Yerusalem - Amnesty International menemukan bahwa Israel yang tidak proporsional dalam mendistribusikan jumlah air minum dari aquifer yang dikendalikannya di Tepi Barat, merampas keadilan penduduk Palestina setempat.
Kelompok hak asasi manusia yang berbasis di London ini juga mengatakan dalam sebuah laporan yang dirilis Selasa (27/10), bahwa Israel telah memblokir proyek-proyek infrastruktur yang akan meningkatkan pasokan air yang ada untuk Palestina - baik di Tepi Barat dan maupun Jalur Gaza.
"Kelangkaan ini telah mempengaruhi setiap bidang kehidupan warga Palestina," papar peneliti Amnesty di Israel, Donatella Rovera pada Senin (26/10).
Tentu saja tuduhan ini ditolak oleh para pejabat Israel.
Amnesty International mengatakan isu seputar air ini merupakan salah satu topik utama yang harus diselesaikan antara Israel dan Palestina sebelum kedua belah pihak dapat membuat perdamaian.
Isu ini semakin diperparah oleh perpecahan dalam wilayah Palestina, antara gerakan Fatah yang moderat yang mengatur Tepi Barat, dengan Hamas yang menguasai pesisir Jalur Gaza.
Israel menggunakan rata-rata lebih dari 4 kali lipat jumlah air per orang dibanding warga Palestina, jumlah konsumsi yang sangat jauh dari jumlah minimum yang direkomendasikan oleh World Health Organization, kata laporan itu.
Laporan ini difokuskan pada aquifer pegunungan di Tepi Barat, yang memperlihatkan bahwa Israel menggunakan lebih dari 80 persen air yang diambil dari aquifer dan sementara negara Yahudi sendiri memiliki sumber air lainnya. Sedangkan aquifer tersebut merupakan satu-satunya penyuplai air bagi warga Palestina di Tepi Barat.
Akibatnya, 450.000 orang Israel yang tinggal di Tepi Barat dan Yerusalem timur menggunakan lebih banyak air daripada 2,3 juta warga Palestina, kata Amnesty.
Jurubicara pemerintah Israel, Mark Regev, mengatakan bahwa laporan Amnesty International merupakan klaim yang "benar-benar menggelikan" dan mengatakan bahwa Israel memiliki hak terhadap Aquifer karena pihaknyalah yang pertama kali menemukan dan mengembangkannya tersebut.
Regev mengatakan Israel saat ini memompa sedikit air dari Aquifer itu dibandingkan pada 1967, dan Palestina mengkonsumsi air tiga kali lipatnya.
Dia menyalahkan Palestina karena tidak berinvestasi dalam pembangunan di Tepi Barat dan mengatakan mereka telah gagal bahkan untuk mengebor sumur yang sudah disetujui menjadi milik mereka.
Amnesty menuduh bahwa Israel sering menolak memberi izin pada Palestina untuk memulai sanitasi air yang sangat dibutuhkan dan proyek-proyek infrastruktur lainnya di Tepi Barat.
Rovera mengatakan situasi air di Jalur Gaza telah mencapai "titik krisis," dengan 90-95 persen dari pasokan air yang ada telah terkontaminasi dan tidak layak untuk dikonsumsi manusia.
Blokade Israel di Gaza telah menghentikan setiap usaha perbaikan jaringan air di wilayah yang telah tercemar oleh limbah tersebut, serta mencegah masuknya bahan-bahan dan peralatan untuk memperbaiki infrastruktur bagi Palestina, kata Rovera. (arrahmah.com)
*****
Israel Menghentikan Pasokan Air untuk Rakyat Palestina
Israel melarang akses untuk rakyat Palestina bahkan untuk (kebutuhan) minimal dasar akan air bersih, kata Amnesti Internasional.
Dalam sebuah laporan, kelompok Hak Asasi Manusia mengatakan pembatasan air oleh Israel diskriminasi terhadap rakyat Palestina di wilayah Tepi Barat yang diduduki Israel.
Laporan itu mengatakan bahwa di Gaza, blokade Israel telah membawa sistem air dan pembuangan kotoran ke “tingkat krisis.”
Israel mengatakan bahwa laporan tersebut cacat dan rakyat Palestina mendapatkan lebih banyak air daripada apa yang telah disepakati pada perjanjian perdamaian tahun 1990-an.
Kebutuhan Dasar
Dalam laporan setelab 112 halaman, Amnesti mengatakan bahwa tingkat rata-rata konsumsi air harian rakyat Palestina mencapai 70 liter per hari, sedangkan rakyat Israel mengkonsumsi 300 liter per hari.
Laporan tersebut mengatakan bahwa sebagian rakyat Palestina hampir tidak memperoleh 20 liter air per hari – jumlah minimum yang dianjurkan bahkan dalam keadaan darurat yang berperikemanusiaan.
Amnesti mengatakan bahwa Israel menolak rakyat Palestina di Tepi Barat untuk menggali sumur, dan bahkan telah menghancurkan bak-bak penampungan air dan menyita tangki-tangki air.
Pada saat yang sama, laporan tersebut menyatakan, penduduk Israel menikmati kolam-kolam renang dan taman-taman hijau.
Di Gaza, Israel menolak akses ke banyak bahan bangunan yang dibutuhkan untuk merenovasi sistem air yang rusak, dokumen tersebut menyatakan.
Dokumen tersebut menambahkan bahwa Israel menggunakan lebih dari 80% air dari “Mountain Aquifer” – sumber utama air bawah tanah di Israel dan wilayah Palestina yang diduduki Israel.
“Air merupakan kebutuhan dasar dan hak, tetapi untuk banyak rakyat Palestina mendapatkan bahkan air dalam tingkat jumlah minimal untuk penghidupan (dan bahkan) berkualitas rendah (sekalipun) telah menjadi sebuah kemewahan yang jarang sekali mereka dapat peroleh,” kata Donatella Rovera dari Amnesti Internasional.
“Israel harus mengakhiri kebijakan diskriminatifnya, segera menghapus semua pembatasan yang diberlakukan ke akses rakyat Palestina terhadap air.”
Rovera juga mendesak Israel untuk “bertanggung jawab untuk menanggapi masalah-masalah yang diciptakannya dengan memperbolehkan rakyat Palestina untuk mengakses secara adil sumberdaya-sumberdaya air bersama.”
Jurubicara pemerintahan Israel, Mark Regev, mengatakan bahwa laporan tersebut secara kenyataan tidak akurat, menyalahkan kesalah-pengelolaan sumberdaya air rakyat Palestina.
Ia juga menolak klaim bahwa Israel melarang rakyat Palestina untuk mengebor untuk (mendapatkan) air.
Jurubicara mengatakan bahwa Israel telah menyetujui 82 proyek yang seperti itu akan tetapi Palestina hanya membuat 26 saja. (bbc.co.uk)