21 May 2010

Menggugat Akal-akalan Isu Terorisme

Rumah Mohjahri

Seorang pamen polisi dari Mabes Polri pernah bertanya kepada saya kenapa tiap ada momen-momen tertentu selalu ada teroris ditangkap atau ditembak?.

Misalnya saja kasus penembakan Dul Matin di Pamulang saat ramai-ramainya kebijakan “bail out Bank Century” dibahas Pansus BC di DPR. Bagaimana menurut pendapat ustadz?

Lho itu kan kerjaan Densus 88?. Kok anda polisi di Mabes Polri malah bertanya kepada saya?. Perwira polisi itu lalu bercerita mengeluhkan bahwa di instansinya densus itu unit yang unthouchable!.

Langkah-langkah densus 88 selama ini memang selalu mengundang tanda tanya masyarakat. Sebab terjadi berbagai keanehan dalam penanganan terorisme oleh mereka. Sebut saja drama pengepungan rumah Mohzahri, kakek-kakek lugu anggota Muhammadiyah di Temanggung selama 17 jam oleh 600 polisi yang diumumkan sebelumnya adalah dalam rangka melumpuhkan Nurdin M Top dan disiarkan langsung oleh suatu TV swasta. Perlu diingat sebelumnya konon Nurdin mengumumkan di internet sebagai pimpinan Tanzhim Al Qaidah Asia Tenggara. Ternyata tidak ada perlawanan sama sekali dari rumah tua milik petani nun jauh di desa di Jawa Tengah itu. Dan hatta Kapolri Jenderal BHD turun ke lapangan dengan helicopter, yang didapat konon hanya tukang bunga, Ibrahim. Sungguh ini akal-akalan yang sangat menggelikan.

Akal-akalan itu pula yang terjadi pada kasus Air Setiawan yang menurut keterangan keluarganya pada hari Jumat jam 13.30 wib masih di Solo, lalu dikabarkan oleh polisi bahwa dia membawa bom dalam mobil dari Solo ke Jakarta dan sekitar jam 10 malam hari itu kontak senjata dengan polisi di Jatiasih dan didor hingga tewas. Aneh. Juga Air Setiawan dikatakan sebagai residivis pelaku Bom Marriot 1. Padahal, yang sebenarnya tidak demikian. Menurut keluarganya, Air pada tahun 2004 ditangkap polisi dikaitkan dengan peledakan Marriot 1. Namun setelah keluarganya mencarinya bersama LBH. Air dilepaskan dan tidak pernah diadili apalagi divonis sebagai terpidana.

Demikian pula kesaksian Munawaroh, istri Agus Susilo, guru pesantren Al Kahfi Mojosongo Solo yang dihabisi oleh desnsus 88 di rumahnya, dekat lokasi pesantren. Menurut penuturan Munawaroh kepada TPM Solo, dia keluar bersama suaminya, begitu masuk rumah ternyata diberondong pasukan densus. Agus tewas. Anehnya, ada dua mayat lagi yang tidak dia ketahui kapan masuknya, yakni mayat Nordin M Top dan Urwah. Demikian juga kematian-kematian lain seperti Dr. Azhari dan Asmar Latin Sani menyimpan tanda-tanya masyarakat.

Tatkala Densus 88 berasyik-masyuk menangkapi para aktivis Jamaah Ansharut Tauhid di kantor mereka di kawasan Pejaten Jakarta, menembaki mereka di jalan tol Cikampek dan di Cawang, juga menangkapi sejumlah orang di Sukoharjo Solo, maka pertanyaan dan gugatan masyarakat atas tindakan densus 88 semakin memuncak. Bahkan Ketua MK Mahfudz MD melihat fenomena kasus terorisme akhir-akhir ini seperti kasus Komando Jihad.

Dalam sejumlah ceramah pengajian di daerah-daerah di seputar Solo baru-baru ini saya mendapatkan pertanyaan yang gencar tentang sikap apa yang harus diambil oleh umat Islam dalam keadaan umat Islam dizalimi dan apa yang harus dilakukan terhadap para penguasa yang munkar?. Saya bisa merasakan marahnya umat atas tindakan sewenang-wenang di atas. Juga umat tidak percaya atas berbagai isu terorisme yang dikembangkan polisi.

Dan saya melihat ketidakpercayaan rakyat terhadap pernyataan resmi Kapolri sebagai hal yang wajar. Ada dua alasan yang menguatkan anggapan saya itu. Pertama, saya termasuk tokoh yang diundang Mabes Polri untuk mendapatkan penjelasan pemerintah tentang aktivitas terorisme di Indonesia tepat seminggu sebelum bom Bali 1 meledak. Kedua, dalam rangka menutupi rekayasa yang sebenarnya atas Bibit Chandra dalam kasus cicak vs buaya, menurut mantan Kabareskrim Susno Duaji, Kapolri Jenderal BHD telah bohong 5 kali dalam sehari. (lihat: Sehari Kapolri Bohong Lima Kali).

Oleh karena itu, saya harus menjawab pertanyaan-pertanyaan rakyat jelata itu. Saya katakan bahwa, para anggota densus 88 dan siapapun yang terlibat dalam tindakan penghilangan nyawa orang-orang tak berdosa harus segera bertaubat dan meminta halalnya kepada keluarga korban. Sebab, kalau tidak, mereka akan menjadi orang yang bangkrut di akhirat. Karena, sebagaimana disebut dalam suatu hadits bahwa di akhirat akan ada orang yang membawa pahala sebesar gunung lalu datang orang kedua yang meminta pahala tersebut untuk dipakai menutupi dosanya. Ternyata dosa orang kedua itu tidak habis, lalu diberikan kepada orang pertama sehingga orang pertama itu dimasukkan ke dalam neraka. Orang yang kedua adalah orang yang dizalimi, dan orang yang pertama itu adalah orang yang menzaliminya tanpa sempat mendapatkan maaf atas perbuatannya.

Oleh karena itu, umat harus menggugat tindakan Densus 88 yang main tangkap dan main tembak serta tindakan kesewenang-wenangan lainnya. Gugatan umat ini wajar dan akan berdampak positif bagi ketenteraman dan keadilan di negeri ini. Dan terlepasnya negeri ini dari azab akibat sebuah kemungkaran yang berlaku umum. Lebih dari itu, gugatan ini akan mewujudkan pertolongan kita kepada para aktivis yang selama ini dizalimi sebagai “teroris” dan para anggota Densus yang kalau tidak dicegah dari kezaliman bisa menjadi manusia bangkrut di akhirat kelak. Wallahua’lam! (suara-islam.com)