Dari Jarir bin 'Abdillah r.a, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallama. mengirim sebuah pasukan kecil menuju Khats'am. Beberapa orang dari mereka berusaha menyelamatkan diri dengan bersujud. Namun, mereka terlanjur dibunuh. Sampailah berita itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallama, maka beliau memerintahkan agar mereka (yakni ahli waris mereka) diberi setengah diyat. Lalu beliau bersabda, 'Aku berlepas diri dari setiap muslim yang tinggal bersama orang-orang musyrik.' Mereka bertanya, 'Wahai Rasulullah, mengapa?' Rasul menjawab, 'Jangan sampai orang muslim melihat api orang kafir'," (Shahih Ligharihi, HR Abu Dawud [2645], at-Tirmidzi [1604], Ibnul Arabi dalam Mu'jamnya [84/1-2] dan ath-Thabrani dalam al-Kabiir [2264]).
Dari Bahz bin Hakim dari ayahnya dari kakeknya dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallama, bahwa beliau bersabda, "Allah tidak menerima amalan seorang musyrik setelah masuk Islam hingga ia memisahkan diri dari kaum musyrikin dan bergabung bersama kaum muslimin," (Hasan, oleh an-Nasa'i [V/83], Ibnu Majah [2536] dan Ahmad [V/4-5]).
Dari Samurah bin Jundab r.a, ia berkata, "Amma ba'du, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallama. bersabda, 'Barangsiapa bergabung dengan orang musyrik dan tinggal bersama mereka, maka ia sama seperti mereka'," (Hasan Lighairihi, HR Abu Dawud [2787], al-Hakim [II/141-142]).
Kandungan Bab:
Haram hukumnya tinggal di negeri kaum musyrikin dan hidup bersama mereka
Ath-Thahawi berkata dalam Musykilul Aatsaar (VIII/275-276), "Adapun sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallama, 'Aku berlepas diri dari setiap muslim yang tinggal bersama orang musyrik, tidak akan bisa berkumpul antara keduanya' orang-orang Arab biasa menggunakan kalimat ini, "laa taroo'a naaroohumaa"
Mereka mengucapkannya untuk dua makna, Pertama: Tidak halal bagi seorang muslim tinggal di negeri musyrikin, sehingga keduanya harus terpisah dengan jarak antara yang satu dapat melihat api (penerangan) yang lain. Al-Kisa'i berkata, "Orang-orang Arab sering mengatakan: 'Dari rumahku dapat melihat ke rumah si Fulan' atau 'Rumah kami saling bertatapan' (yakni saling berhadap-hadapan)." Kedua: Maksud Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallama. dari sabda beliau, "laa taroo-a naaroohumaa" adalah api peperangan, di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, "Setiap mereka menyalakan api peperangan, Allah memadamkannya..." (Al-Maa-idah: 64).
Api keduanya berbeda. Si muslim mengajak manusia kepada agama Allah sedang si musyrik mengajak manusia kepada jalan syaitan. Lalu bagaimana mungkin keduanya tinggal dalam satu tempat. Hanya kepada Allah sajalah kita memohon taufik."
Al-Khaththabi berkata dalam kitab Ma'aalimus Sunan (III/437), "Sebagian ulama mengatakan, Maknanya, Allah Subhanahu wa Ta’ala membedakan antara darul lslam dengan darul kufur. Seorang muslim tidak boleh tinggal bersama orang kafir di negeri mereka. Sehingga apabila mereka menyalakan api, maka ia harus berada jauh dari mereka di tempat yang ia dapat melihatnya."
As-Sindi berkata dalam Haasyiyah 'alaa Sunan an-Nasa'i (VI/83), "Kesimpulannya, hijrah dari negeri syirik ke negeri Islam hukumnya wajib atas setiap orang yang beriman. Barangsiapa tidak melakukannya, maka ia durhaka dan berhak ditolak amalnya."
Memnggalkan negeri kufur mendatangkan manfaat yang banyak dan keuntungan yang besar. Di antaranya adalah memperbanyak bilangan kaum Muslimin, membantu mereka berjihad melawan orang-orang kafir, selamat dari pengkhianatan mereka dan terhindar dari melihat kemunkaran yang merupakan asas kehidupan mereka.
Oleh karena itu, kita dapat melihat banyak dari kaum muslimin yang tinggal bersama orang-orang kafir tidak dapat mengetahui yang ma'ruf dan tidak mengingkari kemunkaran. Bahkan, kita tidak melihat dari mereka orang yang paling lemah imannya karena terlalu seringnya berinteraksi dengan hal-hal semacam itu menghilangkan sensitifitas. Dan juga demi menyelamatkan keluarga dan anak keturunan, khawatir mereka tersia-siakan atau tersisih dari masyarakat yang rusak dan kotor.
Kami sering mendengar dari orang-orang yang tinggal di negeri kafir bahwa mereka tidak dapat mendidik putera puteri mereka dengan baik. Apabila si bapak melakukan sesuatu yang buruk terhadap anaknya dalam pandangan orang-orang kafir itu mereka akan mengambil anak-anak tersebut dari ayah-ayah mereka dan menyerahkan kepada keluarga-keluarga Nashrani. Pada musim panas tahun 1417 H bertepatan tahun 1996 aku (penulis) mampir di Amerika Serikat dalam rangka menjalankan tugas sebagai da'i kepada agama Allah. Terjadilah peristiwa yang membuat merinding bulu kuduk orang yang beriman! Syahdan seorang muslim Bosnia duduk bersama anaknya di taman umum, lalu ia mencium anaknya. Orang-orang kafir melihatnya dan mereka segera melaporkannya kepada polisi lalu mereka mengambil anak-anak muslim tadi darinya dan menyerahkannya kepada keluarga Nashrani lalu mereka menyuguhkan babi kepadanya dan mengalungkan salib di lehernya.
Aku melihat di sana sejumlah pemuda Nashrani mengabarkan kepadaku bahwa kakek-kakek mereka dahulunya adalah muslimin, mereka datang ke negeri kafir tersebut sejak bertahun-tahun yang lampau untuk mencari kehidupan dan menyia-nyiakan anak keturunan mereka. Kita berlindung kepada Allah dari kehinaan, tidak mendapat taufik dan terhalang dari berkah.
Oleh karena itu, kebenaran yang wajib diikuti adalah supaya kaum muslimin yang tinggal di negara-negara Barat yang kafir itu segera meninggalkan tempat tersebut dan kembali ke pangkuan negeri kaum muslimin. Semua itu tentunya berdasarkan kemampuan dan kesanggupan masing-masing.
Sebagian ahli ilmu mu'ashirin (sekarang ini) menafsirkan larangan yang disebutkan dalam hadits-hadits bab ini terhadap orang yang tinggal di negeri kufur sedang ia tidak mampu menjaga keislamannya. Itulah makna yang dapat dipetik dari sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallama. dalam sebagian riwayat, "Barangsiapa tinggal bersama kaum musyrikin, maka ia telah terlepas dari perlindungan."
Aku katakan, "Takwil ini merupakan salah satu akibat dari bermukim di negeri kafir. Sebab hadits-hadits bab di atas secara jelas menunjukkan haramnya tinggal bersama orang-orang musyrik dan bermukim di tengah-tengah mereka. Khususnya hadits Bahz bin Hakim dari ayahnya dari kakeknya dan hadits Samurah bin Jundab r.a."
Memisahkan diri dari orang-orang musyrik merupakan salah satu syarat bai'at Nabawiyah bagi yang masuk Islam dan meninggalkan kekafiran. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Jarir bin 'Abdillah r.a, ia berkata, "Aku menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallama. dan kukatakan kepada beliau, 'Wahai Rasulullah, ulurkanlah tanganmu, aku akan berbai'at kepadamu dan berilah syarat kepadaku sesungguhnya engkau lebih tahu.' Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallama. bersabda, 'Aku membai'atmu supaya engkau menyembah Allah semata, menegakkan shalat, menunaikan zakat dan memisahkan diri dari kaum musyrikin'," (Shahih, HR an-Nasa'i [VII/147-148], Ahmad [IV/365], al-Baihaqi [IX/13], ath-Thabrani dalam al-Kabiir [2318]). (alislamu.com)