mengolok seorang muslim yang melaksanakan sunnah-sunnah nabi yang shahih.

29. Memberikan wala’ (loyalitas) kepada jama’ah atau kelompok tanpa mempertimbangkan aqidah dan manhajnya dengan slogan “Mempersatukan Ummat”. Persatuan semacam ini, yang tidak berasaskan aqidah yang benar di dalam Tauhid dan manhaj salaf sebagaimana yang dituturkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Ma ana ‘alaihi wa ashhabii”

30. Membesar-besarkan peradaban kaum kuffar dengan dalih modernisasi dan pembangunan! Ketidakadilan yang menimpa sebagian kaum muslimin di negerinya, tidak seharusnya dijadikan dakwaan di dalam menghukumi komunitas lainnya. Hal ini dapat mengaburkan sikap Islam terhadap kaum kuffar.

31. Membangkang dari hukkam (penguasa), walaupun mereka dhalim ataupun menindas. Islam menyeru untuk tetap sabar di dalam keadaan yang demikian. Seorang mukmin boleh menasehati mereka dengan cara yang paling baik dan mengingkari kesalahan dengan cara yang tidak menimbulkan kemudharatan lebih besar. Konfrontasi dengan penguasa yang seperti ini akan menyebabkan dan melanggengkan pertumpahan darah, perpecahan dan reputasi yang buruk yang dapat menghalangi dakwah kepada Allah. Hal ini tidaklah berarti kita menerima kebatilan, bahkan ini merupakan tuduhan yang tidak berdasar dalam rangka menyokong kemunkaran. Hal ini merupakan perkara aqidah, bukanlah perkara emosional maupun pandangan politik. Jadi, peganglah dengan teguh perkara agamamu ini.

32. Mengikuti ilmu kalam dan filsafat, dan menjadikannya sebagai dasar di dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an.

33. Mengambil sikap yang aneh terhadap bid’ah dan mubtadi’ah (pelaku bid’ah), dengan mengabaikan kebid’ahan mereka dalam rangka meraih keuntungan duniawi atapun politik.

Sifat-sifat di atas, tingkatannya berbeda-beda diantara mereka yang mengikuti manhaj bathil ini. Wallahu a’lam bish showab!

Penyimpangan dari Manhaj salaf adalah suatu masalah yang serius. Kaum muslimin benar-benar telah mengetahui bahwa perpecahan ummat ini menjadi bergolong-golongan adalah suatu kenyataan dan jalan keluar dari ini adalah, dengan izin Allah, yaitu kita melaksanakan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Ma ana ‘alaihi wa ashhabi” (Segala sesuatu yang Aku dan para sahabatku berada di atasnya). Inilah Sabilul Mu’minin yang Allah ridha dengannya dan merekapun ridha terhadap Allah.

Segala puji hanyalah milik Allah yang Maha Agung. Segala kebenaran dari tulisan ini adalah dari Allah dan segala kesalahan adalah dariku dan dari syaithan, dan aku memohon kepada Allah agar mengampuni dan menunjukiku dan para pembaca kepada manhaj as-Salafus Sholih dan menjadikan kita meninggal di atasnya. Aku bersyukur kepada Allah karena mengizinkanku menyelesaikan tulisan ini dan aku memohon kepada-Nya untuk menerima amalku ini.

Semoga Allah yang Maha Pengampun mengampuniku, orang tuaku, seluruh keluargaku dan seluruh ummat muslimin.

Dr. Sholih ash-Sholih
1 Rajab 1425 H, bertepatan dengan 17 Agustus 2004

[1] Kita memohon Maghfirah (ampunan) Allah bagi beberapa ulama besar Ahlus Sunnah (seperti al-Hafizh Ibnu Hajar, Imam an-Nawawi dan selainnya) yang telah terjatuh kepada kesalahan menafsirkan beberapa sifat Allah dengan majazi. Di sini lain, tidaklah benar bersikap ghuluw di dalam menolak seluruh hasil upaya mereka. Mereka memiliki kontribusi yang sangat besar yang memperkaya khazanah ilmu hadits, fiqh, ushul, tafsir dan lain-lain. Walaupun mereka terpengaruh oleh sebagian aspek pemahaman Asy’ariyah, mereka tidaklah dikatakan sebagai pengikut manhaj Asy’ariyah. Wallahu a’lam. Lihat muqoddimah ar-Rudud wat Ta’qiibat ‘ala ma waqo’ah lil Imam an-Nawawi fi Syarhi Shahih Muslim minat Ta’wil fish Shifat karya Syaikh Masyhur Hasan Alu Salman, Darul Hijrah, Riyadh, 1413/1993.

[2] Ash-Shirath : Titian yang melintasi pertengahan Neraka yang sangat licin, yang memiliki kait, cakar dan duri. Diatas inilah manusia akan melintasinya. Kaum mukminin, sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, “akan melintasinya sekejap kedipan mata, seperti kilat, seperti angin, seperti burung, seperti kuda dan unta cepat. Sebagian akan selamat dan sebagian lagi terkoyak-koyak (ketika melintasinya) namun kemudian selamat, dan sebagian lagi akan terlempar ke dalam Neraka… (Shahih Muslim, juz I, no. 352)

[3] Al-Miizan : Timbangan yang dipersiapkan untuk menimbang amal perbuatan manusia pada hari Pembalasan.

[4] Haudh : telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ukuran telagaku seperti jarak antara Yerusalem dan Shan’a di Yaman dan telagaku ini memiliki cangkir sebanyak bintang di langit. (Shahih Bukhari, juz VIII, no. 582) dan telaga ini juga disebutkan di dalam al-Qur’an surat 108 sebagai al-Kautsar di dalam Surga.


http://www.al-meezaan.com/methodology/incorrect_paths.html