Jakarta - Pemerintah Amerika Serikat (AS) melalui utusan khususnya, pernah meminta mantan Presiden Megawati untuk menangkap Abu Bakar Ba`asyir secara rahasia dan menyerahkannya pada pihak AS (render).
Soal ini diungkapkan bekas penerjemah Departemen Luar Negeri AS, Frederick Blake Burks, dalam kesaksiannya pada sidang perkara Ba`asyir, Kamis (13/1/2005) di Auditorium Departemen Pertanian (Deptan). Permintaan AS tersebut menurut Burks, disampaikan langsung utusan Bush kepada Presiden Megawati dalam rapat rahasia, September 2002.
Dalam rapat rahasia yang dilaksanakan di kediaman pribadi Megawati itu, hadir pula anggota Dewan Keamanan Nasional AS, Karen Brooks dan Dubes AS untuk Indonesia Ralph L Boyce, selain utusan khusus -- yang menurut Burks -- mengaku sebagai agen dinas rahasia CIA. Burks sendiri berada di tempat pertemuan itu dalam kapasitasnya sebagai penerjemah. "Saya diminta Karen Brooks mengikuti rapat rahasia itu," kata Burks.
Menurut Burks, rapat rahasia itu diawali dengan basa-basi antara Megawati dan Karen. "Mereka memang telah saling kenal beberapa tahun,"kata Burks. Setelah itu, lanjut Burks, Karen mempersilahkan utusan khusus Bush berbicara langsung dengan Megawati.
Utusan khusus tersebut kemudian mengatakan bahwa telah ada kesaksian dari Umar Al Faruk tentang Ba`asyir. Menurut utusan itu mengutip Al Faruk, Jamaah Islamiyah yang diletuai Ba'asyir telah melakukan dua kali usaha pembunuhan terhadap Megawati. Ba`asyir juga dikatakan sebagai yang mendalangi pemboman di malam Natal.
Megawati, papar Burks, kala itu terlihat menghela nafas. Dia meminta maaf karena tidak bisa memenuhi permintaaan renderitu. "Ba`asyir berbeda dengan Al Faruk, karena terlalu banyak pendukungnya di Indonesia, hanya satu cara saya bisa melakukannya, bila masyarakat sudah menentangnya" kata Burks menirukan ucapan Megawati saat itu.
Atas penolakan Megawati, ketiga orang AS tersebut menurut Burks terlihat kebingungan. Kemudian utusan khusus Bush mengatakan kepada Megawati bahwa dia dapat memahami kalau permintaan render itu dapat menyulitkan posisi Megawati. Toh, utusan khusus ini tetap meminta agar Megawati segera menyerahkan Ba`asyir sebelum pertemuan APEC. "Bila tidak dilaksanakan, akan ada suatu masalah,"kata utusan tersebut seperti ditirukan Burks.
Rapat rahasia ini, masih kata Burk, dilaksanakan beberapa pekan sebelum terjadi peristiwa bom Bali. Dipenghujung rapat, lanjut Burks, Mega berpesan agar hal ini tidak sampai memutuskan hubungan baik antara AS dan Indonesia. Sepulangnya dari rapat rahasia, kata Burks,di kediaman pribadi Ralph L Boyce, mereka bertanya kepada Burks apakah benar yang dikatakan Megawati itu. Burks pun membenarkan.
Burks mengaku telah bertemu langsung dengan Megawati sebanyak empat kali. Pertemuan pertama terjadi satu pekan setelah peristiwa 11 September di AS. Saat itu Burks mengaku jadi penerjemah pertemuan Megawati dengan Presiden George Walker Bush. Dalam pertemuan ini kata Burks, pemerintah AS menegskan sikap tidak memerangi Islam tetapi memerangi terorisme. Pada pertemuan yang berlangsung selama 90 menit di Gedung Putih ini, kata Burks, sama sekali tidak disinggung soal Ba`asyir.
Ketika Burks ditanya apakah ia percaya Islam identik dengan terorisme, Burks menggeleng sambil menjawab tidak. “Dan banyak warga AS yang tidak percaya kalau Islam identik dengan teror,” katanya. Dalam kasus Ba’asyir, Burks menduga ada manipulasi tingkat tinggi dari pemerintahan AS. “Sepertinya pemerintah Bush penasaran dan ingin menuduh, juga menyalahkan Ba'asyir,” kata Burks.
Burks menilai ada oknum-oknum di pemerintahan AS yang ingin menunjukkan bahwa teror yang dituduhkan selama ini sangat ganas. Padahal, menurut Burks, teror yang diisukan itu tidak terlalu banyak. “Hanya dibuat semacam momok untuk menakuti seluruh umat manusia di dunia,”kata Burks. Namun Burks sendiri menolak menjelaskan siapa yang dimaksudnya dengan oknum di pemerintahan Bush itu, karena menurut Burks, hal itu terlalu rumit untuk dijelaskan.
Burks sendiri merasa ada banyak kejanggalan dalam perkara Ba'asyir. Selain manipulasi oleh pemerintahannya, Burks mengamati bahwa 2 tahun belakangan ini, bila ada berita tentang Indonesia di media-media AS, selalu bersangkutan dengan Ba'asyir.
”Sebelumnya, Indonesia amat jarang diberitakan di media-media AS,” katanya. Warga AS yang tinggal di California ini mengaku hingga kini masih belum mengerti keuntungan apa yang ingin diperoleh Bush dengan menangkap Ba'asyir. “Saya juga heran, saya telah bertanya ke banyak orang, tetapi sampai sekarang belum dapat jawabannya,” kata Burks. (13 Januari 2005/tempointeractive.com)